Finding Father - Part 2






“ Menurutmu apa keputusanku salah? Apa mempertahankan bayi ini sebuah kesalahan?”

Cheonsa mengembuskan napas, kemudian mengulas senyumnya. Sebisa mungkin menampilkan sosok kuatnya di depan Ahreum. Ya, ia harus kuat karena ia ingin Ahreum juga merasa begitu. 



“ Salah? Kau bercanda.” Ia terkekeh sambil menatap Ahreum. Kedua matanya menatap lekat tepat pada manik mata Ahreum.


“ Kau sudah membuat keputusan yang benar. Kau membiarkan bayi ini tetap hidup, kau sadar kalau anak ini berhak atas hidupnya,” lanjutnya sambil mengusap perut Ahreum yang sudah buncit.




Usia kehamilan Ahreum sudah menginjak bulan ketujuh, perutnya semakin buncit dan kondisi tubuhnya sangat lemah. Gadis itu selalu mengeluh karena kesulitan begitu bangkit dari tidur ataupun ketika ia hendak berdiri dari duduknya. Tak jarang gadis itu terdiam sejenak, memejamkan matanya sambil mengatur pernapasannya.



Namun tak ada yang perlu dikhawatirkan, hal seperti itu wajar terjadi pada ibu hamil yang sudah memasuki masa kehamilan akhir. Dan ia merasa cukup senang melihat kondisi Ahreum belakangan ini. Setidaknya Ahreum yang dulu sangat tidak berdaya, perlahan mulai menata hidupnya kembali.



Tidak seperti saat pertama kali Juno menghilang, kini Ahreum kelihatan lebih bersemangat. Ia mulai menerima kenyataan pahit yang terjadi padanya. Binar kehidupan kembali terlihat di manik matanya. Namun tak ada yang bisa menyatukan kepingan hatinya agar kembali utuh seperti sebelumnya. Biar bagaimanapun luka itu terlalu dalam untuk Ahreum lupakan.



“ Terimakasih, kau selalu menemaniku. Bahkan sudah dua bulan kau tinggal bersamaku.”



Cheonsa melirik Ahreum sekilas, pandangan matanya beralih menatap kuku-kuku tangannya. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia merasa agak aneh dengan suasana mengharukan seperti ini. Ahreum menatapnya dengan penuh terimakasih, dan gadis itu kelihatan begitu senang dengan keberadaannya. Ia hanya, ia hanya sedikit tidak nyaman dengan perasaan seperti itu.



“ Kelihatannya kau sudah bosan dengan keberadaanku di sini. Keurae, aku akan pergi kalau itu yang kau inginkan,” sahutnya dengan ekspresi marah yang dibuat-buat.


Aigoo, bukan begitu. Aku hanya, hanya merasa tidak enak pada ayah dan ibumu. Memangnya mereka tidak keberatan?”


Cheonsa menggeleng-gelengkan kepala, bibirnya terkulum membuatnya kelihatan menggemaskan. “ Memangnya aku anak kecil? Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal seperti itu,” ucapnya tegas.



“ Mereka sudah tahu tentang diriku?”


Kali ini Cheonsa mengangguk, membuat senyum di wajah Ahreum pelan-pelan memudar. Ia tahu apa yang sedang dipikirkan Ahreum saat ini.


“ Tenang saja. Mereka sangat bangga karena kau tetap membiarkannya hidup,” ucapnya dengan ulasan senyum sederhana.


Ia meraih tangan Ahreum, menggenggam tangan kurus itu dengan hati-hati. Setelah menyaksikan penderitaan Ahreum belakangan ini, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak meninggalkan temannya itu sendirian. Ia akan terus mendampinginya, mendukungnya, dan memastikan gadis itu baik-baik saja.



“ Cheonsa, aku tahu kau sudah melakukan banyak hal untukku, tapi bolehkah aku minta satu hal lagi?”



Cheonsa bisa merasakan remasan di tangannya. Sebenarnya apa yang Ahreum inginkan? Ia menatap perempuan di hadapannya, menatap sepasang mata sendu yang menyimpan begitu banyak harap di dalamnya.


“ Tolongkan temukan Juno untukku–“


Cheonsa langsung menggeleng. Apapun alasan Ahreum atas keinginannya itu ia tidak akan menyetujuinya. Ia mendesah kencang sampai Ahreum merasa perlu membeberkan alasan tak masuk akalnya.


Memang tidak masuk akal, tapi itulah yang harus Ahreum lakukan kalau ia ingin menjalani hidup dengan lebih normal. Ia perlu kejelasan.


“ Cheonsa dengarkan aku dulu. Aku harus bertemu dengannya, aku–“


Cheonsa masih geleng kepala, ia benar-benar tidak habis pikir.


“ Untuk apa? Sudah cukup ia menyakitimu, kau tidak perlu menemuinya lagi.”


“ Kenyataannya aku perlu bertemu dengannya.”


Air mata mulai mengalir membasahi wajah lesu Ahreum. Perempuan itu merapatkan bibirnya, menekan rasa perih yang belum kering. Ia menggeleng, ini memang sulit, namun ia harus melakukannya.


“ Ahreum–“


Ahreum mengangkat pandangannya. Menunjukkan mata merahnya yang masih berlinangan air mata. Ia menangkup tangan Cheonsa dengan kedua tangannya, memohon dengan sungguh-sungguh pada temannya itu.


“ Cheonsa kumohon. Aku ingin bertemu dengannya, dan jika setelah itu ia tetap menolak anak ini, aku tidak akan menemuinya lagi.”


“ Aku perlu alasan kuat untuk menghapusnya dari pikiranku. Juno adalah pria yang sangat kucintai, tidak mudah untukku melupakannya. Maka dari itu aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin kejelasan darinya,” tuntas Ahreum lugas.


“ Lalu bagaimana jika ia masih menolak?”


“ Aku akan menjalani hidupku tanpa mengharapkannya lagi. Aku tidak akan memedulikannya lagi.”


**** 


Kris mengempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Kepalanya berdenyut-denyut setelah mendengar penuturan Cheonsa. Menemukan Juno? Ah..keparat itu bahkan tidak menjawab teleponnya. Lalu bagaimana caranya mereka menemukan pria itu?

Sementara Kris memijat kepalanya, Seokjin hanya menatap kosong permukaan meja di hadapannya. Ia kelihatan bingung, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia sendiri tidak begitu mengenal Juno. Ia hanya mengenal pria itu sebagai salah satu teman Kris.


“ Apa menurut kalian kita harus menolak permintaan Ahreum?”


Kris dan Seokjin langsung mengalihkan padangan mereka pada Cheonsa. Gadis itu kelihatan sangat tertekan, seolah tengah memikul beban yang begitu berat. Seolah dunia menaruh masalahnya di kedua bahu gadis itu.


“ Sebagai teman yang baik, kita memang harus membantunya namun kita tidak bisa menipunya dengan menjanjikan hal yang tidak pasti. Aku tidak ingin Ahreum berharap terlalu banyak,” tuturnya penuh kecemasan.

Setelah itu tak ada yang berpendapat. Tak ada bantahan, dan tak ada sanggahan. Masing-masing sibuk dengan berbagai hal yang berlalu lalang di kepala sendiri.


“ Kita akan menemukan keparat itu,” cetus Kris memecah kebisuan.



Baik Cheonsa maupun Seokjin terkejut dengan pernyataan Kris. Mereka tidak bisa berhenti menatap ke arah pria itu.


“ Kau tahu dimana pria itu berada?” tanya Seokjin.


“ Untuk saat ini aku tidak tahu, tapi tak lama lagi kita akan menemukannya,” jawab Kris yakin.


Cheonsa mengalihkan pandangannya. Ia tak benar-benar yakin dengan keputusan Kris. Pria itu tidak punya jaminan yang kuat untuk menemukan Juno. Ia tidak ingin menyakiti Ahreum dengan membiarkan temannya itu berharap terlalu banyak.


“ Kita akan mencarinya bersama. Cheonsa–“

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, kemudian menemui mata Kris yang sedang menatapnya.


“ –kita akan mencarinya bersama-sama. Aku tidak bisa menjamin apapun untuk saat ini, tapi satu hal yang bisa kujanjikan padamu, pada kalian.”


“ Aku akan melakukan semua yang kubisa untuk menemukannya,” ucap Kris lagi.


**** 


“ Kau serius dengan rencanamu ini?”


Kris hanya mendesah panjang begitu pertanyaan yang sama kembali Cheonsa tanyakan padanya. Apa ia kelihatan main-main?


“ Bisa tidak kau mempercayaiku sedikit saja? Aku tidak bilang kita akan menemukannya dengan mudah, ini mungkin akan menghabiskan banyak waktu. Tapi tidak bisakah kau mempercayaiku? Aku akan melakukan apapun yang kubisa.”

Pandangan mereka kembali bertaut. Dan Kris tahu jika Cheonsa masih menyangsikannya hingga detik ini. Ia tahu tidak mudah mendapatkan kepercayaan gadis itu, ia tahu selama ini ia terkesan main-main dan tidak peduli dengan orang lain, tapi bisakah kali ini saja gadis itu mempercayainya?

“ Percuma ya aku bicara begitu? Sepertinya sampai kapanpun kau tidak akan mempercayaiku.”

Ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa diraih sekalipun kau telah mengerahkan beragam cara, dan Kris menyadarinya. Maka dari itu ia tak kembali berusaha meyakinkan Cheonsa. Yah, ia akan memenuhi apa yang telah ia katakan, tak peduli gadis itu mempercayainya atau tidak.


Ia langsung keluar dari mobilnya begitu sampai di sebuah bar yang biasa ia dan Juno kunjungi. Matanya menyusuri dari satu sisi ke sisi lain. Masih sama seperti biasanya, bar itu sangat ramai. Ia melangkah mendekat ke pintu masuk dimana banyak orang keluar masuk dari dan ke dalam sana.


Dentum suara musik samar-samar mulai terdengar. Suara riuh dari dalam sanapun terdengar cukup jelas. Ia berdesis kesal begitu seorang pria mabuk menabrak bahunya, ia kembali berjalan. Langkahnya kembali berhenti, saat tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram lengannya, ia menggeram pelan kemudian berbalik ke belakang. Ia hampir saja meneriaki orang yang menarik lengannya, namun begitu mendapati Cheonsa tengah menatapnya kebingungan, emosinya teredam begitu saja. Ia tidak mungkin meneriaki seorang gadis yang sedang menatapnya dengan ekspresi seolah baru saja terdampar ke tempat antah berantah. Gadis itu persis seperti anak ayam yang terpisah dari induknya. Gadis malang.

“Haruskah kita masuk ke dalam sana?”

Mata itu menatap jauh ke arah pintu masuk dimana cahaya lampu disko terlihat bergerak. Pikirannya kosong, benar-benar kosong. Seumur hidupnya Cheonsa tidak pernah masuk ke dalam tempat seperti itu.



“ Ini salah satu tempat dimana kita bisa mencari informasi tentang Juno. Kau bisa tunggu di mobil–“ Kris tak melanjutkan kalimatnya. Matanya menyorot tangan Cheonsa yang tiba-tiba mencengkeram lengannya lebih erat.


Ia kembali menatap gadis itu. Dari matanya terpancar rasa takut dan cemas. “ Kurasa lebih baik aku ikut denganmu,” tolak Cheonsa setengah yakin.


“ Tapi, tapi aku belum pernah masuk ke tempat seperti itu. Aku tidak yakin aku bisa.”


Kris langsung melepaskan tangan Cheonsa yang masih melingkari lengannya. Cheonsa tak memberi tanggapan atas tindakan Kris barusan.  Ia tahu dimana batasannya, maka dari itu ia hanya diam. Namun ia sedikit terkejut begitu Kris menautkan jemari panjang miliknya dengan jemari mungilnya.


“ Kuharap ini bisa memberimu keyakinan. Yeah, walau hanya sedikit.”


Setelah itu keduanya memasuki bar yang sudah penuh dengan orang-orang yang mondar-mandir dengan kesibukan masing-masing. Gemilau lampu disko, dentuman musik yang memenuhi seluruh ruangan, orang-orang yang berseliweran dengan bau alkohol di badannya menyambut Cheonsa dan Kris.


Keduanya berjalan lurus menuju meja bar, tempat dimana banyak orang tengah memesan dan menunggu minuman pesanannya.



Sebenarnya Cheonsa tak tahu apa yang sedang Kris rencanakan. Ia pun tak banyak bertanya, ia memberi sedikit kesempatan pada pria itu untuk melakukan apapun yang ia bisa. Yah, sekecil apapun kesempatan untuk mendapat informasi tentang Juno sangat berarti bagi mereka.



Begitu sampai tepat di meja bar, Kris duduk di salah satu bangku terdekat diikuti Cheonsa yang duduk di sebelahnya. Cheonsa mengedarkan pandangannya, menatap dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu orang mabuk ke orang mabuk lainnya.


“ Hei..Kris, sudah lama ya.”


Cheonsa mengalihkan pandangannya begitu sebuah suara terdengar menyapa Kris. Salah seorang bartender bertubuh sedikit bulat berhenti tepat di hadapan Kris, mengulas senyum jahil sambil terkekeh kecil. Cheonsa beralih menatap Kris yang hanya mengangguk.



“ Kau bersama seseorang?”


Orang itu beralih menatap Cheonsa, senyum jahilnya semakin kentara dan Cheonsa menyadari hal itu. Iapun menggenggam tangan Kris erat, membuat pria itu berdeham kencang hingga si bartender genit itu berhenti memandanginya.


“ Kelihatannya gadis baik-baik. Kau bercanda?”

“ Setelah dengan Miran? Wow, seleramu berubah drastis!” Manse berdecak kagum sambil menggeleng-gelengkan kepala.


Pria itu tergelak, tawanya pecah dan nampaknya tidak bisa ia hentikan begitu saja. Seolah Kris Wu dan gadis baik-baik itu terdengar sangat konyol.


“ Dengar Manse, aku datang ke sini untuk menanyakan keberadaan Juno. Apa belakangan ini ia pernah datang kemari?”


“ Terakhir kali ia kemari sebulan yang lalu kalau aku tidak salah ingat. Kenapa kau mencarinya? Bukankah biasanya kalian sering bertemu?”



Perbincangan diantara keduanya berlangsung cukup serius, dan intinya Manse tidak mengetahui keberadaan Juno. Mengetahui hal itu Cheonsa merasa kegiatan mendengarnya sudah cukup. Ia mengalihkan perhatiannya begitu perbincangan Kris dan Manse sudah tidak lagi menarik untuknya. Sebenarnya ia hanya tak mengerti dengan apa yang sedang diperbincangkan kedua pria itu.


Ia kembali mengamati keadaan di sekitarnya, banyak pria dan wanita berciuman dan bermesraan tanpa malu di berbagai tempat; di lantai dansa, sofa-sofa di balik meja minuman, bahkan di depan lorong yang di atasnya melekat plat dengan tulisan ‘toilet’. Menjijikkan, pikirnya. Ia pun beralih, mengamati tempat lainnya. Seorang pria dengan mata berkilat menatapnya, menganggukkan kepala sambil tersenyum padanya. Cheonsa pun hanya membalasnya dengan juga menganggukkan kepala.


Namun ia benar-benar tidak menyangka kalau pria itu akan menghampirinya. Wajahnya semakin jelas terlihat. Pria itu memiliki garis wajah yang jelas, rahangnya benar-benar tegas dan matanya tak begitu besar. Cheonsa merasa begitu cemas saat pria itu duduk di sebelahnya.


“ Jonghyun. Namamu?”


Pria bernama Jonghyun itu mengulurkan tangannya, berinisiatif untuk menjabat tangannya. Namun Cheonsa tak menyambutnya, ia tahu benar maksud pria itu dan ia tidak akan memberikannya. Ia membiarkan tangan itu terus mengambang, menggantung di udara dan membuat pria itu berdecak sambil menggelengkan kepala. Tanpa Cheonsa sadari sikapnya yang sulit didapat, membuat pria itu tertantang. Seringaian lebar tercetak samar-samar di wajahnya.


“ Sepertinya kau orang baru di sini.”

Tangan besar itu menyentuh wajahnya, mengusap pelan sambil tersenyum genit.

“ Aku bisa membelikanmu minuman dan mengajakmu berdansa, bagaimana?”


Cheonsa menggeleng, lagi-lagi membuat pria itu tersenyum. Dan karena hal itu Cheonsa merasa semakin ketakutan. Tanpa menimbulkan kecurigaan orang itu, diam-diam ia menarik baju Kris, berusaha meminta bantuan dari pria yang masih asyik berbicara dengan Manse.



Napasnya tercekat ketika tiba-tiba pria itu memajukan wajahnya. Dengan kilatan mata menggoda pria itu menyusuri fitur wajahnya.



“ Maaf, bisa kau mundur sedikit? Aku merasa tidak nyaman,” ucapnya pelan.



Namun pria itu tak melakukan apa yang ia minta. Pria itu malah mempertahankan posisinya, terlihat puas dengan aksinya yang membuat Cheonsa ketakutan. Tangannya yang besar kembali mengelus wajah Cheonsa.



“ Singkirkan tanganmu, Tuan. Tindakanmu itu benar-benar tidak sopan!”



Pria itu malah tergelak, tawanya menggelegar seolah ucapan Cheonsa tadi merupakan lelucon yang sangat jenaka. Pria itu menatapnya geli, jelas memancarkan rasa takjub pada gadis di hadapannya. Cheonsa yang kesal malah kelihatan sangat menarik untuknya.


“ Kau sangat menarik manis,” ucapnya sambil menyapukan tangannya di rambut Cheonsa.


Cheonsa langsung mengempaskan tangan pria itu. “ Kubilang singkirkan tanganmu!”


Tawa pria itu semakin keras, garis tawa di sudut matanya pun kian jelas. Amarah Cheonsa yang meledak malah membuatnya semakin senang.


“ Kalau aku tidak mau bagaimana?”


“ Aku akan mematahkan tanganmu.”


Pria itu berdecak sinis, pandangan matanya beradu sengit dengan sepasang mata kelam di belakang Cheonsa. Kris sudah berdiri dari duduknya. Memasang posisi siap berkelahi walau ia dan ibunya sendiri tahu bahwa seorang Kris Wu bahkan tidak bisa menendang dengan benar.


“ Jangan bertingkah seperti jagoan, kawan. Aku tahu kau pun sama sepertiku, kita sama-sama ingin bersenang-senang dengan seorang gadis. Tapi gadis ini milikku, kau cari saja yang lain,” tukasnya diiringi suara kekehan. Pria itu ikut berdiri, tak mau kalah dengan tinggi Kris yang menjulang.


“ Anggap saja ucapanmu tentangku itu benar, tapi sayangnya aku hanya ingin bersama gadis ini. She’s with me, ok?


Kedua pria itu, Kris dan Jonghyun saling bertatapan. Saling memandang dan saling menghina. Jelas hal itu menarik perhatian cukup besar dari beberapa orang, walau tak seorangpun dari mereka tertarik untuk terlibat dalam percekcokan dua pria itu. Pertikaian semacam itu sering terjadi di dalam bar, jadi bukan hal aneh lagi melihat dua orang pria saling menatap dengan ambisi bisa menghabisi nyawa satu sama lain.


“ Bung, lebih baik kau cari gadis lain saja,” ucap Manse buka suara.


“ Gadis ini istrinya.” Cheonsa tak berkata apapun begitu Manse buka suara, mengajukan kesaksian ajaibnya. Ia tak mengeluh atau mengelak. Ia tahu yang harus dilakukannya sekarang. Ia hanya perlu berakting dengan meyakinkan hingga orang di depannya tak menyangsikan drama kecil ini.


Saat drama kecil milik Kris-Cheonsa-Manse berhasil mengelabui pria itu, dan begitu hampir seluruh mata menatap tak percaya, pria bernama Jonghyun itu mendengus. Dengan perasaan tak terhormat, pria itu akhirnya beranjak pergi. Sisa-sisa kekesalannya masih membekas di sekitar tempat duduknya yang kosong.



Cheonsa menghela napas panjang. Merasa cukup lega begitu pria itu pergi. Ia balik badan, menemui pandangan Kris yang tak bisa diartikan.


“ Jujur saja Kris, gadis ini terlalu beresiko untuk kau bawa ke tempat seperti ini. Kusarankan padamu untuk tidak membawanya kemari lagi jika kau tidak menginginkan kejadian seperti barusan terjadi lagi.” Manse menaruh perasaan prihatin pada Cheonsa. Menatapnya dengan belas kasihan.



Pandangan Cheonsa beralih dari Manse ke arah Kris yang terlihat mengembuskan napasnya susah payah. Pria itu kembali duduk. Matanya masih belum bosan menatap Cheonsa. Dengan sekali gerakan, pria itu mengacak rambutnya.



Pria itu berbalik menghadapnya, benar-benar hanya menatap Cheonsa.



“ Dengar, peraturan pertama saat kau datang ke tempat seperti ini adalah jangan memandang siapapun lebih dari lima detik, mengerti?”



Awalnya Cheonsa mengerinyit tak mengerti, namun begitu Kris menyandarkan kedua tangannya di kedua sisi bangkunya dan menatapnya dengan serius, Cheonsa tahu kalau yang harus ia lakukan saat ini hanyalah mengangguk.


Ia pun mengangguk, membuat Kris menghela napasnya dengan tenang.


“ Peraturan kedua, jika kau sudah terlanjur melakukannya segera alihkan pandanganmu. Jangan memberi senyuman atau mengangguk,” kata Kris menasihati. Dan seperti sebelumnya, Cheonsa kembali mengangguk. Ia akan terus mengangguk sampai Kris menuntaskan peraturan pergi ke bar yang khusus disusun untuk dirinya. Cih, pria itu pikir ia idiot ya?


Kris mengatur napasnya sebelum kembali melanjutkan narasinya. “ Peraturan ketiga–“ pria itu menajamkan pandangannya, kemudian mendengus frustasi.


“ –setelah kupikir dengan sangat hati-hati, orang sepertimu tidak cocok berada di tempat seperti ini.”


Ia mengerinyitkan dahinya, mempertanyakan maksud ucapan Kris. Tapi bukan berarti ia tidak terima Kris mengatakan hal tersebut. Ia juga tidak merasa cocok dengan suasana di tempatnya berada saat ini.  


“ Jadi peraturan ketiganya adalah kau tidak boleh datang ke tempat seperti ini, kecuali jika bersamaku,” tuntas Kris.


“ Siapa juga yang mau kembali ke tempat seperti ini?” ucap Cheonsa


Memang benar kan? Ia memang tidak merencanakan kunjungan selanjutnya ke tempat ini. Jadi ketiga peraturan itu sepertinya tidak ia butuhkan.  

TBC
I know it’s kinda too late, but smh I got some ideas for this fic. So yeah I’m working on it lately. Hope can do way better.. Have a nice day y’all..

Best regards,
GSB

Comments

Popular Posts