Roommate - Missing You



Kris menyadari bahwa ia hidup pada zaman dimana untuk melakukan segala sesuatu bisa dilakukan hanya dengan menyentuh layar ponsel. Ia bisa melakukan banyak hal hanya dengan ponselnya; memesan makanan yang diinginkan, beli tiket pesawat, membayar tagihan kartu kredit, mencari jasa kendaraan, dan masih banyak hal lainnya. Termasuk menghubungkan seseorang yang terpisah berkilo-kilometer jauhnya. Teknologi sekarang sudah sangat canggih.



Ia tahu itu. Ia juga sudah menggunakan teknologi bertukar pesan supaya bisa tetap terhubung dengan Cheonsa. Namun bertukar pesan bukan solusi yang tepat untuk masalahnya, ia masih belum merasa puas.  


Ia ingin melihat wajah gadis itu dan juga mendengar suaranya, tapi tolong siapapun jangan menyuruhnya untuk melakukan panggilan video. Gengsinya tidak akan membiarkan ia melakukan hal tersebut sampai kapanpun. Dan ia akan mati kutu kalau sampai berhadapan dengan Cheonsa di layar ponselnya.  


Cheonsa pasti akan menatapnya keheranan dan membanjirinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat harga dirinya terluka.



Jadi begini hampir tiga bulan Cheonsa meninggalkan apartemen. Gadis itu berada di Daegu untuk urusan internship yang harus dilakukannya sebagai mahasiswi semester akhir. Kalau tidak salah, gadis itu bekerja sebagai guru konseling di sebuah sekolah menengah. Sungguh, Kris tidak bisa membayangkan Jung Cheonsa yang tinggal di sebelah kamarnya menjadi seorang guru.


Gadis super labil dan suka berkencan dengan laptopnya di tengah kegelapan itu sangat tidak mungkin betah mengobrol lama-lama dengan orang baru. Apalagi ia harus mempertahankan senyum dan wajah penuh simpati selama berbincang. Kris masih sangat ingat bagaimana gadis itu memutar matanya saat ia menceritakan masalah temannya yang masuk panti rehabilitasi karena kecanduan alkohol.


“Memang seharusnya ia berada di sana, duh.”



Kris melesakkan punggungnya lebih dalam pada sandaran di belakangnya. Kilasan malam-malam saat ia dan Cheonsa keluar dari kamar masing-masing dan duduk di sofa ini, kemudian memutuskan untuk menghabiskan waktu untuk mengobrol berputar di pikirannya.



Mereka duduk berdampingan, bahu menyentuh bahu, dan lutut menyentuh lutut. Seolah sofa ini sudah kehilangan lapak untuk ditempati.


Ia buru-buru meminum kopinya yang sudah mendingin, memaksa akal sehatnya untuk tetap terjaga. Dalam hati ia merutuk karena gadis itu belum pulang juga. Memangnya waktu dua bulan tidak cukup untuk menemukan kasus apapun yang gadis itu perlukan untuk laporannya? 



Kris berusaha mengalihkan pikirannya, ia meraih ponselnya. Mungkin ia perlu mengecek email dari kantornya atau...sial. Jarinya yang terkutuk malah membuka layanan kotak pesan. Ia menekuri percakapannya dengan Cheonsa beberapa minggu lalu. Ya, beberapa minggu yang lalu sebelum gadis itu jadi menyebalkan karena tidak kunjung membalas pesannya.


Baiklah, ia rasa satu-satunya cara untuk mengenyahkan bayangan gadis itu dari pikirannya hanyalah tidur. Ia perlu tidur agar esok hari ia bisa kembali mendapatkan kewarasannya.  



**** 



Kris mencoba memejamkan mata, ia sudah mencobanya sejak setengah jam yang lalu namun tak kunjung berhasil. Dan kini ia benar-benar kehilangan motivasi untuk tidur ketika mendengar suara kasak-kusuk yang kemudian diikuti dengan suara benda jatuh ke lantai.



Ia menyibak selimutnya, kemudian segera bangkit dari kasur. Hanya ada dua orang yang mungkin bisa masuk ke apartemennya. Elena Tan dan Jung Cheonsa.



Ia berharap semoga bukan Elena. Ia berulangkali mengatakan hal tersebut dalam hati. Ia tidak ingin menyambut Elena yang bisa ia tebak sedang mabuk atau barangkali Elena yang sedang marah besar karena bertengkar dengan ayahnya.


Kris sudah cukup frustasi karena Cheonsa sudah terlalu lama meninggalkan apartemen. Ia butuh ketenangan. Ckk, apa gadis itu tersesat di suatu tempat di Daegu?


Ia menemukan bayangan seseorang yang tengah kewalahan mengeluarkan beragam kudapan dari dalam kulkas. Ia mengedarkan pandangan. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat koper dan ransel berserakan di dekat kaki meja kopi.


Ia mendekat ke arah sakelar lampu, menyalakan lampu yang membuat orang di dalam dapur berjengit kaget. 


“Bisakah tidak mengagetkan orang lain seperti itu?”



Kris bersedekap angkuh, menyenderkan tubuhnya pada pilar yang memisahkan dapur dengan ruang tamu. Ia mengamati gadis di hadapannya yang masih bersungut kesal. Wajahnya masih sama dengan terakhir kali yang dilihatnya, hanya agak kelihatan lebih lelah dan frustasi dari biasanya.



“Pertanyaan yang sama untuk dirimu, Jung Cheonsa.” 


Gadis itu berbalik memunggunginya setelah mendengus keras, kemudian menutup pintu kulkas.  “Oke, aku minta maaf karena sudah membuat kegaduhan dan membangunkanmu,” kata Cheonsa.

Gadis itu menaik-turunkan alisnya, “Kita baik-baik saja, kan?” tatapan mereka berserobok dan Kris bersumpah pikirannya malah tambah kacau.


Ia pikir begitu bertemu kembali dengan Cheonsa, kekacauan di kepalanya akan terurai dan semua akan kembali seperti semula. Namun yang ia rasakan saat ini justru sebaliknya. Ia malah semakin resah dan sesuatu di dalam dadanya membuat ia merasa tidak nyaman.


“Kenapa menatapku begitu?” tanya Cheonsa terbata, gadis itu mengalihkan pandangannya. Berusaha menghentikan kecanggungan di antara mereka dengan berinisiatif untuk meninggalkan ruangan ini.

Namun Kris segera mencegah gerakan Cheonsa, ia menahan lengan gadis itu kemudian menariknya mendekat. 


“Aku merasakan sesuatu yang aneh belakangan ini karena kau pergi terlalu lama,” ucapnya pelan. 
Cheonsa memandangnya bingung, mencoba memahami maksud ucapannya. Namun detik ini Kris tidak ingin menjelaskan perasaannya. Ia hanya ingin melepaskan semua yang ia rasakan selama beberapa waktu belakangan. 


Gadis itu tersenyum miring, “Maksudmu rindu? Kau serius?”




Kris tidak menghiraukan pertanyaan Cheonsa yang kelewat percaya diri itu. Alih-alih menjawab dengan kata, ia justru menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Merengkuh tubuh itu erat-erat seperti anak perempuan yang baru mendapatkan teddy bear-nya.


Ia menikmati moment dimana kegelisahannya perlahan memudar, menyadari bahwa sedikit demi sedikit ia merasa lega, merasa nyaman. Entah apa yang membuatnya begitu. Entah karena aroma stroberi yang menguar dari rambut Cheonsa atau karena gadis itu ada di sini bersamanya saat ini.



Atau karena kedua alasan itu.

“Kris...”
“Ehm?”
“Terimakasih karena sudah memelukku. Ini sangat berarti, aku melewatkan hari yang sangat berat.”

 
“Aku pun melewatkan hari-hari yang  sangat berat selama beberapa waktu belakangan ini.”
Ia merasakan dadanya bergetar begitu Cheonsa terkekeh, “Kau terlalu merindukanku, Kris,” tandasnya dengan nada geli.

“Mungkin..”

Cheonsa mendongak membuat pandangan keduanya bertemu. “Jangan terlalu sering merindukanku,” katanya pelan.

“Aku tidak bisa mengendalikannya. Memangnya kau bisa?” Kris merasakan tenggorokannya kering luar biasa. Begitupun suasana di antara mereka yang berubah tegang luar biasa.


Tidak bisakah mereka berpelukan sampai puas tanpa harus menghiraukan kenyataan bahwa tidak seharusnya mereka melakukan itu. Saling memeluk untuk melepas rindu.


“Tidak. Sekalipun sudah berusaha mati-matian.”
Cheonsa menunduk menyesal, seolah merindukan seseorang adalah kesalahan terbesar yang pernah dilakukannya.


“Itu bukan petanda bagus, Kris,” ucapnya.


Kris mengulurkan tangannya untuk mengusap wajah gadis itu, “Bisakah kita seperti teletubbies saja? Mereka berpelukan tanpa merasa tertekan ataupun mengkhawatirkan hal-hal yang tidak perlu.”


“Bahkan perkara merindukan seseorang.”


Gadis itu tidak memberi persetujuan ataupun sanggahan, ia kembali menyandarkan kepalanya di dada Kris. Memeluk pria itu dua kali lebih erat dari sebelumnya.


“Rindu ya rindu, memangnya kita bisa apa?” ungkap Kris memberi kesimpulan.


Pada akhirnya sarana komunikasi apapun tetap tidak bisa menandingi dahsyatnya pertemuan mata dengan mata dan pelukan erat penuh rindu. Kris akan mengingat itu kalau lain kali ia merindukan Cheonsa. Ia akan memeluk gadis itu sampai rindunya hilang.


Rindu ya rindu, memangnya ia bisa apa?



End


Selamat pagi!!! Oke, huft.. tenang.
Ini adalah kebahagiaan yg hqq karena bisa menyelesaikan tulisan setelah babak belur, beberapa hari berganti lembar kerja, lama-lama duduk di depan laptop, dan mulai menyerah untuk nulis apapun
.
Yang jelas gak gampang buat nulis sepanjang ini. Ini panjang? Ya, buatku ini panjang banget dan berhasil ngebuat aku frustasi. Rasanya canggung dan aneh banget ngerangkai kata buat ngegambarin sesuatu. Aku ngerasain banget tulisan ini kaku, canggung, dan menye-menye banget. 

Tapi menurut kitab Tatang Sutarman yang pernah kubaca,’berkaryalah tidak peduli itu bagus atau tidak. Dengan terus berkarya kau akan belajar dan menjadi lebih baik’ jadi yahh.. meskipun ff ini kerasa aneh dan lebay, aku akan tetap berbagi dengan kalian. Please, just bear it pals.
Dan..satu alasan lagi yang membuat aku merasakan kebahagiaan yang haqiqie adalah karena I’m back with Cheonsa-Kris story, everyone! 


Sebenernya aku udah bosen banget dan udah gak terlalu suka lagi nulis Cheonsa-Kris. Lebih tepatnya aku udah gak memuja Kris lagi. Tadinya aku berinisiatif untuk ngetik FF baruku Strong Heart atau berusaha nerusin Bitter Sugar. Tapi gak berhasil, mentok banget pikiranku. 


Terus aku inget aku udah lama banget gak nulis ff chapter, rasanya tuh kaku. Jadi, aku memutuskan untuk belajar nulis lagi dengan sesuatu yang lebih ringkes. Berhari-hari aku donlotin foto anak EXO, aku liatin sampe bosen, tapi ga dapet ide juga. 

Kemudian aku menemukan foto Kris yang ini dan kepikiran satu ide cerita. Ya ya ya, biar gimanapun nulis Cheonsa-Kris pernah jadi hal paling menyenangkan untuk aku. Karena menyenangkan, jadi merasa lebih mudah, itu biasanya. Tapi ya, pas nulis mereka lagi setelah sekian lama aku juga ngerasa canggung.  

Tapi terlepas dari tulisanku yang aneh, canggung, dan menye-menye ini, aku berharap bisa terus nulis. Nulis hal-hal kecil yang membiasakan aku untuk nulis lagi, dan ngebantu aku untuk bisa menulis dengan lebih baik. Aamiin ya Allah..

Oke deh, sekian dari aku. Terimakasih untuk kalian yang udah baca, terlebih buat yang baca sampe cuap-cuap menyebalkan ini. Ciao, adios, I’m done!!



Best Regards,

GSB

Comments

Popular Posts