Time Part 9 - The Truth











o  O  O  O  o







Nyaringnya bell siang itu membuat para murid langsung bergegas merapihkan barang-barang mereka. Memasukan buku, alat tulis, lembaran-lembaran pemberian guru, atau sekedar kertas tak berguna ke dalam tas mereka. Seketika rasa kantuk yang menggelayuti tubuh-tubuh penghuni ruangan pada bangunan itu segera lenyap. Dengan gerakan cepat, begitu tas mereka telah kembali penuh dengan perlengkapan sekolah, dan guru mengajar telah keluar dari kelas, sosok-sosok itu segera bangkit dari duduknya. Berjalan keluar. Menghirup udara dunia yang sebelumnya tak dapat mereka hirup.




Beratus-ratus pasang kaki berjalan memenuhi setiap koridor bangunan bertingkat itu. Suara hentakan serta bising dari pembicaraan mereka menjadi backsound tersendiri bagi para murid idi sana. Mereka merasa begitu senang bahkan teramat senang karena akhirnya pelajaran pada hari itu berakhir dan mereka dapat menikmati indahnya beristirahat di kamar masing-masing, hingga membuat ratusan murid itu tak menyadari bahwa di antara mereka hadir sesosok gadis dengan matanya yang lesu. Berjalan beriringan dengan murid-murid yang lain dengan wajah yang gembira.



Gadis itu menghela napas. Membuat beberapa sosok di belakangnya mengernyitkan dahi mereka. Oh.. apa yang terjadi pada gadis itu? Pikir mereka sama. Ya, bagaimana tidak, itu adalah kali pertama mereka melihat gadis bermarga Im itu berjalan dengan sangat lesu disaat dimana biasanya ia akan sangat bersemangat dibandingkan orang lain.



Dengan begitu lemas, gadis itu tetap melangkah pergi meninggalkan bangunan sekolahnya. Setidaknya saat itu terbesit hasrat untuk segera sampai di dorm dan menikmati nyamannya ranjang. Namun, sesuatu berhasil menarik simpati matanya. Seorang pria tengah berlari dengan tergesa mengikuti seseorang yang diyakininya adalah seorang gadis. Ya... gadis berambut panjang dengan senyum menawan yang tak sebanding dengan dirinya. Melihat itu membuat matanya bereaksi. Ia merasakan perih hingga membuat satu tetes cairan bening jatuh dari sana.



Dan pada saat itu keinginannya untuk segera pergi meninggalkan tempat tersebut semakin besar. Dengan cepat, ia melangkahkan kakinya dan segera berjalan menuju pagar sekolah. Harapannya hanya sekedar untuk keluar dari area itu dan menghirup sedalam-dalamnya udara di luar guna menyetabilkan kembali perubahan yang terjadi di dalam dirinya.




 *  *  *  *



 
Yoona langsung menghempaskan tubuhnya begitu saja ke atas ranjang. Menenggelamkan wajahnya di antara bantal dan kasur. Serta tak lupa memasang headset guna menyulitkan ia mendengar apa yang terjadi di luar sana.



“Yoona.. apakah kau baik-baik saja?” Tanya Seohyun yang baru saja sampai dan langsung beralih menuju tangga yang menghubungkan lantai satu dan lantai dua di ruangan itu.



Namun, seperti yang diketahui bahwa telinga Yoona saat itu tengah dikendalikan oleh benda kecil yang mampu menutup pendengaran gadis itu dari suara-suara luar yang tak tersambung dengan kabel benda tersebut. Membuat pertanyaan khawatir gadis bernama Seo Joo Hyun itu hanya menjadi hembusan angin bagi Yoona yang masih terus menutupi wajahnya dengan bantal.



“Bagaimana?” Suara memekikan Sooyoung terdengar dan diiringi dengan dehaman berat Lay. Ya... laki-laki itu kini berada di sana. Melihat bagaimana perubahan sikap sahabat masa kecilnya itu membuat ia tertarik untuk mengetahui apa yang tengah terjadi. Walaupun sebenarnya ia bukanlah tipe lelaki yang senang mencampuri urusan orang lain, tapi untuk saat itu ia mengenyampingkan hal tersebut. Menurutnya apa yang tengah terjadi oleh Yoona sangatlah menarik.



“Sejak kapan ia menjadi seperti itu?”



“Kemarin, sekembalinya ia dari taman. Ia menjadi tak mau bicara dan terus menyendiri. Bahkan kau lihat sendirikan, bagaimana rautnya saat bell pulang berbunyi. Itu sama sekali bukan seorang Im Yoon Ah.”



Lay menganggukan kepalanya begitu penuturan dari Sooyoung dapat ia mengerti. Dengan tanpa membuang banyak waktunya lagi, laki-laki itu pamit dan bergegas pergi meninggalkan kamar tersebut.



“Ku rasa semua akan berakhir seperti apa yang telah ku perkirakan.”




*  *  *  *




“Minhyun-ah.”



Gadis itu menghentikan langkahnya begitu untuk kesekian kalinya sosok laki-laki yang sedari tadi terus mengikutinya memanggil namanya. Gadis itu memutar tubuhnya. Namun sebelum itu, ia kembali mengatur aliran oksigen ditubuhnya yang terasa begitu menyesakan.



“Ada apa?” Tanya gadis itu datar.



“Aku ingin bicara dengan mu. Ayo ikut aku.” Ajak laki-laki itu. Ia hendak menarik tangan gadis itu pergi menjauh dari kerumunan teman-temannya namun gadis itu telah lebih dulu menepiskan tangan kekarnya. Membuat ia hanya dapat menatap terkejut sosok gadis bertubuh kecil di depannya.



“Kalau kau ingin bicara, bicara saja disini. Aku tak punya banyak waktu.”



Laki-laki itu semakin membulatkan matanya. Oh.. kau? Sejak kapan gadis itu memanggilnya dengan kata ‘kau’? Bahkan ketika ia marah pun, tak pernah sekali pun gadis itu mengucapkan kata itu. Paling tidak, ia hanya menggunakan nama lengkap laki-laki itu sebagai penanda bahwa ia tengah marah pada laki-laki tersebut.



“Kalau kau diam, berarti tak ada yanng ingin kau bicarakan. Jadi aku pergi dulu..” Gadis itu memutar tubuhnya. Berjalan pergi dengan beberapa gadis lain yang menatap bingung kearahnya dan juga menatap kasihan pada sosok laki-laki yang tengah melihat kepergian gadis itu dalam diam.



“Kau yang meminta ini terjadi Donghae-ah....”





Yoona POV



Ku kerjapkan mataku perlahan. Perih. Ini benar-benar terasa perih. Rasanya tak ingin sekali ku buka mata ini. Tapi aku haus. Aku butuh segelas air guna menghilangkan rasa dahaga ini.



Ku rogoh saku kemejaku dan mengeluarkan ponselku dari sana. Ku tekan tombol yang berada di sisi benda berbentuk persegi panjang ini. 00.40? Apa? Kenapa sudah larut? Sepertinya aku baru saja tertidur tetapi kenapa sekarang sudah selarut ini?



Aku bangkit dari ranjangku. Berjalan turun menuju kamar mandi dengan membawa pakaian ganti guna mengganti seragam sekolah yang telah ku pakai lebih dari delapan belas jam ini. Yang membuat ku merasa tak nyaman sejak aku bangun. Segera setelah pakaian menyebalkan itu terlepas dan berganti dengan pakaian santai ini, aku berjalan keluar kamar menuju cafétaria dorm guna mencari sesuatu yang setidaknya bisa mengisi perutku dan tentunya juga air yang sangat aku butuhkan.



Namun sesuatu berhasil membuat ku ingin kembali ke dalam dan mengunci rapat pintu kamar. Ah... kenapa disaat seperti ini aku harus melihatnya? Cukup. Aku sudah tak bisa. Aku ingin pergi. Mata ini... mata ini mulai memerih.



“Yoona.”



Ia memanggil ku. Menahan pergerakan ku dengan menarik tanganku. Oh Tuhan... apa lagi ini?? Aku ingin pergi. Setidaknya jika Engkau tak memberikan aku kesempatan untuk minum, tak apa. Aku akan baik-baik saja hingga esok pagi. Tapi jika Engkau malah memberikan kesempatan untuk aku meneguk setetes air namun harus seperti ini, sebaiknya tidak usah. Aku kuat. Aku kuta tanpa air hingga besok pagi. Tetapi mataku tak mampu bertahan kalau harus seperti ini.



Ku pejamkan mataku. Kenapa? Kenapa ia harus muncul? Aku tak sanggup untuk bertemu dengannya. Bahkan jika hanya melihtanya saja, sudah membuat ku bagaikan teriris sebilah pisau.



“Yoona.”



Ia kembali memanggil ku. Namun kini ia juga ikut memutar tubuhku. Membuat aku dapat melihatnya dan ia dapat melihat ku. Oh siapa pun yang melihat hal ini, tolong selamatkan aku. Aku tak mau berada di sini. Aku tak mau berada di tem....



“Apakah aku salah? Apakah aku salah Yoona-ah?” Tanya nya dengan meletakan kepalanya di atas pundakku. Ya.. dia menutupi wajahnya dengan menyenderkan dahinya dipundakku.





Author POV



Yoona mengerjapkan matanya begitu secarcik cahaya mengenai kulit wajahnya. Ia mengerang. Mengusap wajahnya dengan punggung tangan. Ia menghela napas sebelum beranjak meninggalkan ranjang yang baru saja ditempatinya setelah kembali dari cafétaria dorm. Cafétaria? Mengingat itu, ia kembali menghela napasnya. Sungguh, malam itu adalah malam terberat baginya. Malam yang penuh dengan siksa untuk perasaannya.



Membiarkan orang yang sudah mulai mengusai hidupmu, menceritakan sosok lain yang merupakan pesaingmu. Membagi kesedihannya pada diri mu yang jelas-jelas lebih sakit dibandingkan ia. Namun, nasi telah menjadi bubur. Malam itu telah ia lalui dengan membiarkan hatinnya menjerit di antara cerita sedih sosok itu.



Yoona menghidupkan keran dan membasuh wajahnya dengan air. Membiarkan beberapa rasa sakit yang sejak semalam ia rasakan mengalir jatuh bersama air yang ia basuh pada wajahnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Memperhatikan setiap inci lekuk wajahnya.



“Kenapa kau begitu bodoh??”




*  *  *  *




Yoona memasuki kelasnya dengan wajah tertunduk. Dan hal itu menarik perhatian teman-temannya yang tak lain adalah Sulli, Krystal, Amber, Taemin, dan Minhyuk yang untuk pertama kalinya melihat perubahan yang terjadi pada diri gadis itu. Mereka saling melempar pandang. Namun orang-orang yang sudah mengetahui akan perubahan yang terjadi pada Yoona hanya mengedikkan bahu pertanda mereka juga tak mengetahui alasan sebenarnya kenapa gadis itu berubah.



Yoona melepaskan tasnya. Meletakan tasnya di atas meja dan kemudian menempati kursinya. Tak memperdulikan teman-temannya yang langsung menatapnya, Yoona langsung meletakan kepalanya di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di antara tangan dan meja. Dan posisi seperti itu ia pertahankan hingga bell pertanda pelajaran akan segera dimulai berbunyi nyaring.



Seorang wanita setengah baya datang dengan membawa lembaran-lembaran yang diyakini sebagai lembaran ujian yang beberapa hari lalu dilaksanakan. Dan itu berarti, wanita itu telah selesai memeriksa dan tentunya ia juga telah memberikan nilai atas ujian para muridnya.



“Saya cukup kecewa dengan hasil kalian. Nilai kalian semua berada di bawah rata-rata.” Ucap wanita itu. Ia menatap setiap muridnya yang kini telah memucat akibat mendengar nilai mereka yang di bawah rata-rata dan juga tatapan mengerikan dari guru yang tengah berdiri di depan kelas.



“Tapi di antara kalian hanya satu yang berhasil lolos diujian kali ini. Dia adalah.....”



Seluruh murid menatap wanita itu gelisah. Dihati mereka kini hanya ada satu harapan bahwa nama mereka-lah yang akan disebutkan sebagai siswi yang akan lolos dari ujian susulan. Namun, dari sekian banyak murid yang berada disana, hanya Yoona-lah yang nampak enggan bahkan mungkin ia tak mendengar dan tak mengetahui apa yang tengah terjadi di kelasnya sendiri. Walaupun dalam kenyataannya, ia tengah berada di antara murid-murid yang tengah cemas menanti siapa akan lolos.



“Im Yoon Ah. Hanya Yoona yang berhasil mengerjakan seluruh soal dengan nilai yang memuaskan.”




*  *  *  *




“Kemana Yoona?” Tanya seseorang yang berhasil membuat penghuni meja itu langsung menghentikan kegiatan makan mereka dan beralih menatap beberapa laki-laki yang tengah berdiri di samping meja yang tengah mereka tempati.



“Su-sunbea?”



“Apakah ia tak makan?”



“Em.. Yoona. Dia.........”



“Donghae sunbea, bisakah kita bicara sebentar?”



Sontak sosok-sosok yang tadi tengah terlibat pembicaraan langsung beralih menatap sosok laki-laki yang tiba-tiba saja datang.



“Oh kau??”




*  *  *  *




Suasana kelas yang tak kondusif tak menyurutkan niat para guru untuk menyampaikan pelajaran yang harus mereka sampaikan. Tak memperdulikan bagaimana raut-raut lelah para murid, guru-guru tersebut langsung masuk ke dalam kelas yang akan mereka ajar dengan membawa beberapa buku tebal atau lembaran-lembaran ulangan yang akan diujikan kepada murid-murid.



Yoona -salah satu gadis penghuni kelas 1 A- telah meletakan kepalanya di atas meja dengan sesekali menghela napas jengah begitu Moon songsaengnim memasuki kelasnya. Ia benar-benar merasa jengah dan lelah. Ingin sekali ia berlari menuju ruang pengatur waktu sekolah dan menekan bell pertanda kelas berakhir. Namun semua itu hanya ada di dalam benaknya. Ia tak mungkin melakukan hal konyol itu karena sudah cukup baginya berurusan dengan guru-guru menyebalkan dan mendapatkan hukuman yang tak kalah menyebalkan.



Yoona kembali menghela napasnya. Memang saat itu mentari tak bersinar terik. Dan angin, angin berhembus cukup sering. Namun kejengahan tak dapat dihindari dan dipungkiri. Ya... Yoona jengah dengan kelasnya. Yoona jengah dengan sekolahnya. Yoona jengah dengan kehidupannya saat itu. Semenjak insiden dimana ia menyadari bahwa ia menaruh perasaan pada sosok Donghae, sejak itu-lah ia ingin sekali pergi. Pergi sejauh yang ia bisa. Namun apa yang ia inginkan tak akan bisa ia jalankan. Hey ingat.. ia baru saja resmi menjadi murid baru di sekolahnya. Libur panjang pun masih jauh darinya. Lalu kapan ia bisa pergi?? Ia tak bisa pergi. Ia akan terus berada disana, dan akan terus berada di dekat laki-laki itu sampai waktu yang ia sendiri tak tahu sampai kapan.




*  *  *  *




Yoona menarik napasnya. Menghembuskannya perlahan serta menegakan tubuhnya. Ia mengusap wajahnya. Dengan mata yang terpejam, ia akan kembali merebahkan kepalanya ke atas meja. Namun urung ketika telinganya tak lagi menangkap suara-suara riuh yang seharusnya ia dengar. Ia kembali mengusap wajahnya. Dan setelah itu, matanya mulai mengerjap pelan. Ia mengernyitkan dahinya begitu matanya tak menangkap satu sosok pun yang seharusnya berada di ruangan itu.



Namun alih-alih merasa bingung karena tak ada satu pun teman-temannya disana, Yoona malah terkejut saat mendapati sosok laki-laki yang tengah mengambil alih kehidupannya, kini tengah duduk dan menatap ke arahnya. Ia kembali mengerjap. Apakah yang dilihatnya benar? Lalu kemana teman-temannya?



“Akhirnya kau bangun juga.” Ucap sosok itu yang langsung membuat Yoona berhenti mengusap matanya.



“Su-sun.. bea? A... ap-”



“Lay bilang kau tertidur sejak kelas Moon-saem dimulai. Dan ketika bell pulang berbunyi pun, kau tak kunjung bangun. Jadi aku memutuskan untuk menunggu mu dan mengatakan pada teman-teman mu untuk pulang.”



Yoona menundukan kepalanya. Untuk kesekian kalinya ia merasa menjadi gadis bodoh. Ia tak menyangka bahwa ia akan kembali melakukan hal bodoh untuk kesekian kalinya. Namun saat itu, ia malah membuat kejadian bodoh itu sendiri untuk dirinya. Tertidur hingga senja menyapa dengan seorang laki-laki yang merupakan seniornya yang rela menunggunya. Ia kembali mengangkat kepalanya, namun saat itu, hal yang paling tak ingin terjadi malah terjadi. Matanya berhasil bertemu pandang dengan manik mata laki-laki itu. Dengan segera ia kembali menundukan kepalanya. Menghindari kontak mata yang akan membuatnya terjebak dan tak akan bisa kembali.



Sosok itu berjalan menghampiri Yoona. Ia yang sebelumnya tengah berdiri sembari melihat terbenamnya matahari saat itu kembali menduduki kursi yang tepat berada di depan Yoona. Hal itu semakin membuat gadis itu menyembunyikan wajahnya.



“Ada apa? Kenapa menunduk?” Tanya laki-laki itu. Ia menangkup wajah Yoona, membuat ia bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas.



“Bukankah begini lebih baik. Aku bisa melihat wajah mu saat aku berbicara.” Ia melepaskan tangannya dari wajah Yoona, dan beralih pada rambut gadis itu yang terurai. Ia selipkan anak rambut Yoona yang terurai ke balik telinga. Dan hal itu berhasil membuat jantung gadis itu yang telah berdebar dengan tidak normal semakin bertambah tak normal, setelah laki-laki itu melakukan hal yang sama sekali tak pernah diperkirakannya.



“Sebenarnya ada yang ingin aku katakan." Ia menghembuskan napasnya perlahan.  "Jadi.......”



“Donghae-ah!”



Sontak Yoona memalingkan wajahnya pada sumber suara. Begitupun dengan Donghae, laki-laki yang sedari tadi menunggu Yoona hingga ia terbangun dari tidurnya. Yoona menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya, sementara Donghae, laki-laki itu segera bangkit dan berlari menghampiri sosok yang baru saja meneriakan namanya. Sementara sosok itu, ia malah berlari begitu mendapati Donghae yang berlari menghampirinya.




*  *  *  *




“Minhyun-ah.”



Donghae masih terus memanggil gadis yang terus saja membuat jarak di antara mereka. Berulang kali ia meneriaki nama gadis itu, namun sang gadis tetap saja tak menghentikan langkahnya dan berbalik menatapnya. Gadis itu malah semakin mempercepat langkahnya dengan tak memberikan Donghae kesempatan untuk berbicara.



“Minhyun-ah dengarkan aku!” Teriak Donghae lagi. Ia mengulurkan tangannya, meraih tangan gadis yang masih terus berlari menjauh darinya. Dan dalam satu kali hentakan, gadis itu menghentikan langkahnya dna berbalik menatapnya.



“Lepaskan!” Ronta gadis itu. Dengan tenaga yang dimilikinya, ia berusaha melepaskan cengkraman Donghae dari lengannya.



“Tidak sebelum kau mendengarkan ku!” Donghae menarikk gadis itu pergi. Tangannya masih terus mencengkram lengan gadis yang telah meirntih akibat perlakuannya. Namun tak tahu apa yang ada dipikiran laki-laki itu sampai tak menghiraukan eluhan sakit dari gadis yang telah menghiasi hari-harinya itu.



“Lepaskan! Sakit..”Gadis itu kembali bersuara. Ia masih terus mencoba melepaskan cengkraman Donghae dari lengannya. Namun kekuatan yang ia miliki tak sebanding dengan kekuatan laki-laki itu. Hingga membuat usahanya hanya menjadi angin lalu yang tak membuahkan hasil apa pun.



Donghae terus saja berjalan dengan terus mencengkram lengan Minhyun. Telinganya seakan ia buat tuli saat suara kesakitan gadis itu terdengar. Dan ketika mereka telah berada di tempat yang hanya beradakan mereka saja, barulah Donghae melepaskan cengkramannya dari lengan gadis itu. Ia menghela napasnya, sementara Minhyun mengusap lenagnnya yang memerah akibat cengkraman yang baru saja Donghae lakukan.



“Maaf..” Ujar Donghae. Ia memutar tubuh gadis itu, membuat gadis itu menghadap kearahnya.



“Lepaskan!” Minhyun menepiskan tangan Donghae yang hendak menyentuh lengannya. Ia benar-benar kesal. Ia merasa bahwa semua telah berakhir. Laki-laki di hadapannya bukanlah laki-laki yang dikenalnya. Laki-lai itu telah berubah.



“Seharusnya aku sadar. Seharusnya aku sudah mengakhiri semua ini. Seharusnya... seharusnya.....” Minhyun menjeda ucapannya. Ia menatap manik mata Donghae sebelum kembali melanjutkannya.



“Seharusnya kita akhiri saja hubungan ini. dan seharusnya aku tak menerima mu, karena aku tahu, kau melakukan itu karena orang tua ku. Kau tidak benar-benar mencintai ku Donghae-ah.”




*  *  *  *




Pagi itu sama seperti pagi-pagi sebelumnya, keramaian selalu mendominasi bangunan bertingkat dimana para kaula muda itu menuntut ilmu. Dengan berpakaian seragam, mereka berjalan menuju kelas masing-masing. Namun ada pula yang telah sampai dan tengah berbincang di sepanjang koridor dan membuat koridor itu penuh dengan suara bising. Tak berselang setelah itu, suara bell pertanda kelas pertama akan dimulai menggema ke seluruh bangunan. Mereka yang mendengar suara nyaring bell itu segera berhambur menuju kelas masing-masing.



Bell baru saja berbunyi, namun ruangan dengan roomtag yang bertuliskan 1A telah dihadiri oleh seorang guru wanita yang tengah memanggil nama muridnya satu per satu. Memberikan tanda pada kolom untuk hari itu.



“Apakah Yoona tidak hadir?” Tanya wanita itu tanpa mengalihkan pandangannya dari buku panjang di hadapannya.



“Tidak saem.” Jawab salah satu murid di sana.



“Lalu Zhang Yixing, kemana anak itu?” Tanya wanita itu lagi yang telah menatap murid-muridnya setelah memastikan bahwa kolom yang harus diisinya telah terisi.



“Kalau tidak salah ia mengikuti perlombaan bersama dengan Donghae sunbeanim dan juga Yoona.”



“Baiklah.. kalau begitu buka buku kalian halaman seratus dua.”




*  *  *  *




Kendaraan berodakan empat roda itu baru saja berjalan meninggalkan area sekolah tempat dimana dua orang laki-laki berseragam di dalamnya menuntut ilmu. Sepanjang jalan yang kendaraan itu lewati, kedua laki-laki itu terus saja mengatupkan mulut mereka. Bahkan keduanya tetap tak bergeming walaupun kini kendaraan yang membawa mereka telah memasuki jalan bebas hambatan. Entah apa yang ada dipikiran kedua laki-laki muda itu hingga membuat mereka saling mengabaikan keberadaan masing-masing. Tapi yang jelas hingga kendaraan itu sampai pada tempat dimana sebuah perlombaan akan diadakan disana, keduanya tetap tak membuka mulut mereka.



“Kalian tunggu disini. Saya akan mengurus administrasi terlebih dahulu.” Ujar seorang pria kepada kedua laki-laki muda itu.




*  *  *  *




Suasana ramai tak pernah bisa hilang dari tempat dimana seluruh murid akan tuju setelah harus berjibaku dengan berbagai macam tulisan yang membuat kepala mereka penat. Ya.. apalagi kalau bukan cafétaria. Tempat yang akan selalu penuh jika jam istirahat datang. Dan hal itu terbukti dengan seberapa penuhnya tempat itu saat bell baru saja berbunyi. Dengan gerakan seribu yang mereka miliki, para murid langsung saja meninggalkan ruang kelas menuju tempat tersebut.



Keramaian yang memenuhi tempat itu tak membuat murid-murid lainnya yang baru saja datang mengurungkan niat mereka untuk mengisi perut atau sekedar untuk menikmat suasana di sana. Karena menurut mereka, lebih baik berada di tempat tersebut dengan beratus-ratus pasang kaki dibandingkan berada di dalam kelas dengan guru yang terus saja mengoceh tiada henti. Begitupun dengan sosok Sooyoung dan Seohyun, dan tentunya dengan beberapa temannya yang lain. Sama seperti halnya dengan murid-murid yang lainnya, mereka juga segera pergi meninggalkan kelas begitu suara nyaring yang telah mereka tunggu-tunggu berbunyi. Dan di sanalah mereka sekarang. Di tengah-tengah ratusan murid di dalam cafétaria.



“Sebenarnya apa yang terjadi dengan Yoona?” Tanya Jonghyun disela-sela kegiatan makan mereka.



“Entahlah. Kau ingatkan ketika Yoona tertidur dan Donghae sunbea yang menemaninya..”



Jonghyun menganggukan kepalanya. Begitupun dengan sosok-sosok lain yang berada di meja yang sama dengan mereka. “Sejak saat itulah ia menjadi seperti sekarang.”



“Lalu apakah tak apa jika ia tetap berada di dorm sendiri?” Tanya Changmin.



“Em... sebenarnya, hari ini orang tuanya akan menjemput.”



“APA?” Pekik Changmin dan Jonghyun bersama.



“sssttttt.. bisakah kalian tak berteriak!!”




*  *  *  *




Kim Junsu, seorang pria yang mendapatkan gelar sebagai The Prince of Teacher itu terus saja mengutarakan kebahagiannya atas kemenangan yang diraih oleh Donghae, Lay, dan juga Yoona. Bagaimana tidak? Ketiga muridnya baru saja memenangkan juara pertama dalam perlombaan fotografi & editing untuk sekolah menengah akhir seluruh Korea Selatan. Selain itu, para pemenang juga mendapatkan hadiah uang tunai yang cukup untuk membiayai kehidupan mereka selama satu tahun ke depan. Dan jangan lupakan hadiah yang akan diterima oleh sekolah yang memenangkannya. Sebuah wawancara yang akan diterbitkan disalah satu majalah terkemuka Korea. Namun sayangnya, kebahagian yang dirasakan oleh pria itu tak sesuai dengan apa yang tengah dirasakan oleh kedua sosok laki-laki yang duduk di bangku belakang.



Sama halnya dengan perjalanan menuju tempat acara, kedua laki-laki muda itu tetap tak membuka pembicaraan antara satu dengan yang lainnya. Bahkan disaat gurunya tengah mengutarakan kebahagiannya pun, kedua laki-laki itu sama sekali tak memperdulikannya. Mereka lebih memilih diam dengan memperhatikan jalan tanpa sedikit pun membuka mulut mereka. Hingga pada akhirnya, salah satu di antara mereka membuka pembicaraan.



“Sunbea, selamat.” Ujar Lay. Ia mengulurkan tangannya mencoba untuk menarik fokus lawan bicaranya.



“Oh.. kau juga selamat.” Balas Donghae.



Lay tersenyum begitu uluran tangannya dibalas oleh Donghae. Namun setelah jabatan tangan mereka terlepas, mereka kembali diam. Seakan ada sebuah tembok yang kembali menghalangi mereka. Walupun begitu, Lay tetap berusaha untuk kembali membuka pembicaraan dengan sosok di sebelahnya. Berkali-kali ia menghembuskan napasnya. Berkali-kali otaknya memikirkan kata yang tepat untuk mengawali pembicaraan. Hingga pada akhirnya, laki-laki itu menyerah dan memilih untuk langsung kepokok pembicaraan.



“Sunbea, sebenarnya apa yang terjadi antara sunbea dan Yoona? Emm.. aku tahu ini bukan urusanku, tetapi ini berkaitan dengan Yoona, sahabatku.” Tanya Lay. Ia menghela napasnya. Mengeluarkan seluruh beban yang tadi dipikulnya sebelum pertanyaan itu lolos dari mulutnya.



Donghae yang sebelumnya tengah memperhatikan ponselnya, saat itu begitu mendengar pertanyaan Lay berangsur mengangkat kepalanya. Ia lihat laki-laki itu sejenak dan kembali mengalihkan matanya ke depan.



“Awalnya aku tak ingin ikut campur dalam urusan ini. Tetapi ketika melihat Yoona sekarang ini, aku merubah pikiran itu. Kau tahu sunbea, sejak kalian sering bersama untuk mencari objek foto, sejak saat itu Yoona berubah.” Napasnya terhembus ketika mengingat kejadian beberapa hari  yang lalu itu.  “Aku tak tahu perubahan apa yang terjadi padanya. Tapi yang jelas hanya ketika berada di dekat sunbea-lah ia menunjukan perubahan itu.” Jelas Lay. Ia menarik napasnya dalam-dalam dan kembali menghembuskannya entah untuk yang keberapa kali.



“Dan sebenarnya..... aku tahu siapa sunbea. Kenapa sunbea bisa memanggil nama itu, nama kecil Yoona.”



Refleks Donghae menolehkan kepalanya menatap Lay. Dan seketika itu matanya membulat. Alisnya bertaut. Air wajahnya menunjukan keterkejutan yang amat besar.



“Maksud mu?” Tanya Donghae mencoba meyakinkan kembali apa yang baru saja didengarnya. Apakah yang telinganya itu dengar benar atau salah?



“Ya.. aku tahu sunbea. Aku sudah tahu jauh sebelum masalah ini ada. Aku tahu darimana sunbea tahu nama kecil Yoona. Karena, ketika sunbea mendengar nama itu, aku juga berada di sana.” Lay kembali menghentikan ucapannya. Dalam diam, ia mengamati perubahan mimik pada wajah Donghae. Dan tak lama, setelah hembusan pelan terhembus dari mulutnya, ia kembali melanjutkannya.



“Malam itu, malam dimana Yoona kecil tak sengaja menumpahkan es krim seorang anak laki-laki, hingga membuat gadis kecil itu menangis dan terus meminta maaf walaupun sang laki-lai kecil itu sudah berkali-kali mengatakan bahwa ia tak apa-apa. Dan keesokan harinya, gadis kecil itu terus merajuk meminta ku untuk mengantarnya ke tempat dimana ia menumpahkan es krim itu. Walaupun aku sudah menolaknya, tetapi ia tetap saja memaksa. Dan mungkin karena keberuntungan gadis kecil itu, ia kembali bisa bertemu dengan anak laki-laki itu dengan sebuah es krim yang sengaja dibelinya dengan menggunakan uang saku yang telah ia tabung. Walaupun aku tak berada di dekatnya saat ia memberikan es krim itu, tetapi pasti anak laki-laki itu mendengar ketika ada seseorang yang memanggil gadis itu dengan panggilan Yoong, dan anak laki-laki itu sunbea bukan. Seorang anak laki-laki yang tak sengaja ia tumpahkan es krim strawberrynya...”




 To Be Continued...






 As I said before, here it is Time part 9!!



Yuhooo!!!! Same like Goodbye Baby, it's almost a year and I just posted the new part rigth now. So sad and so shame for me. But I promised not to be too long for  the next part that will be the last part. Yes.. the last part!! Finally yahh.



Oke.. This is be my closing event for 6th anniv of GIGS. See you soon guys. Bye.....
감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts