Time Part 10 - Another Moment of Truth











o  O  O  O  o






Mobil yang ditumpangi Donghae dan Lay baru saja berhenti dan Donghae dengan gerakan tercepatnya membuka pintu dan berlari meninggalkan mobil. Lay yang tepat berada di sampingnya hanya melihat kepergian seniornya itu dalam diam. Ekspresi wajahnya juga cukup dingin saat itu. Dan, apakah ia terlalu fokus pada sosok Donghae yang telah menghilang dari balik bangunan tinggi atau memang telinganya tak mendengar Junsu -guru olah raganya- tengah bertanya kepadanya, karena ia sama sekali tak menggubris pertanyaan itu dan malah berlalu pergi meninggalkan mobil.



Sementara itu, Donghae terus saja melangkahkan kakinya. Ia sama sekali tidak memperdulikan napasnya yang tengah tersenggal akibat ia yang terus berlari dari halaman depan sekolah hingga pekarangan dorm. Namun tepat di depan sebuah pintu dengan nomor roomtag 393, barulah ia berhenti dan mencoba untuk mengatur napasnya sejenak. Namun belum sempat napas dan detak jantungnya berirama normal kembali, seseorang dari dalam membuka pintu. Refleks Donghae kembali menegapkan tubuhnya dan beralih melihat sosok itu.



“Dimana Yoona?” Tanya Donghae dengan napas yang tentunya masih tak beraturan.



“Mm.. Yoona, dia-” Belum sempat sosok itu menjawab pertanyaannya, Donghae telah lebih dulu menerobos masuk hingga membuat seoranng gadis yang memang berada di dalam terkejut dan langsung berdiri dari posisi duduknya.



“Yoona-ah..” Panggil Donghae.



Sosok yang baru saja terperanjat dari duduknya karena kemunculan Donghae di sana hendak memanggil nama seniornya itu dan menjelaskan apa yanng terjadi, namun tak jadi karena Donghae yang telah lebih dulu berlari menuju lantai atas dimana Yoona biasa beristirahat. Sesampainya di atas, laki-laki itu mengedarkan matannya mencari sesuatu yang seharusnya ia lihat di sana. Namun apa yang menjadi tujuan laki-laki itu tak berhasil ia temukan di sana. Ia menghela napas. Bahkan ia terjatuh dan seteah itu menenggelamkan kepalanya di antara lipatan kakinya.




*  *  *  *




“Yoona baru saja dijemput oleh orang tuanya. sepertinya ia tak akan berada di sini sampai wkatu yang tak ditentukan.”



Donghae berjalan keluar. Dengan wajah yang begitu putus asa, ia berjalan menyusuri koridor dorm dengan berbagai macam pikiran yang tengah memenuhi pikirannya. Bahkan kalimat itu, kalimat yang baru saja dilontarkan Seohyun –teman sekaligus sahabat Yoona- mengenai keberadaan Yoona, masih terus terngiang ditelinganya. Pergi sampai waktu yang tak ditentukan? Apakah gadis itu gila? Kenapa ia pergi???



Masih dengan tertunduk, laki-laki itu terus saja berjalan tanpa tahu kalau sepasang mata tengah memperhatikannya. Hingga langkahnya terhenti tepat setelah sosok pemilik mata itu keluar dari persembunyiannya dan berdiri di depannya.



“Kau sudah memberikan jawabannya oppa. Dan inilah jawabanmu.”



Donghae diam. Ia tak tahu harus melakukan apa. Bahkan mulutnya saja tak mampu untuk mengatakan satu patah kata hingga menghela nafas pun terasa sulit baginya. Melihat bagaimana raut kesedihan diwajah gadis di hadapannya. Melihat bagaimana gadis itu mencoba mati-matian menahan tangisnya. Melihat bagaimana kekecewaan gadis itu terhadapnya. Semua itu benar-benar telah menyakiti hatinya. Ia gagal! Ia telah gagal menjadi sosok laki-laki yang setia dengan janjinya. Janji untuk membuat gadis itu bahagia dan selalu tersenyum. Janji yang dulu ia ucapkan saat mereka memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih.



Namun ia juga tak bisa memungkiri bagaimana perasaannya saat itu. Ia akui kalau ia merasa sedih karena telah membuat gadis di hadapannya menjadi seperti itu, membiarkan gadis itu menderita karena keegoisannya. Tetapi hatinya lebih tercabik ketika mengetahui kalau gadis yang sebenarnya ia cintai telah pergi karena dirinya. Karena kesalahan yang juga ia lakukan pada gadis di hadapannya.



Donghae hendak meraih tangan gadis itu. Namun gadis itu lebih dulu memundurkan tubuhnya. “Terima kasih oppa...” Ia memutar tubuhnya, dan berlari secepat yang ia bisa guna menghindari Donghae mendengar tangisnya.




*  *  *  *




Minhyuk baru saja akan berbelok menuju koridor kamarnya andai saja ia tak mendapati seorang gadis dengan tubuh yang sedikit bergetar duduk pada salah satu kursi taman dorm. Laki-laki itu memicingkan matanya. Ia berusaha mengenali sosok gadis itu dari tubuh bagian belakangnya. Dan begitu ia tahu siapa pemilik tubuh itu, kakinya langsung saja melangkah mendakati sosok itu. Ia menghentikan langkahnya tepat di belakang kursi yang diduduki oleh gadis tersebut. Ia tak melakukan apa pun di sana, selaian hanya mendengarkan tangis gadis itu dengan perasaan tak nyaman.



Minhyuk menarik napasnya sebelum memberanikan diri menyentuh pundak gadis itu. Dan saat tangannya tepat berada pada pundak gadis itu, sang gadis segera menyekah air matanya dan menoleh pada Minhyuk. Gadis itu menatap Minhyuk sedikit terkejut. Pasalanya, ia tak menyangka bahwa akan ada orang yang menghampirinya mengingat hari hampir saja gelap dan jam makan malam pun belum tiba.



“Minhyun sunbea..”



Minhyuk menjeda ucapannya. Ia masih ragu untuk mengajak gadis yang bernama Minhyun itu bicara.



Sementara Minhyun, gadis itu masih diam menunggu Minhyuk melanjutkan ucapannya. Awalnya ia tak suka melihat keberadaan Minhyuk di tempat itu. Terlebih ia tengah membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan dirinya yang tengah kacau. Tapi entah kenapa, saat matanya bertemu pandang dengan manik mata Minhyuk, gadis itu merasa lebih nyaman. Ia tak tahu mengapa. Tapi yang jelas.. itulah yang ia rasakan terhadap juniornya itu.



“Sunbea... baik-baik saja?” Tanya Minhyuk pelan dan hati-hati.



Laki-laki itu menundukkan kepalanya. Ia tak berani menatap langsung Minhyun yang merupakan senior penanggung jawabnya itu. Bahkan ia sama sekali tak bergerak setelah ia mengucapkan pertanyaannya pada Minhyun. Ia menautkan kedua tannya dan menatap rumput-rumput taman yang tengah ia injak.



“Aku baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir Minhyuk-ah..” Balas Minhyun. Gadis itu tersenyum simpul. Dan lagi-lagi, ia tak tahu kenapa ia dapat tersenyum setelah sebelumnya hatinya terasa sakit.



Minhyuk mengangkat kepalanya. Ia melihat sosok senior di depannya dengan perasaan tak yakin. Baik-baik saja? Setelah ia melihat tubuh gadis itu bergetar dan mendengar isakan kecil dari gadis itu?! Minhyuk kembali menghela napasnya. Ia kini melangkahkan kakinya menuju bagian depan kursi dan ikut mendudukkan tubuhnya di sana. Ia tak menatap Minhyun, ia malah menatap lurus ke depan dengan saling menautkan jari-jemarinya.



“Sunbea jangan berbohong. Aku tahu sunbea baru saja menangis. Dan pasti semua itu ada hubungannya dengan Lee Donghae sunbeanim.”




*  *  *  *




Donghae masih terus bergelut dengan pikirannya sendiri setelah sekian lama ia sampai di kamarnya. Dan hal itu membuat Yoochun yang meruapakan teman sekamarnya terus memperhatikannya dengan heran. Ini adalah kali pertama Donghae menjadi seperti saat itu. Ia tiba di kamarnya dengan wajah yang lelah serta tak bergairah. Donghae juga langsung mengganti pakaiannya dan melesat pergi menuju ranjangnya yang berada di atas tanpa mengucapkan sepatah kata pun.



Sedangkan Donghae, laki-laki itu terus saja menatapi secarcik kertas yang ia dapatkan dari Lay. Setelah ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, kertas itu tak pernah ia lepaskan dari pandangannya. Ia juga tak melepaskan ponsel yang digenggam ditangannya yang bebas.



“Apakah aku harus menghubunginya??” Gumam Donghae pelan.



Ia masih menatap kertas kecil dengan deretan angka yang tertulis di sana. Berulang kali ia mengaktifkan ponselnya namun kembali menguncinya saat perasaan ragu kembali mendominasi dirinya.



“Aaarrrggghhh...” Erang Donghae yang kemudian menyimpan ponsel serta kertas kecil itu di dalam nakas di samping ranjang.



Seseorang mengetuk pintu kamar itu. Namun Donghae tak mengiraukannya. Ia malah menarik selimut dan menutupi wajahnya dengan bantal.



Kelakuan Donghae itu masih menarik perhatian Yoochun. Bahkan sebelum pria itu membukakan pintu kamarnya, ia masih sempat melirik pada Donghae dan menggelengkan kepalanya. Ketika pintu tersebut telah terbuka, sosok Jaejoong muncul dan langsung menemukan kejanggalan di sana.



Jaejoong pun menatap Yoochun dan meminta penjelasan. Yoochun mau tak mau menjelaskan semua yang terjadi pada Donghae walaupun ia tak tahu penyebab perubahan sikap temannya itu. Namun sebelum ia mengatakannya pada Jaejoong, ia lebih dulu menutup pintu kamarnya.



“Jadi sejak tadi dia seperti itu?” Tanya Jaejoong mencoba untuk memastikan kembali apa yang baru saja ia dengar.



Yoochun hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan Jaejoong. Sedangkan Jaejoong, ia melipat kedua tangannya di depan dada dengan raut wajahnya yang berubah. Tak lama laki-laki itu menjentikkan jarinya.



“Aku tahu. Ku rasa ini semua ada hubungannya dengan Yoona.”



“Yoona?”



Jaejoong mengangguk. Lagi-lagi ia melipat kedua tangannya dan menautkan kedua alisnya.



“Tadi saat aku bertemu dengan Sooyoung, ia mengatakan kalau orang tua Yoona datang dan membawa Yoona pergi.” Bisik Jaejoong pada Yoochun.



Jaejoong menjauhkan wajahnya dari telinga Yoochun dan ia kembali menegakkan posisi berdirinya.



“Kenapa?”



Jaejoong mengendikkan bahunya. Ia tidak tahu alasan mengapa orang tua juniornya itu sampai datang menjemput Yoona. Bahkan Sooyoung pun yang merupakan teman gadis itu juga tidak mengetahui alasannya.



“Entahlah, aku tidak tahu. Tapi mungkin, ini ada hubungannya dengan masa tradisi.”



“Tradisi? Maksud mu?” Yoochun semakin bingung. Bahkan alisnya kini telah menegang dengan dahinya yang ikut berkerut.



“Kau tahukan kalau Yoona sangat tidak menyukai masa tradisi ini. Dan selama ini ia terlihat begitu tertekan. Mungkin karena itu kondisinya menjadi memburuk dan membuat ia harus dijemput oleh orang tuanya. Tapi itu baru asumsi ku, jadi jangan kau yakini sepenuhnya.” Ungkap Jaejoong yang kemudian menyenderkan tubuhnya pada dinding di belakangnya.




*  *  *  *




Hari terus berlalu. Dan tanpa terasa masa pelaksanaan tradisi sekolah sudah sampai pada puncaknya. Siswa-siswi yang menentang masa tersebut begitu senang dengan datangnya hari penutupan tradisi itu. Namun di sisi lain, perasaan sedih dan tak rela tengah dirasakan oleh siswa-siswi yang sejak awal begitu antusias mengikuti masa tradisi itu.



Penutupan masa tradisi Cheonjae High School di laksanakan di auditorium sekolah dengan mengenakan seragam khusus yang mana seragam tersebut hanya dipakai untuk merayakan hari-hari besar saja. Para senior yang telah menjalankan tugas mereka berdiri di depan dengan tambahan kain berwarna merah yang diikatkan di lengan. Sedangkan para junior yang menjalani masa tradisi tersebut berbaris menunggu kepala sekolah mereka datang beserta jajaran pengajar lainnya.



Memang, sebelumnya telah dilakukan sebuah perayaan untuk mengakhiri masa tradisi. Namun perayaan tersebut bukanlah perayaan penutupan masa tradisi yang sebenarnya, karena beberapa siswa baru yang belum bisa menjalankan tuganya dengan baik akan mengikuti masa tradisi lanjutan.



Namun penutupan kali ini benar-benar akan mengakhiri semuanya. Tidak ada lagi rangkaian tradisi yang harus dijalani semua siswa baru. Dan tidak ada lagi masa pengulangan untuk siswa yang sebelumnya belum dapat menyelesaiakn masa tradisi dengan baik.



Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa terjadi perbedaan raut wajah di antara siswa-siswi baru tersebut. Dan semua itu sangat ketara seperti dua buah pulau yang di tengahnya di aliri aliran air yang memisahkan. Siswa-siswi dengan raut gembira membentuk barisan pada sisi kanan auditorium sedangkan yang tak dapat merelakan berakhirnya masa tradisi berbaris pada sisi lainnya.



Semua itu tak ada yang mengatur. Semua itu terjadi begitu saja dan tanpa para siswa-siswi baru itu sadari serta senior-senior mereka sadari.



Sooyoung dan Seohyun baru saja datang. Keduanya langsung saja menghampiri teman-temannya yang lain yang berwajah sama seperti mereka. Sedih dan tak rela. Sedangkan Sulli dan Krystal segera menghampiri Amber yang tengah tertawa lepas bersama dengan sosok Jinsoo yang sangat gembira malam itu.



Dan hal itulah yang membuat terciptanya dua buah kubu di auditorium itu. Kedua kubu tersebut seperti memiliki magnet tersendiri untuk menarik kawanannya.



“Apakah ada kabar tentang Yoona?” Tanya Jinsoo pada Krystal dan Sulli yang baru saja bergabung.



Sebelumnya gadis itu telah bertanya pada Amber, tetapi sayangnya temannya itu tak tahu apa pun tentang Yoona. Padahal ia sangat berharap bahwa Yoona akan datang dan mereka akan bersenang-senang bersama dan menunjukkan rasa bebas mereka di hadapan para senior yang sangat keduanya kutuki.



Sulli menggeleng dan bahunya juga mengendik. Sama seperti Amber, ia tidak tahu tentang Yoona. Ia sudah mencoba untuk menghubungi Yoona, tetapi selalu berakhir pada layanan kotak pesan.



Namun berbeda dengan Krystal. Gadis itu seperti tengah memikirkan sesuatu dan kemudian berseru kecil sembari menjentikan dahinya.



“Ku rasa dia akan datang.”



“Benarkah? Bagaimana bisa?”



“Iya, apakah kau berhasil menghubunginya?”



Tanya Amber dan Jinsoo bergantian begitu mendengar ucapan Krystal.



“Sebelum Yoona pergi, aku sempat bertemu dengannya. Mungkin berpapasan. Dan di sana ia mengatakan sesuatu. Tapi dari semua yang ia katakan, ada satu kalimat yang membuat aku yakin bahwa ia akan datang.”



“Apa?” Tanya Amber, Jinsoo, dan Sulli bersama namun dengan suara yang pelan agar tak menarik perhatian yang lainnya.



“Dia mengatakan bahwa dia akan kembali ketika waktunya sudah tepat. Dan sepertinya, maksud dari waktu yang tepat itu adalah saat penutupan masa tradisi.”



Ketiganya mengangguk. Sepertinya yang dikatakan Krystal ada benarnya. Yoona tidak mungkin tidak datang. Gadis itu sangat menantikan hari dimana masa tradisi yang sangat dibencinya ini berakhir. Dan hari itu tiba. Jadi tidak mungkin gadis itu tidak hadir pada hari yang telah ia tunggu-tunggu itu.



“Kalau begitu kita tunggu saja dia di luar.” Usul Amber.



“Sepertinya tak perlu. Coba kau lihat siapa yang baru saja datang.” Jinsoo mengangkat tangannya dan mengarahakannya pada sosok gadis yang baru saja memasuki auditorium.



Gadis itu dengan wajahnya yang terlihat lebih bercahaya berjalan dengan badannya yang tegak serta kepalanya yang ia angkat ke atas dengan berani. Ia mengedarkan pandangannya dan kemudian menemukan sosok Sooyoung dan Seohyun yang tengah memajukan bibirnya dan tak terlihat bersemangat. Hal itu membuat sebuah senyuman sinis tersungging dibibirnya.



Rasakan itu. Rasakan rasa kecewa itu. Walaupun rasa kecewa yang kalian rasakan berbeda dengan rasa kecewa yang ku rasakan, tetapi toh initinya sama-sama kecewa., batin Yoona.



Kemudian ia kembali mengedarkan pandangannya dan menemukan Jinsoo yang tengah melambai ke arahnya. Ia lantas memasang senyum bahagianya ketika melihat tidak hanya Jinsoo di sana, tetapi Amber, Sulli, dan Krystal juga berada di sana. Ia pun lengsung menghampiri keempatnya dan kemudian melayangkan pelukannya kepada Jinsoo.



“Akhirnya kau datang.”



“Tentu aku pasti datang Jinsoo-aa! Aku tak akan melewatkan kesempatan ini. Ini adalah kesempatan untuk kita menunjukkan diri kita.”



“Tapi Yoona-ah, kenapa kau tidak bisa dihubungi?” Tanya Sulli yang baru saja teringat usahanya untuk menghubungi Yoona beberapa hari yang lalu.



“Aku butuh waktu istirahat, makanya ponsel ku matikan.”



“Lalu apa yang kau bawa itu?” Kini giliran Amber yang bertanya setelah ia menemukan sebuah kotak sedang yang temannya itu peluk.



“Ini akan ku berikan untuk Donghae sunbea.”



“Hadiah?” Jinsoo menaikan sebelah alisnya dan menatap Yoona penuh selidik.



“Mungkin bisa menjadi hadiah tapi mungkin saja tidak..”



Setelahnya tidak ada yang bertanya lagi pada Yoona. Semua fokus langsung teralih pada sosok Jung Soo yang telah berdiri di atas podium dan telah siap untuk menyampaikan sepatah dua patah kata sebagai sambutan serta beberapa kalimat sebagai tanda bahwa masa tradisi telah berkahir.



Setelah Jung Soo selaku kepala sekolah dan para jajaran pengajar pergi meninggalkan auditorium. Sorak-sorai langsung menggema di ruangan besar itu. Walau hanya barisan pada sisi kanan podium saja yang menyuarakan kegembiraan mereka, tetapi aura bahagia mereka begitu besar dan mampu menutupi aura kelam para siswa-siswi yang masih tidak bisa merelakan berakhirnya masa tradisi.



Minhyuk yang sebelumnya tengah bercengkrama dengan Taemin dan Krystal tiba-tiba saja pergi meninggalkan keduanya. Laki-laki itu berjalan keluar dari auditorium setelah melihat seorang perempuan yang juga melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.



Krystal dan Taemin kemudian kembali bergabung dengan Yoona, Sulli, Jinsoo, dan Amber yang masih tertawa bersama. Keempatnya masih terus menyuarakan kegembiraan mereka karena masa tradisi yang telah usai. Namun saat Yoona tiba-tiba saja melangkah pergi, tawa mereka seketika terhenti dan langsung memperhatikan kemana Yoona melangkah.



Yoona melangkahkan kakinya menuju sekumupulan senior yang tengah bercengkrama di depan sana. Sebenarnya sejak beberapa saat yang lalu, ia ingin menghampiri senior-seniornya itu. Namun ia tidak melakukannya karena masih banyak teman-teman satu angkatannya yang menghampiri para senior itu. Untuk apa? Ia juga tidak tahu dan tidak ingin tahu.



Dan saat kakinya telah membawa ia berdiri tidak jauh dari para seniornya itu, raut wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat. Ia tidak lagi tersenyum. Tidak ada lagi perasaan gembira yang ia tunjukkan. Dan yang terpenting adalah tidak adanya perasaan takut seperti saat masa tradisi. Bahkan rasa kesal yang seharusnya ada dan telah berubah menjadi bola amarah tidak terlihat di wajahnya.



Wajahnya hanya menunjukan raut dingin yang tidak dapat dijelaskan seperti apa.



“Yoona?” Seru salah satu seniornya yang membuat kerumunan senior itu berhenti tertawa dan langsung mengalihkan pandangan mereka pada sosok Yoona.



“Yoona.. kau darimana saja? Kenapa belakangan ini kau tidak-”



Belum selesai Yuri -senior yang bertanggung jawab atas Jonghyun, salah satu temannya itu- menanyakan pertanyaannya, Yoona telah lebih dulu menginterupsinya agar diam dengan tak menghiraukannya dan malah menghampiri Donghae yang masih termangu di tempatnya.



Yoona menyerahkan kotak yang dibawanya pada Donghae. Lagi-lagi dengan wajahnya tidak menunjukan ekspresi apa pun. Seperti hanya sekedar menyerahkan kotak itu tanpa ada niatan lainnya. Walau sebenarnya ada maksud terselubung dalam diri gadis itu terkait isi kotak yang ia berikan pada seniornya itu.



“Untuk ku?”



Yoona hanya menganggukkan kepalanya, mengiyakan pertanyaan Donghae barusan.



“Ini apa?”



“Sunbea bisa lihat sendiri isinya. Kalau begitu aku pergi..”



Yoona segera membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi kerumunan seniornya itu tanpa mengindahkan tatapan bingung dan tak percaya yang para senionya tunjukan untuk dirinya.



Para senior itu masih terus memperhatikan kepergian Yoona sampai Eunhyuk tiba-tiba saja merangkul pundak Donghae dan membuat semua perhatian berganti pada kotak yang ada pada Donghae.



“Cepat buka kotak itu Donghae-ah! Aku ingin tahu isinya.”



Donghae yang mendapatkan perintah itu hanya melirik singkat pada Eunhyuk dan kemudian kembali fokus pada kotak tersebut. Perlahan ia membuka penutup kotak itu dan sebuah boneka kelinci menyambut matanya begitu kotak itu terbuka.



Donghae mengernyitkan dahinya saat mendapati boneka yang telah ia berikan kepada juniornya itu kini malah kembali lagi padanya. Yunho lantas mengeluarkan boneka itu dan memperhatikannya. Menurutnya tak ada yang istimewa dari boneka kelinci di tangannya itu. Ia kemudian menggiring boneka itu kepada teman-temannya yang lain agar mereka dapat melihatnya.



Namun ternyata tak hanya sebuah boneka yang tersimpan di dalam kotak tersebut, sebuah sim card ditemukan oleh Eunhyuk saat ia memperhatikan kotak tersebut.



“Sim card?” Gumam Eunhyuk sembari mengangkat kartu kecil itu ke hadapan matanya.



Donghae langsung mengambil alih sim card tersebut dari tangan Eunhyuk dan kemudian meminta ponsel temannya itu untuk mencoba sim card tersebut. Sim card yang telah terpasang pada ponsel Eunhyuk itu kemudian digunakan oleh Donghae untuk menghubungi nomornya. Dan benar saja dugaannya. Sim card itu adalah milik Yoona.



Ia tidak tahu kenapa juniornya itu memberikan boneka yang telah ia berikan dan memberikan sim cardnya. Dan di saat ia masih belum dapat mengerti maksud dari pemberian Yoona itu, ia baru ingat kalau juniornya itu baru saja meninggalkan ruang auditorium. Sontak Donghae langsung mengeluarkan kembali sim card tersebut dari dalam ponsel Eunhyuk dan mengambil boneka kelinci yang berada pada Jessica, sebelum ia pergi meninggalkan ruangan tersebut guna mencari Yoona.




*  *  *  *




Minhyuk melangkahkan kakinya dengan perlahan saat ia telah berada di taman belakang sekolah. Ia mencoba untuk tidak menimbulkan suara apa pun yang menyebabkan sosok gadis yang tengah duduk di kursi taman menyadari keberadaannya. Namun tanpa sengaja kakinya menginjak sebuah ranting yang menyebabkan gadis itu menoleh padanya.



“Sunbea...”



Langit semakin berwarna jingga. Angin juga mulai berhembus sebagai penanda bahwa malam akan tiba. Dua sosok yang tengah duduk di kursi taman tersebut tetap diam dan menikmati perubahan waktu yang terjadi di hadapan mereka. Mereka sama sekali tidak berbicara walaupun sebenarnya salah satu dari mereka ingin sekali membuka suaranya.



Waktu semakin bergerak. Dan hal itu membuat Minhyuk merasa kesal. Terlebih kepada dirinya sendiri yang tidak memiliki keberanian untuk mengajak sosok di sebelahnya berbicara. Laki-laki itu menghela napasnya pelan dengan mata yang terperjam. Ia kemudian membuka kembali matanya dan memberanikan dirinya untuk menoleh pada sosok tersebut.



“Minhyun sunbea..”



Sosok itu balas menoleh pada Minhyuk. Ia menyunggingkan senyumnya yang mampu membuat semburat merah muncul pada kedua pipi Minhyuk.



Minhyuk tertegun saat melihat senyum Minhyun. Begitu manis dan sangat cantik. Sadar bahwa ia baru saja membayangkan sesuatu yang tak seharusnya ia bayangkan, Minhyuk buru-buru menggelengkan kepalanya dan kembali fokus pada apa yang ingin ia katakan pada seniornya itu.



“Sebelumnya aku ingin meminta maaf untuk apa yang akan aku katakan pada sunbea..”



Minhyuk menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia kemudian menegakkan tubuhnya dan mencoba untuk menatap Minhyun dengan wajah serius.



“Aku tidak suka saat melihat sunbea menangis dan aku juga tidak suka saat melihat sunbea bersama dengan Donghae sunbeanim.” Aku Minhyuk cepat. Ia mengatakan hal itu tanpa memberikan jeda apa pun di setiap katanya.



“Maksud mu?” Minhyun terlihat bingung. Ia masih belum bisa mengerti dengan apa yang dikatakan Minhyuk barusan, selain karena juniornya itu mengatakannya dengan begitu cepat.



“Aku... aku... suka sunbea.” Aku Minhyuk dengan lantannya. Ia kemudian menatap Minhyun yang terlihat masih sangat terkejut dengan pengakuannya itu. Ada rasa tak enak yang menyeruak ke dalam hatinya saat melihat raut wajah Minhyun. Tapi perasaan lega mampu mendominasi hatinya begitu ia telah selesai mengatakan apa yang ia pendam sejak ia menjalani tradisi sekolah bersama dengan Minhyun.



“Minhyuk-ah, aku.. aku tak bis-”



“Aku tahu pengakuanku ini sulit untuk sunbea. Tapi ku mohon, sunbea jangan marah dan jangan menjauh dari ku. Aku tak ada maksud apa pun. Aku hanya ingin mengungkapkan isi hati ku saja. Dan aku juga tak memaksa sunbea untuk memberikan jawabannya. Karena aku tahu, kalau saat ini sunbea masih butuh waktu. Dan aku.. aku akan menunggu sampai sunbea siap untuk memberikan jawabannya pada ku.”




*  *  *  *




Donghae terus melangkahkan kakinya menyusuri koridor. Matanya terus memperhatikan sekeliling guna menemukan keberadaan Yoona. Napasnya yang sudah tersenggal tidak membuat ia putus asa dan bahkan berhenti mencari Yoona. Saat ia melewati kelas juniornya itu, matanya berhasil menangkap bayangan gadis itu. Tanpa membuang banyak waktu, ia langusng membuka pintu kelas tersebut dan menghampiri Yoona yang tengah duduk dikursi paling belakang dengan memainkan ponselnya.



“Donghae sunbea..”



Yoona melebarkan matanya begitu mendapati Donghae di ruang kelasnya. Ia lantas berdiri dari duduknya dan mengeluarkan segala aplikasi ponsel yang tengah ia gunakan.



“Apa ini?” Tanya Donghae dengan menunjukan kotak yang tadi diberikan oleh Yoona padannya.



Yoona yang awalnya terkejut mendapati kehadiran Donghae kini berubah menjadi Yoona dingin yang raut wajahnya tidak dapat diartikan oleh Donghae.



“Karena masa tadisi telah usai, jadi ku kembalikan semua itu pada sunbea. Kenapa? Apakah ada yang salah?”



Mendengar ucapan Yoona membuat amarah Donghae muncul. Ia berussaha untuk meredam amarahnya itu agar keadaan yang menurutnya telah buruk tidak bertambah buruk lagi.



“Kenapa? Apakah kau pikir kalau aku memberikan boneka kelinci ini pada mu karena masa tradisi huh?”



Yoona mengangguk.



“Kau?!?! Apakah kau masih tidak menyadari siapa aku? Aku, aku adalah anak laki-laki yang kau tolong sepuluh tahun yang lalu. Aku yang kau berikan plester bergambar permen dan menempelkan plester itu pada luka dilututku. Apakah sekarang kau masih tidak mengingatnya Yoong?” Ungkap Donghae dalam satu kali tarikan nafas.



Dari wajahnya terlihat sekali bahwa Donghae begitu kecewa dengan kenyataan yang ada di hadapannya. Apa yang ia kira akan berhasil ternyata malah menciptakan keadaan buruk yang membuat ia terlihat begitu jahat.



“Aku tahu kalau semua yang telah aku lakukan itu salah, dan aku menyesal telah memperlakukan mu seperti itu. Tidak hanya aku, tetapi teman-temanku juga. Ku pikir kau akan mengenali siapa aku di masa tradisi ini, tapi ternyata perkiraanku salah. Maaf Yoong.. aku tak bermaksud untuk membuat mu menjadi tertekan seperti sekarang ini.” Sesal Donghae.



Wajahnya tertunduk. Tangannya ia kepal dengan keras. Rasa sesal yang begitu besar tidak mampu lagi dibendungnya. Ia merasa telah menjadi laki-laki jahat. Laki-laki tak punya hati. Laki-laki tak berotak. Laki-laki yang tega membuat gadis yang telah baik padanya menderita.



“Sunbea...”



Yoona ingin menyentuh pundak Donghae, tapi laki-laki itu menepisnya.



“Kau ingin tahukan bagaimana aku bisa tahu nama panggilan mu dan juga kelinci ini?”



Donghae meletakkan kotak yang sedari tadi dipegangnya ke atas meja dan menuntun Yoona agar kembali duduk di kursi. Ia lantas menarik kursi di sebelah gadis itu dan mendudukkan tubuhnya di sana.



“Setelah kau menempelkan plester itu, sebenarnya aku ingin berterimakasih dan menanyakan namamu. Tapi seorang anak laki-laki datang dengan memanggil mu Yoong sembari melambaikan boneka kelinci yang ia pegang. Wajah mu terlihat senang saat mendapati boneka kelinci itu. Kau lantas mengambilnya dan memeluk boneka itu erat. Dan dari situ aku tahu nama panggilmu itu dan juga kelinci ini. Dan anak laki-laki itu, aku yakin dia adalah Lay. Teman terbaik yang kau punya.”



Tanpa sadar helaan lolos dari bibir Donghae. Rautnya kian menunjukkan seberapa besar rasa sesal yang ia rasakan.



“Sunbea... maaf karena aku tak ingat tentang mu.”



Yoona menundukkan kepalanya. Ia merasa tak enak hati pada Donghae. Ternyata apa yang ia pikirkan tentang seniornya itu tak sepenuhnya benar. Seniornya itu memang melakukan hal tak berotak yang membuatnya selalu merasa tertekan. Tetapi ternyata dibalik itu, ia melakukan itu untuk memberitahu dirinya bahwa ia adalah anak laki-laki yang dirinya tolong ketika kecil.



Donghae menolehkan kepalanya. Ia menatap Yoona yang tengah tertunduk. Entah kenapa tangannya tergerak untuk mengangkat wajah itu. Membuat mata itu menatapnya.



“Kau tidak perlu meminta maaf.. aku yang salah. Aku terlalu berlebihan. Seharusnya aku mengatakannya saja sejak awal dan tidak perlu melakukan hal-hal itu. Maaf Yoong..”



Donghae meraih tangan Yoona dan menggenggamnya erat. Begitu erat hingga membuat Yoona merasakan darahnya mengalir cepat dengan tiba-tiba.



“Aku tahu kalau apa yang akan aku katakan ini terlalu tiba-tiba untukmu. Tapi aku tidak ingin diam lagi dan membuat keadaan menjadi lebih buruk dari sekarang.”



Donghae semakin mengeratkan genggamannya dan menatap lebih dalam pada manik mata Yoona. Ia kemudian memejamkan matanya sejenak dan kembali membukanya perlahan.



“Kau adalah gadis pertama yang hadir dihidupku. Kau juga yang membuat aku merasakan perasaan ingin memiliki untuk pertama kali. Kau begitu berati untuk ku Yoong.... Mungkin aku berlebihan, tapi jujur, aku ingin memiliki mu.”



Pengakuan itu berakhir dengan helaan lega yang keluar dari bibir Donghae. Memang tidak seharusnya ia seperti itu. Merasa lega ketika gadis di depannya terkejut dengan pengakuannya. Ya.. Yoona terkejut. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.



Donghae.. seniornya itu baru saja menyampaikan isi hatinya. Padanya. Pada di-ri-nya.



“Kau tidak perlu memberikan jawaban apa pun tentang hal ini. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan selama ini saja. Sekali lagi maaf untuk perlakuan ku dan teman-temanku yang lain. Semoga dengan berakhirnya masa tradisi ini, kau tak lagi merasa tertekan.” Donghae menjeda ucapannya. Wajahnya terlihat sedih.



“Kalau begitu aku pergi.. sampai jumpa Yoong.”



Donghae bangkit dari duduknya. Ia berjalan ke belakang Yoona dan berhenti beberapa saat di sana. Kepalanya tertunduk dan kemudian kembali terangkat. Wajahnya pun telah kembali dihiasi oleh senyum manis yang sebelumnya sempat menghilang saat kepergian Yoona.



Sebelum ia benar-benar meninggalkan Yoona di ruangan itu. Ia mengusap puncak kepala gadis itu dengan lembut. Berharap sentuhannya itu mampu menyampaikan segala rasa yang ia rasakan untuk gadis itu. Setelahnya, ia benar-benar melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Yoona yang masih terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya.



Yoona masih terdiam dengan matanya yang melebar. Namun secara tiba-tiba dan entah bagaimana bisa, satu tetes cairan bening jatuh dari matanya.



Kini semua yang ada di dalam hatinya menjadi aneh. Ia merasakan perasaan yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya. Dimana perasaan itu membuat kerja tubuhnya berubah. Dimulai dari detakan jantungnya yang berubah cepat. Darahnya yang tiba-tiba saja berdesir. Napasnya yang seakan tercekat. Dan hatinya yang entah kenapa merasa sakit saat mengingat setiap pengakuan yang keluar dari bibir Donghae.



“Apa yang terjadi? Kenapa ada perasaan seperti ini di dalam diriku??



 Ia pegangi dadanya yang terasa ngilu. Ia juga menarik napasnya dalam dan menghembuskannya dengan harapan bahwa rasa sakit itu dapat menghilang dari dalam dirinya. Tapi ternyata tidak. Rasa sakit itu tidak hilang dan malah semakin bertambah saat bayang-bayang Donghae kembali hadir dipikirannya dan juga kotak sedang yang sebelumnya ia berikan pada seniornya itu.



Ia membuka tutup kotak tersebut dan mengeluarkan boneka kelinci pemberian Donghae dari sana. Ia pandangi boneka itu dan entah kenapa rasa sakit itu malah semakin bertambah besar.



“Apakah.. apakah ini perasaan yang sama seperti yang dia rasakan?”





E  .  N  .  D





Internship udah.
Laporan udah. Tinggal konsultasi dan revisi *tapi ini entah kapan*
PPT presentasi udah. Tinggal tunggu hari Rabu aja.
 

So.. karena semua yang memberatkan udah selesai, jadi aku balik nih sama Time yang juga harus berakhir di usianya yang hampir menginjak 5 tahun tapi kurang 3 hari. Yap.. kurang 3 hari karena aku baru aja liat kalau pertama kali publish teasernya itu 19 November 2012. Dan yaa.. baru selesai 16 November 2017. *sangat hebat banget ngaretnya hahaha*


Maaf atas kengaretan yang super itu sampai ngebuat kalian nungguin bertahun-tahun buat tau endingnya yang ternyata mungkin tidak memuaskan kalian. Tapi apa daya, memang itu yang ada dipikiran ku pas nulis endingnya.


But, apa pun itu aku mau ngucapin terima kasih sama kalian yang udah setia baca dan nunggu TIME. Akhirnya 1 ceritaku bungkus juga, setidaknya berkurang beban nulis chapter berhubung lagi banyak deadline tulisan chapter yang harus diserahkan ke PA di kampus hahaha *ini maksudnya laporan internship, proposal skripsi, dan tentunya si skripsi itu sendiri*.

 
Oke.. cuap-cuapnya sampai di sini ya. Let's meet again in another YoonHae project or another project of me. Thank you so much guys.
Bye.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts