Time Part 8 - Hurt









*  *  *  *







Semilir angin berhembus menerbangkan helai demi helai rambut gadis yang tengah menikmati pemandangan di sekitarnya. Pemandangan yang biasa yang akan selalu dilihatnya hingga tiga tahun ke depan itu membuat efek tersendiri bagi wajah gadis itu. Entahlah menyebutnya bagaimana? Karena sesungguhnya ini pertama kalinya wajah gadis itu seperti saat itu. Tenang dan nyaman. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang lelah, kesal, dan penuh beban.



Gadis itu menapaki tiap jalan setapak yang pada akhirnya akan membawa ia pada sebuah tempat dimana menjadi tempat kesukaannya. Tempat yang akan menjadi tempat pelariannya. Tempat yang akan mendengar seluruh keluh kesahnya. Tempat dimana ia berbagi kesenangannya. Dan masih banyak lagi yang akan ia lakukan di tempat itu. Namun langkahnya harus terhenti saat kedua iris matanya menangkap siluet tubuh seseorang yang ia yakini sebagai seniornya. Ya.. senior yang pada awalnya selalu membuat ia kesal, marah, dan tak habis pikir. Tapi entah mengapa belakangan ini semua itu berubah. Bahkan ia tak tahu sejak kapan perubahan itu terjadi. Yang jelas hanya ada satu kata yang dapat menggambarkannya yaitu, nyaman.


Gadis itu merubah haluannya menuju balik pohon yang berada tak jauh dari kursi taman dimana laki-laki itu berada. Ia menyembunyikan tubuh mungilnya disana, dan mencoba untuk melihat apa yang tengah dilakukan sosok itu. Matanya memicing, dahinya berkerut, dan kepalanya ia miringkan ke sisi kanan.


“Apa yang ia lakukan?” Gumamnya. Ia hendak keluar dan menghampiri sosok itu andai saja seseorang tak muncul dan membuat ia mengurungkan niatnya. Gadis itu kembali bersembunyi di balik pohon dan kembali memunculkan sedikit kepalanya guna melihat apa yang akan terjadi.



Donghae-ah..” Laki-laki itu diam. Tak memperdulikan sosok yang tengah mencoba mengajaknya bicara.


Bolehkah aku duduk?” Tanyanya namun tetap tak mendapatkan jawaban apa pun. Laki-laki itu tetap saja diam seakan sosok di depannya hanyalah angin yang tengah berhembus.


Sosok itu menghela nafasnya. Sebelumnya ia telah memperkirakan bahwa hal seperti itu akan terjadi. Bahkan jauh sebelumnya, ia telah memperkirakan bahwa saat itu akan datang. Saat dimana ia dimintai pertolongan. Saat dimana ia harus menghadapi sosok Donghae yang seperti itu.


Tak memperdulikan Donghae yang tetap tak menggubris keberadaannya, sosok itu langsung saja mendudukan tubuhnya tepat di samping Donghae. Ia menatap sekilas sosok Donghae yang entah tengah melihat apa. Apakah kotak berwarna coklat atau kotak berwarna biru. Atau apakah ia tengah tak melihat apa pun? Entahlah.. tak ada yang tahu pasti mengenai hal itu selain diri laki-laki itu sendiri dan Tuhan.


Sosok itu kembali mengalihkan pandangannya. Menurutnya memperhatikan rerumputan lebih baik dibandingkan bagaimana raut temannya kini. Bagaikan kertas lecak yang seharusnya sudah berada di dalam tempat sampah. Ia kembali menghela nafasnya. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas setelah dimintai tolong oleh teman-temannya yang lain.


“Sebenarnya-


Apa yang ia katakan?” Selak Donghae. Masih dengan melihat sesuatu yang tak diketahui apa oleh sosok tersebut.


Sunny mengatakan kalau ia merasa kau telah berubah, dan ia takut. Takut andai saja mimpinya akan menjadi kenyataan.” Papar sosok itu yang tanpa diduga membuat perhatian Donghae langsung beralih padanya.


Mimpi?” Ulang Donghae mencoba meyakinkan apa yang baru saja didengarnya.


Sosok itu menganggukan kepalanya singkat. Ia lalu menyenderkan tubuhnya dan kembali menghela nafas panjang.


Mimpi apa? Apa yang ia mimpikan? Cepat ceritakan padaku!” Cecar Donghae. Sosok itu masih diam. Ia terlihat tengah mencari kata-kata yang tepat untuk menceritakan apa yang dikatakan Sunny padanya.


Sosok itu kembali menghela nafasnya. Dan seakan helaan itu merupakan helaan terakhir hidupnya karena setelah itu ia kembali meluruskan pandangannya dan wajahnya berubah serius. “Ia terjatuh disebuah ruangan besar berwarna putih yang tak berisikan apa pun. Hanya ada dirinya di sana. Dan tiba-tiba kau muncul..” Sosok itu menghentikan ceritanya. Ia kembali menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar.


Tetapi kau...... kau tak menolongnya. Kau mengabaikannya dan memilih pergi dengan.........” Dan untuk kedua kalinya sosok itu menggantungkan ceritanya. Tak tahu apa tujuannya. Apakah ia sengaja memebuat Donghae menjadi penasaran? Atau ia memang tak tahu harus menceritakannya dengan bagaimana?


Dengan? Dengan siapa??


Sosok itu kembali menghela nafasnya dan kali ini terdengar lebih berat dari sebelumnya. “Dengan......... dengan Im Yoon Ah.” Jawab soosk itu lemah. Ya... ia telah menceritakan semuanya. menceritakan yang seharusnya tak ia ceritakan karena janjinya dengan Sunny. Namun mau bagaimana lagi, Donghae temannya dan ia harus mengatakan yang sebenarnya pada laki-laki itu.


Masih dengan rasa keterkejutan yang membuncah, Donghae segera bangkit dan pergi meninggalkan sosok itu. Sementara itu, gadis yang sedari tadi terus mendengarkan percakapan Donghae dan sosok itu tengah menatap gamang sesuatu di depannya. Ia telah membalikkan tubuhnya dan menggunakan pohon yang tadi menyembunyikan dirinya sebagai sandaran. Ia menghembuskan nafasnya. Tangannya menyentuh dada kirinya.


“Sakit..” Ujarnya lemah. Dan kemudian setetes cairan bening jatuh begitu saja dari matanya.



o  O  O  O  o



Yoona merebahkan tubuhnya. Kepalanya terasa pening dan matanya terasa panas. Ia menarik selimut yang terlipat di dekat kakinya, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan itu. Tak memperdulikan suara memekikan sosok gadis yang berada di bawah, Yoona lebih memilih untuk memejamkan matanya. Merasakan rasa sakit dikepalanya dalam diam. Dan tak lama, cairan bening kembali jatuh membasahi wajahnya.


“Tsk... terserah kau saja. Yang jelas aku sudah memberitahumu. Jadi jangan salahkan aku kalau Lay marah karena kau tak datang.” Umpat gadis itu.



Yoona POV


Kukerjapkan mataku perlahan guna menstabilkan pandanganku yang memburam. Aku menghela nafas. Rasanya seperti habis melakukan kerja berat yang membuat tulang-tulangku terasa ingin patah. Kubangkitkan tubuhku dan bersandar pada dinding yang telah kuletakkan bantal. Kembali, aku menghela nafas. Rasanya seperti ingin menghilangkan seluruh beban yang tengah bersarang ditubuhku, tapi itu mustahil! Sampai-sampai aku hanya mampu menghelakan nafas guna memperingan beban-beban itu.


Kuraih ponselku yang tergeletak di atas nakas di samping ranjang. 22.00? Jadi... sedari tadi aku tertidur?? Ya Tuhan... bagaimana bisa? Aku belum mengerjakan tugas-tugasku. Lalu sekarang???? Aaagghh... menyebalkan. Kenapa disaat seperti ini harus ada sesuatu yang bernama tugas????


Dengan berbagai macam gerutuan, aku segera bangkit meninggalkan ranjang. Bergegas turun menghampiri tempat dimana benda-benda laknat itu berada. Kududukan tubuhku pada kursi dan segera membuka lembaran pada buku yang bertuliskan matematika di depannya. Oh come on... kenapa saat ini malah pelajaran menyebalkan ini?? Kemana bahasa inggris? Atau pelajaran yang lain yang tak membuatku harus menghitung???


Dengan berat hati... ah teramat berat, aku mulai membaca soal dengan angka satu yang bertengger di sampingnya.


“Persamaan tiga m min tujuh x kuadrat dikurang lima x dikurang satu sama dengan nol mempunyai akar-akar riil berkebalikan, maka nilai m adalah......”


Soal macam apa ini? Kenapa harus tiga m min tujuh?? Lalu kenapa harus ada m diantara persamaan menyebalkan itu?? Aaarrgghhh... ini baru nomor satu. Bagaimana dengan nomor-nomor yang lainnya??? Aaaaa menyebalkan??!!!



Author POV


Yoona meregangkan tulang-tulangnya setelah selama satu jam ia berjibaku dengan buku-buku, lembaran-lembaran, kertas-kertas tak berdosa dengan coretan disetiap sisinya, serta alat tulis. Rasanya satu jam duduk dengan sepuluh soal matematika, bagaikan duduk sepuluh jam penuh dengan posisi tegak. Lelah, letih, lesu... semua menjadi satu.


Ia melirik singkat pada jam dinding yang terpajang di dalam kamarnya. 23.10. Memang sudah malam, tetapi kepala serta otaknya sangat membutuhkan udara segara saat itu. Ya.. setidaknya sekedar keluar dari kamar beberapa saat lalu kembali lagi untuk menikmati sisa-sisa malam yang harus terkorbankan hanya untuk sepuluh soal matematika tak berperasaan itu, tak apa bukan? Dan akhirnya, tubuh mungil itu memutuskan untuk bangkit, mengambil jaket yang tersampir pada sandaran kursi dan bergegas keluar dari kamar.


Jam yang telah menunjukan pukul sebelas malam membuat koridor saat itu bagaikan jalan kosong tak berpenghuni. Sepi, sunyi, dan hanya ada suara angin yang terdengar. Namun sepinya koridor tak membuat gadis itu mengurungkan niatnya untuk mencari udara segar guna menjernihkan otaknya dari segala macam angka dan huruf yang telah bersarang dan membuat jaring laba-laba di sana.


Kakinya terus melangkah membawa ia menuju sebuah taman yang tanpa dijelaskan pun kalian sudah tahu, taman apa itu. Ya.. taman belakang dorm yang menjadi tempat kesukaannya. Yoona berjalan menuju kursi taman dan duduk disana. Menghirup banyak-banyak udara segar yang tersedia di tempat itu. ia memejamkan matanya. Mencoba untuk menghilangkan semua yang berhubungan dengan tugasnya tadi. Namun alih-alih menghilangkan memori akan tugas matematika, memori lain malah muncul dan ia bagaikan tersambar petir. Ia tercekat. Nafasnya memburu dan jantungnya bergemuruh tak menentu.


Yoona kembali mengerjapkan matanya. Menggelengkan kepalanya kencang berharap bahwa ingatan itu segera menghilang dari pikirannya. Ya... setidaknya akan lebih baik jika pikirannya dipenuhi dengan soal-soal tadi dibandingkan ingatan akan kejadian yang beberapa jam lalu ia saksikan.


“AAAAAAAAAA!!!” Teriaknya.


Ia menelan salivanya. Mengatur nafasnya yang tak teratur, serta menyekah tetes air yang tiba-tiba saja jatuh bersamaan dengan teriakannya.


“Sakit. Kenapa rasanya sakit??” Ia memegangi dadanya. Menekannya kencang dengan mata yang terpejam.



o  O  O  O  o



Suara cicitan burung telah terdengar dan menjadi backsound pagi itu. Seluruh murid telah siap dengan seragam mereka dan tas sekolah mereka. Setelah itu mereka bergegas menuju cafétaria dorm guna mengisi perut mereka yang kosong sebelum memulai aktivitas pagi itu.


Kamar 405, kamar dimana Yoona dan Sooyoung serta Seohyun tinggal. Ya.. kamar yang mendapatkan predikat sebagai kamar ternyaman serta terunik dari para senior saat pesta penutupan masa tradisi. Namun sayangnya suasana pagi itu tak senyaman biasanya. Gadis-gadis muda yang biasanya memenuhi ruangan itu dengan teriakan-teriakan tak berguna kini malah terdiam bagaikan telah terjadi angin topan di depan mereka. Dan semua itu bersumber dari gadis yang baru saja turun dari tempat dimana ranjangnya berada.


Gadis itu dengan matanya yang agak membengkak serta kelesuan yang terlihat diwajahnya berjalan menuju meja belajarnya. Memasukkan buku-buku yang akan ia pelajari hari itu ke dalam tas. Dan kemudian beralih mengenakan sepatu yang tersimpan di rak sepatu. Seohyun memperhatikan teman satu kamarnya itu dengan alis yang bertaut. Oh jangankan Seohyun, Choi Sooyoung, gadis yang sangat anti melihat sesuatu yang menyedihkan serta tak sedap dipandang mata karena dapat menghancurkan moodnya ternyata juga tengah menatap gadis yang tengah duduk di hadapannya.


Ia hendak bertanya pada gadis itu, namun urung mengingat bagaimana watak gadis itu jika wajahnya telah berubah menjadi seperti serigala yang kehilangan mangsanya. Sementara gadis yang mejadi objek bagi Sooyoung dan Seohyun, setelah ia selesai mengikat tali pada sepatu yang ia kenakan, gadis itu segera beranjak dari sofa dan pergi keluar. Sooyoung dan Seohyun yang melihat itu hanya mampu menghela nafas mereka.


“Sekarang apa lagi?” Gumam Sooyoung bersamaan dengan suara debaman pintu yang ditutup.



o  O  O  O  o



Satu jam sudah berlalu sejak bell masuk berbunyi nyaring. Namun keadaan yang kondusif tetap berjalan selama Cho seosangnim atau akrab dengan panggilan Kyuhyun saem mengajar di kelas 1 A, kelas dimana Yoona akan menjadi bagian di sana selama satu tahun ke depan. Pria dengan kacamata yang bertengger dihidungnya itu terus menuliskan angka-angka dan huruf pada papan tulis, dengan berbagai penjelasan yang keluar dari mulutnya.


Sementara pria bermarga Cho itu tengah asyik menjelaskan mata pelajaran yang diajarnya, murid-murid yang berada di belakangnya juga tengah asyik mencatat segala macam tulisan yang pria itu tulis. Tak tanggung-tanggung, bahkann apa yang pria itu ucapkan juga mereka tulis guna mempermudah mereka dalam memahami mata pelajaran yang paling dibenci oleh sebagian murid di muka bumi ini.


Namun berbeda dengan teman-teman sekelasnya, Yoona malah tengah disibukkan dengan pikirannya yang sama sekali tak berhubungan dengan matematika, pelajaran yang tengah diajarkan oleh Kyuhyun. Melupakan bagaimana seorang Cho Kyuhyun -yang mendapat julukan sebagai kepala sekolah kedua- saat ia menemukan ada salah satu muridnya yang tak mendengarkannya. Dan beruntungnya sampai bell istirahat berbunyi, pria berkacamata itu tak mengetahui bahwa ternyata di kelas 1 A ada salah satu muridnya yang raganya berada di sana tetapi pikirannya tengah berada di tempat lain.


Kyuhyun menutup perjumpaan hari itu dengan memberikan beberapa hadiah untuk murid-muridnya kerjakan. Dan setelah itu, ia keluar dari kelas tersebut. Yoona yang menyadari kepergian Kyuhyun, dengan cepat bangkit dari duduknya dan bergegas keluar dari kelas setelahnya. Ia tetap berjalan walaupun teman-temannya memanggilnya. Seakan telinganya telah ia sumbat dengan kapas tebal hingga membuat ia tak dapat mendengar apa pun selain detak jantungnya sendiri.


Kaki jenjangnya terus melangkah menembus keramain koridor mengingat saat itu merupakan jam istirahat. Ia berjalan menaiki anak tangga menuju rooftop sekolah. Tempat ternyaman dan tertenang baginya yang ada di bangunan tempat ia menuntut ilmu. Yoona berjalan menuju bagian terpojok rooftop. Duduk disana dengan tanpa beralaskan apa pun selain pakaian yang ia kenakan. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding pembatas. Memasang headset yang dibawanya dan mulai menekan tombol on pada pemutar musik.


Yoona memejamkan matanya. Menikmati alunan musik yang tengah mengalun dengan semilir angin yang berhembus yang menerbangkan anak-anak rambutnya. Ia menghela nafas. Berulang kali, bahkan sudah tak terhitung sejak ia berada di tempat itu. Yoona kembali membuka kelopak matannya. Tangannya bergerak menyentuh dadanya. Dan tangan yang satunya terkepal seperti tengah menyalurkan segala macam bentuk rasa yang tengah ia rasakan.


Ia kembali memejamkan matanya. Berharap bahwa dengan melakukan itu, ia mampu menghilangkan perasaan yang tengah berkecamuk tak menentu dihatinya. Hingga membuat ia ak menyadari seorang laki-laki telah duduk di sampingnya. Menatapnya dengan tatapan bingung.


Cukup lama sosok itu memperhatikan gadis di sampingnya dalam diam. Hingga akhirnya ia membuka suara guna memberi tahu keberadaannya pada gadis tersebut. “Apa yang tengah kau dengarkan?”


Sontak Yoona membuka matanya. Melepaskan headset yang tengah ia pakai dalam satu kali tarikan. Dan ketika ia melihat sosok itu, matanya membulat seketika. “Su... sun-bea?” Jari telunjuknya terangkat menunjuk wajah sosok itu.


“Terimakasih.. aku menyukai ini.” Ucap sosok itu sembari menunjukkan apa yang tengah menutupi lehernya.


“Eoh... Em, iya sunbea.”


Mereka kembali terdiam. Tak ada yang bersuara setelah ucapan terima kasih itu terucap. Mereka membiarkan keheningan menyelimuti mereka. Membiarkan berbagai macam pikiran menguasai tubuh serta otak mereka. Hingga lagi-lagi sosok itu-lah yang menghancurkan benteng keheningan itu .


“Apakah kau ingin mendengarkan ceritaku? Aku membutuhkan seseorang sebagai tempat berbagi.”


“O.. tentu. Ke.. ke-na-pa ti-dak sunbea.” Ucap Yoona ragu.  Namun setelahnya ia benar-benar merutuki kebodohannya. Oh ayolah.. adakah manusia di muka bumi ini yang memberikan peluang untuk dirinya tersakiti? Tidakkan. Tetapi saat itu, Yoona malah melakukannya. Melakukan hal bodoh yang akan membuatnya menjadi sakit.


Sosok itu menghembuskan nafasnya. Dengan mata yang masih terus menatap ke depan, ia memulai ceritanya. “Mungkin kau akan tertawa saat mendengarnya.” Ia mengeratkan syal yang tengah dipakainya.


“Aku dan Minhyun sudah sangat dekat. Kami berteman sejak kecil. Dan beberapa bulan yang lalu, aku memutuskan untuk mengutarakan perasaanku padanya. Dan ternyata, tanpa kuduga. Ia.... ia menerima perasaanku.” Sosok itu memberi jeda. Ia kembali menghirup oksigen di sekitarnya dan menghembuskannya dengan sedikit kasar.


“Tapi... semua berubah saat.... saat... ah! Lupakan saja. Oh iya, bagaimana dengan perlombaan kita? Apakah kau sudah melihat hasil editan Yixing?” Tanya sosok itu. Ia memutar tubuhnya. Menatap Yoona yang tengah melihatnya sejak ia mulai bercerita.


“Hei.. Im Yoon Ah. Apa kau mendengarku?” Sosok itu mengibaskan tangannya tepat dihadapan Yoona. Namun Yoona tetap tak meresponnya. Ia hanya diam, menatap sosok itu dengan pandangan yang tak dapat diartikan.


“Hei.. Im Yoon Ah.” Ulang soosk itu. Ia kembali mengibaskan tangannya. Namun, untuk kedua kalinya, Yoona tetap tak bergeming.


“Yoona..” Sosok itu kembali berucap. Dan kini, ia menggerakkan pundak Yoona. Membuat gadis itu benar-benar tersadar dari lamunannya.


“Em.. iya?”


“Kau kenapa? Apakah kau sakit?” Tanya sosok itu. Ia meletakkan tangannya didahi Yoona. Mencoba merasakan suhu tubuh gadis itu.


Yoona yang merasakan sesuatu yang aneh mengalir didarahnnya saat tangan sosok itu menyentuh dahinya, langsung menepiskan tangan tersebut dan bangkit dari duduknya. “Ah aku lupa, tadi Sooyoung mencariku. Kalau begitu aku permisi sunbea. Maaf sebelumnya.” Ia merundukkan tubuhnya singkat, kemudian berbalik dan langsung pergi meninggalkan tempat itu.


Secepat mungkin ia melangkahkan kakinya pergi. Tak peduli dengan apa yang dipikirkan sosok itu akan dirinya. Yang ia pedulikan kini hanyalah tubuhnya yang tengah bereaksi pada sosok itu. Pada cerita yang baru saja diceritakannya. Dan pada wajah sendunya.


Tepat setelah tubuhnya menghilang dan bersandar pada dinding dorm, setetes cairan bening jatuh begitu saja dari matanya. Ya... gadis itu, Yoona, ia menangis. Menangisi sesuatu yang ia sendiri tak tahu alasan kenapa ia harus menangisisnya. Tetapi yang jelas hatinya meminta untuk mengalirkan cairan bening itu dari matanya. Mengeluarkan seluruh perasaan sakit yang tiba-tiba saja menghantamnya saat sosok itu memulai ceritanya.



o  O  O  O  o



“Oh Donghae-ah, darimana saja kau?”


“Dari rooftop.” Balas Donghae singkat. Ia melepaskan syal-nya. Menaruhnya di atas meja.


“Rooftop?” Tanya sosok itu lagi. Ia memiringkan kepalanya begitu mendengar kata taman keluar dari mulut laki-laki itu.


“Berbicara dengan Yoona. Tapi ia buru-buru pergi, katanya teman sekamarnya, mmm.... Soo-young? Ya.. Sooyoung mencarinya.” Jawab Donghae. Ia mengistirahatkan tubuhnya pada sofa, tempat dimana sosok yang bertanya padanya berada.


“Sooyoung? Kau bercanda? Gadis itu tadi pergi bersama Amber dan Sulli. Tadi aku baru saja bertemu dengannya.”


“Apa? Maksudmu.. Sooyoung tidak mencari Yoona?”


Sosok itu menggelengkan kepalanya. Kemudian ia kembali fokus pada lembaran-lembaran majalah yang berada dipangkuannya.



o  O  O  O  o



Seohyun menatap bingung lantai atas kamarnya. Sejak kepulangan sang pemilik tempat, suasana kamar benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Tawa renyahnya akibat menonton adegan lucu kartun kesukaannya tiba-tiba saja menghilang saat gadis pemilik ranjang atas datang dengan mata yang bengkak. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, gadis itu langsung melesat menuju ranjangnya. Menenggelamkan dirinya dan juga tangisnya disana. Dan ingat, ia juga membiarkan Seohyun bertanya-tanya akan dirinya yang, ya... dapat dibilang berantakan.


Bagaimana tidak? Tadi, sebelum gadis itu pergi, ia masih terlihat baik-baik saja. Rambutnya terikat dengan rapih. Bajunya tak kusut dan tak bernoda. Dan yang paling penting adalah, diwajahnya masih terpatri senyum khasnya yang tak dimiliki oleh orang lain selain dirinya. Namun saat ia kembali, semua berubah. Benar-benar berubah. Tak ada pakaian rapih. Rambut kuncir ekor kudanya juga sudah tak berbentuk. Dan wajahnya... wajahnya sangatlah menyedihkan. Tak ada senyuman disana, tetapi hanya mata yang bengkak dan juga isakan kecil yang terdengar.


“Yoona.. apa kau baik-baik saja?” Panggil gadis itu dari lantai bawah. Ia mendongakan kepalanya guna melihat keadaan gadis itu. Namun apa yang ia lihat sejak kepulangan Yoona sampai detik itu, tetap tak berubah. Yoona, ya.. gadis itu tetap membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan menenggelamkan wajahnya pada bantal.


“Yoong, a-” Belum sempat Seohyun melanjutkan ucapannya. Seseorang telah lebih dulu mengetuk pintu kamarnya.


“Iya sebentar.” Balas Seohyun. Ia hendak membuka pintu kamarnya, namun terhenti sejenak saat suara Yoona menggema di ruangan itu.


“Kalau ada yang mencariku, bilang saja aku sudah tidur.” Singkat. Ya.. kalimat itu terlampau singkat untuk Seohyun yang sedari tadi terus memanggilnya. Menanyakan keadaannya.


Seohyun mengangguk, lantas ia kembali berjalan menuju pintu guna membukanya. Dan saat pintu terbuka, seorang laki-laki langsung menyeruak masuk ke dalam. Membuat Seohyun yang tepat berdiri di depan pintu terdorong hingga tubuhnya menabrak daun pintu.


Seohyun segera menegakan kembali tubuhnya dan berjalan menghampiri laki-laki itu. “Untuk apa sunbea kemari?” Tanya Seohyun. Oh... adakah manusia baik selain Seo Joo Hyun dimuka bumi ini? Seorang gadis yang bahkan tak menunjukkan kekesalannya setelah mendapat dorongan yang membuat tubuhnya terasa sakit.


“Apakah Yoona ada?”


“Eemm.. dia ada di atas. Di-” Belum sempat Seohyun menyelesaikan ucapannya, sosok itu telah lebih dulu berjalan menuju lantai atas. Meninggalkan Seohyun yang menatapnya bingung.


“Su-sun.. bea. Donghae sunbea tunggu.”


Donghae, ya... laki-laki itu adalah Lee Donghae. Senior yang mendapatkan tugas untuk melakukan tradisi sekolah dengan Yoona. “Ada apa?” Tanya Donghae. Ia memutar tubuhnya menatap Seohyun.


“Emm.. Yoona sedang beristirahat. Tolong jangan ganggu dia.”



o  O  O  O  o



Cicitan burung yang biasanya terdengar disetiap pagi, saat itu tak terdengar. Malah suara hembusan angin yang menyapa seluruh penghuni pagi itu. Hawa dingin yang ditiupkan oleh sang angin membuat sebagian besar manusia enggan untuk meninggalkan ranjangnya. Temaksud dengan Yoona yang pagi itu belum juga beranjak dari ranjangnya padahal Sooyoung telah mengomelinya dari lantai bawah.


“Sampai kapan kau mau tidur Yoona?? Cepat bangun! Kalau tidak kau akan terlambat!!” Teriak gadis itu lagi. Ini sudah kali kesekiannya ia memanggil gadris bermarga Im itu untuk segera bangun. Namun sang pemilik nama tak menggubrisnya. Bahkan ia tak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mendengar suara merdu Sooyoung -yang akan merusak gendang telinga jika terlalu lama mendengarnya-.


“Aahhh anak itu meneybalkan!” Gerutu Sooyoung. Setelah dasi yang tengah ia kenakan telah terpasang dengan sempurna, ia memutuskan untuk menghampiri Yoona dan membangunkan gadis itu. Namun baru saja ia mempersiapkan suaranya, matanya menangkap sesuatu yang aneh dari balik selimut yang tengah dikenakan gadis itu. Dengan cepat ia sibakan selimut itu, dan betapa terkejutnya ia saat mendapati wajah pucat Yoona dengan tubuh bergetar.


“Kau kenapa?”


Sooyoung meletakan tangannya pada dahi Yoona. Dan seketika mulutnya membentuk huruf O dan ia langsung berlari turun ke bawah.


“Ada apa?” Tanya Seohyun yang sedang memasukan buku-buku ke dalam tasnya.


“Yoona.. dia. Argh.. badannya panas sekali. Aku harus segera memanggil dokter dorm, kau jagalah dia sebentar.” Ucap Sooyoung cepat.



*****



“Bagaimana keadaannya?” Tanya Sooyoung khawatir. Dokter baru saja selesai memeriksa Yoona, namun gadis bernama lengkap Choi Sooyoung itu sudah menghalangi kerja dokter hanya untuk menanyakn keadaan Yoona.


“Dia hanya demam. Sepertinya ia kelelahan. Dan......” Dokter itu menggantungkan ucapannya. Ia menatap Sooyoung dengan tatapan yang membuat gadis itu sendiri bingung.


“Ada apa dokter? Apakah terjadi hal lain?”


“Eemmm.. apakah ia mempunyai riwayat penyakit?”


Sooyoung manaikan alisnya. Riwayat penyakit? Im Yoon Ah? Ya.. walaupun tubuh gadis itu kurus tetapi setaunya, gadis itu tak memiliki riwayat penyakit apa pun. Sooyoung memiringkan kepalanya, mencoba mengingat-ngingat kapan Yoona pernah sakit. Namun sepanjang ia mengingat sepanjang itu juga ia tak pernah mengetahui kapan Yoona sakit.


“Ah aku ingat. Dahulu ia pernah sakit karena memikirkan nilai akhir kelulusan.” Ucap Seohyun membuat Sooyoung dan juga dokter langsung menatapnya.


“Sebenarnya, teman kalian akan mudah sakit apabila ia terlalu memikirkan suatu hal dengan sangat keras. Jadi tolong jangan biarkan ia memikirkan hal-hal berat untuk beberapa hari ini.” Ucap dokter. Ia kembali mengemasi perlengkapannya.


“Kalau begitu saya permisi.”



o  O  O  O  o



Suara riuh pagi itu masih saja terdengar hingga bell pertanda jam pertama akan dimulai telah berbunyi dengan nyaring. Seluruh murid yang sebelumnya tengah berbincang disepanjang koridor kini berpindah menuju kelas masing-masing tanpa menghentikan topik pembicaraan mereka. Namun berbeda dengan murid lainnya, sosok Donghae malah dengan terengah mausk ke dalam kelasnya. Peluh sedikit membasahi dahinya. Dan hal itu membuat Enhyuk yang duduk di sebelahnya dan juga Sungmin serta Jaejoong menatapnya bingung.


“Kau habis darimana?” Tanya Eunhyuk. Ia menatap temannya itu bingung, sangat bingung karena itu pertama kalinya ia melihat Donghae dengan peluh dipagi hari.


“kelas 1 A.”


“1 A? Bukannkah itu kelas Im Yoon Ah?” Tanya Yunho yang telah berbalik ke belakang guna melihat Donghae.


Sementara itu, Donghae hanya menganggukan kepalanya. Ia masih sibuk membersikan butiran-butiran keringat didahinya.


“Apa yang kau lakukan disana?” Tanya Sungmin. Ia menatap bingung temannya itu. Ini bukan sosok Lee Donghae yang ia kenal. Donghae yang ia kenal berbeda dengan Donghae yang ada di hadapannya.


“Aku ingin bertemu dengannya. Ada yang harus aku tanyakan.”


“Tanyakan? Apakah masalah Yoona yang berbohong padamu?”


Donghae berbalik menatap Eunhyuk. Ia juga menghentikan apa yang tengah ia kerjakan. “Darimana kau tahu?” Tanya nya sedikit terkejut namun tetap dengan membasuh peluhnya.


“Yoochun yang mengatakannya padaku kemarin.”


“Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Ini bukan dirimu Donghae-ah..” Ucap Sungmin lagi. Ia masih belum bisa mengerti dengan apa yang tengah dipikirkan temannya itu.


“Entahlah, aku tak tahu. Tapi yang pasti aku ingin bertemu dengannya. Hanya itu..” Balas Donghae.


Sungmin yang mendengar itu seketika menghela nafasnya. Benar-benar bukan Donghae yang ia kenal. “Donghae-ah..”


Donghae kembali menghentikan aktivitasnya. Ia meletakan handuk kecil yang tengah ia gunakan ke atas meja dan beralih menatap Sungmin yang baru saja memanggilnya.


“Kemarin, saat kau mencari Yoona ke kamarnya. Minhyun mencarimu. Dan tadi, saat kau pergi mencari Yoona, ia.. juga datang mencarimu.”





To Be Continued..





Hi! Aku balik lagi nih sama Time yang udah hampir 5 bulan enggak keluar. Akhirnya si abang Donghae bisa keluar dari kandang juga setelah dipendem lama banget.


Oke guys.. aku enggak akan lama-lama. Cuma mau bilang semoga kalian puas dengan part ini. Dan sampai bertemu dikesempatan selanjutnya.


See you!.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts