Getting Better - Part 1
Main Cast : Vernon, Tzuyu
Minor Cast : Dahyun and many more
Genre : Romance, University life
Length : Series
GIGSENT’ SERIES COLLAB
**********
“Kau adalah kepala departemennya,
Vernon! Astaga! Berapa kali harus kuingatkan? Ini tanggung jawabmu. Kau dan
para staf harus mendiskusikan satu program olahraga untuk akhir musim panas. Sesuatu
yang baru, yang belum pernah terpikir oleh umat manusia. Sesuatu yang membuat
semua orang di departemen lain terkagum-kagum sampai gigit jari.”
Vernon menghela napas untuk yang
kesekian kali. Dosen penanggung jawab departemen olahraga dan seni—departemen
yang ia ketuai—sedang melakukan hobinya; bicara panjang lebar soal tanggung
jawab dan kedisiplinan.
“Aku tahu seharusnya kita tidak
menggunakan metode voting untuk menentukan kepala departemen. Semua orang
memilihmu karena wajahmu. Ya Ampun!”
Go Wun, pria berusia 49 Tahun
yang selau memakai topi baseball dan kalung peluit itu mendengus keras sampai
hidungnya sakit, lalu meletakkan kedua tangannya di meja dan menatap Vernon
putus asa.
“Kau tidak menghadiri rapat tiga
kali berturut-turut. Aku penasaran apa alasanmu kali ini.”
Vernon cuma menggerakkan
kepalanya, untuk menggeleng, untuk berkata ‘sudahlah’. Dia lelah menjawab. Walaupun
Vernon mengatakan alasan yang sebenarnya, pria nyaris setengah abad di depannya
ini tidak akan mengerti. Ia tetap akan mendengus keras-keras pada Vernon sambil
berkata, “Berhenti beralasan!”
“Aku benar-benar tidak punya
pilihan lain.”
Vernon menatap sang dosen
olahraga dengan tatapan waspada.
“Aku mungkin akan mencari
penggantimu.”
“Tidak. Jangan!” seru Vernon
spontan, tidak terima.
Menjadi anggota BEM, terlebih
menjabat sebagai kepala salah satu departemennya merupakan satu-satunya hal
yang membuat Vernon merasa menjadi bagian dari kampus ini. Prestasi akademisnya
nol besar. Semua dosen mengingat namanya sebagai anak blasteran Amerika yang
jarang masuk dan langganan nilai C.
“Oh? Kau masih bisa bicara
ternyata?”
“Beri aku kesempatan. Aku akan
memimpin rapat besok dan kami akan menemukan program terbaik sepanjang masa.
Aku janji.”
“Program yang membuat anggota BEM
di departemen lain gigit jari?”
“Ya. Ya,” Vernon buru-buru mengiakan
tanpa berpikir lagi. “Ya. Mereka akan gigit jari sampai jarinya habis. Aku
janji.”
“Ini kesempatan terakhir.”
“Oke. Tentu. Kau bisa pegang
janjiku.”
**********
Semua orang tahu janji itu tak
bisa dipegang. Vernon berlari secepat yang ia bisa menuju ruang rapat dan mendorong
pintunya dengan bahu, kemudian masuk dengan posisi nyaris tersungkur.
Para staf yang sedang asik
mengobrol serentak menoleh padanya. Suasana yang semula riuh menjadi hening.
Semua orang menatapnya dengan sinis.
“Maaf aku terlambat,” kata Vernon
sambil berjalan cepat menuju meja. “Kita bisa mulai sekarang. Ada ide?”
“Ya. Bagaimana dengan ketua
departemen yang baru?” celetuk salah satu staf. Mengundang senyum sinis dari
hampir seluruh penghuni ruangan.
“Dia benar. Hal yang paling
mendesak untuk saat ini bukan program musim panas, tapi ketua yang baru,”
timpal yang lain. “Yang punya rasa tanggung jawab. Yang gampang dihubungi.
Sebenarnya kau punya handphone tidak sih?”
“Diam. Apa kita punya cukup waktu
untuk membahas itu? Lontarkan ide kalian, aku berdiri disini bukan untuk mendengar cemoohan sampah.
Kalian pikir aku akan berhenti hanya karena digertak? Mimpi saja.”
“Kau tahu siapa yang sampah? Heh
dengar, kita tidak bisa pura-pura tutup mata dengan kebodohanmu dalam
memimpin.” Jaebum berdiri sambil menggebrak meja. “Sebelum semuanya terlalu
jauh, lebih baik kau mengundurkan diri. Kau harus memahami kekuranganmu. Jangan
egois. Demi Tuhan, kita membawa nama kampus. Kalau tidak mampu ya katakan
saja.”
“Oh, ayolah.. yang penting kan
aku sudah disini. Kita harus memikirkan idenya sekarang.”
“Cukup.” Jaebum berdiri. “Kalau
kita tidak memilih ketua yang baru, aku keluar.”
Vernon mengedikan kepalanya ke
arah pintu, menantang Jaebum untuk keluar. Jaebum tersenyum dan
menggeleng-geleng, kemudian benar-benar keluar dari ruangan.
“Oke, jadi.. siapa lagi yang mau
keluar?” tanya Vernon dengan tegas.
Beberapa staf saling melempar
tatapan ‘kau mau keluar?’ dengan santai. Kemudian, satu persatu mereka pun
berdiri.
Vernon hanya bisa menunduk dengan
rahang mengeras mendengar langkah-langkah kaki itu berderap keluar ruangan.
Saat Vernon mengangkat kepalanya, tak ada lagi yang tersisa. Kedua tangannya
meremas sudut meja, menyalurkan marah. Dia sudah melajukan motornya seperti
orang kesetanan hanya untuk datang ke rapat ini. Namun tidak ada yang
menghargai usahanya.
Vernon menendang meja dan
menyampirkan tasnya, bersiap keluar ruangan. Namun kehadiran dosen Go Wun
mengejutkannya.
“Kau tahu apa artinya ini?” tanya
pria itu dengan tampang menyerah.
“Tidak. Jangan. Satu kesempatan
lagi.”
Go Wun mengangkat tangannya
dengan frustasi, seolah berkata ‘sudah cukup’.
“Aku janji. Aku janji.”
“Kau gila? Stafmu bahkan sudah
tak mau mendengarkanmu lagi.”
“Aku bisa memikirkan acaranya
sendiri. Aku bisa bekerja tanpa mereka.”
“Itu adalah ucapan paling bodoh
yang pernah kudengar!” seru Gu Won. “Aku akan mencari penggantimu.”
**********
Semua mahasiswa sudah
meninggalkan kelas. Namun Tzuyu masih sibuk dengan buku catatannya. Sampai
akhirnya Dosen Gu Won masuk ke kelas itu untuk mengambil spidol.
“Apa masih ada kelas lagi di
ruangan ini?” tanya sang dosen—yang hari itu menggunakan kemeja rapi, tanpa
topi baseball dan kalung peluit.
Tzuyu sedikit terlonjak, sebelum
akhirnya mengangkat kepala dan menggeleng sopan. “Tidak ada. Saya hanya sedang
mengerjakan tugas.”
“Oh, kalau begitu lanjutkanlah! Aku hanya mau mencari spidol.” Pria itu berjalan menuju meja dosen dan membuka lacinya.
“Ngomong-ngomong, kau semester
berapa?” tanya Gu Won sambil memeriksa tinta spidol di tangannya ke papan
tulis.
“Semester 4, nama saya Tzuyu,
pak. Zhou Tzuyu.”
“Oh?” Gu Won menoleh pada Tzuyu
sambil ternganga. “Ya Ampun. Harusnya aku sudah menduganya. Semua dosen membicarakanmu.
Kau selalu menjadi topik panas di ruang dosen.”
Tzuyu terkejut. “T..tapi saya
tidak melakukan apa-apa.”
“Oh, bukan begitu. Maksudku,
semua dosen menyukaimu. Mereka menyanjungmu setinggi langit. Akhirnya aku bisa
bertemu denganmu juga. Kau pasti tidak mengambil mata kuliah olahraga.”
“Saya memang tidak mengambilnya.”
“Pantas saja kita tidak pernah
bertemu. Kapan kau akan mengambilnya?”
Tzuyu menggeleng, “Sebenarnya
saya kurang tertarik dengan kegiatan fisik.”
“Begitu? Oh.. sayang sekali.
Boleh aku tahu apa UKM yang kau ikuti?”
Tzuyu menggigit bibirnya. “Sebenarnya…
saya tidak mengikuti organisasi,” kata Tzuyu ragu. Ia bisa melihat ekspresi
terkejut sang dosen dan buru-buru menambahkan. “Saya khawatir itu akan
mengganggu kuliah saya.”
“Oh begitu.” Gu Won mengangguk.
Ia sempat berpikir untuk menawarkan posisi ketua departemen olahraga kepada
gadis di depannya ini. Dia terlihat cemerlang. Namun Tzuyu tidak menyukai
olahraga, ia bahkan tidak mengikuti organisasi, bagaimana bisa Gu Won
mengangkatnya menjadi ketua departemen olahraga jika seperti itu?
**********
“Kau butuh bantuan?”
Gu Won tersentak.
Seorang dosen Bahasa Inggris
bernama Jae Ik berdiri di sampingnya. Pria itu menusuk pinggang Gu Won dengan
sebuah map.
“Jangan ganggu aku. Aku sedang
sangat pusing.”
“Ceritalah! Mungkin kami bisa
membantu,” seru dosen lain penuh perhatian.
“Baiklah. Tidak ada salahnya juga
aku cerita. Jadi begini,” Gu Won menatap beberapa dosen yang bersedia mendengar
curhatannya itu dengan serius. “Kalian tahu kan aku adalah pembimbing departemen
olahraga?”
“Ya. Dan kami tahu betapa tidak
produktifnya departemen itu sekarang. Itu kan yang mengganggumu?” Jae Ik kembali menusuk pinggangnya dengan map.
“Ya. Dan aku sedang mencari
seseorang untuk menggantikan Vernon sebagai ketua. Anak itu sepertinya sedang
sibuk bekerja paruh waktu. Sementara kami benar-benar harus membuat sesuatu
untuk musim panas. Dia tidak bisa diandalkan.”
“Kau bisa mengangkat salah satu
stafnya sebagai ketua,” usul salah satu dosen.
“Aku sudah merundingkan hal ini
dengan mereka. Tetapi dari pengamatanku, tidak ada yang cukup berpotensi untuk
itu.”
“Bagaimana dengan Zhou Tzuyu? Ya
Ampun, dia hebat dalam segala hal!” seru dosen sosiologi sambil
menggeleng-geleng. Selalu ada ekspresi pemujaan berlebihan dan mata melotot
takjub yang mewarnai wajah seluruh dosen di ruangan ini tiap nama Zhou Tzuyu disebut.
Tak terkecuali sekarang. Semua dosen berlomba-lomba mengutarakan rasa kagumnya.
“Aku setuju. Kau bisa minta
tolong padanya untuk menggantikan Vernon,” timpal dosen lain.
“Aku tahu kalian akan
merekomendasikan anak itu. Tapi sepertinya tidak. Aku bertemu dengannya tadi
siang. Dia tidak menyukai kegiatan fisik, dia juga bilang kegiatan organisasi
bisa mengganggu kuliahnya.”
“Tapi kita sedang membicarakan Tzuyu.
Anak itu mahir dalam segala hal. Dia benar-benar mengagumkan. Dia selalu lebih
unggul dari yang lain. Aku bersumpah hanya dia yang membaca buku sebelum kelas
dimulai.”
“Benar sekali. Lagipula ini bukan
kegiatan fisik. Dia hanya harus menemukan ide untuk program musim panas. Aku
yakin Tzuyu punya banyak ide untuk itu.”
“Gu Won, aku yakin kau sendiri pun
tahu, hal yang paling dibutuhkan dalam suatu organisasi adalah tanggung jawab. Tzuyu
jelas-jelas menanamkan sifat itu di dalam dirinya.”
Dosen-dosen di sekitarnya
mengangguk-angguk.
“Mereka semua benar. Jika kau
memasukkan Tzuyu dalam departemen itu, maka kegiatan olahraga musim panasmu sudah
pasti akan menjadi kenyataan,” tutup Jae Ik sambil menepuk puncak kepala Gu Won
dengan map. (Jae Ik selalu menepuk semua lawan bicaranya dengan map setiap kali
selesai bicara, dan Gu Won sudah terbiasa dengan kebiasaan aneh itu.)
“Bagaimana jika dia menolak?”
“Dia Zhou Tzuyu,” Jae Ik
meyakinkan. “Dia tak mungkin menolak permintaan dosen.
**********
Akhirnya, ia memutuskan untuk
menghubungi Tzuyu dan menawarkan posisi itu. Gu Won tak punya pilihan lain.
Begitu pula Tzuyu. Gadis itu terus bergumam tidak jelas di telfon, mungkin
hendak menolak, tetapi tidak cukup berani untuk menyuarakannya. Hingga akhirnya,
setelah nyaris 10 menit, Tzuyu mau tak mau mengiakan.
Baiklah. Tidak ada salahnya mencoba.
**********
Keesokan harinya, semua staf
departemen olahraga dan seni berkumpul di ruangan biasa. Gu Won sudah meminta
mereka untuk datang.
“Jadi, aku sudah menunjuk salah
satu mahasiswa yang menurutku bisa membuat perubahan di departemen kita. Aku
harap kalian semua tidak iri dan mau bekerja sama dengannya,” jelas Gu Won. Ia
menyuruh Tzuyu menunggu di luar dan mendengarkan aba-abanya sebelum masuk. Pria
itu harus memastikan tidak akan ada penolakan di antara staf.
“Aku setuju. Siapapun itu, asalkan bukan Vernon.”
“Selama dia bertanggung jawab penuh, maka tidak ada masalah.”
“Tapi dia laki-laki kan pak? Aku tak mau diatur-atur perempuan.”
“Dia perempuan,” kata Gu Won,
menatap langsung pada anggota yang bertanya. “Dan aku yakin kita semua sudah
setuju dengan kesetaraan gender dalam organisasi.”
Hampir seluruh anggota meluruskan
punggungnya dan saling mengernyit. Bahkan anggota-anggota perempuan.
“Kutanya sekali lagi, apa kita
punya masalah?”
Tak ada yang menjawab.
“Apa kita bisa memanggilnya
sekarang?”
Lagi-lagi hening.
“Ya Ampun! Kalian punya mulut
kan?”
“Iya, pak.” Terpaksa kedelapan
orang staf itu menyahut dengan keras.
Gu Won mendengus menatap mereka
semua dan menoleh ke pintu masuk, memberi aba-aba dengan suara keras. “Kau bisa masuk sekarang.”
Pintu itu pun perlahan-lahan membuka. Semua orang yang ada di dalam ruangan itu—termasuk sang dosen—terkejut
melihat siapa yang masuk.
“Maaf aku terlambat,” kata
Vernon. Pria itu membungkuk singkat dan berjalan terburu-buru ke samping sang dosen, lantas sibuk sendiri
mengeluarkan beberapa kertas.
“Aku sudah memikirkan program apa
yang akan kita lakukan di musim panas,” ucapnya, siap berpresentasi.
“Vernon, tunggu.” Gu Won menyela
tepat saat Vernon sedang membuka mulutnya. “Dimana Tzuyu?”
“Siapa?”
“Bukankah ada perempuan di depan
pintu?”
“Maksud Bapak, perempuan aneh
yang berdiri menghalangi pintu itu?” Gu Won tak yakin apa dia harus mengangguk
atau menggeleng. “Aku sudah mengusirnya, pak. Tenang saja.”
“Apa?”
“Aku menyuruhnya untuk tidak
berdiri di depan ruang rapat.” Vernon mencondongkan badannya dan berbisik pada
sang dosen. “Tingkahnya sangat mencurigakan. Dia terlihat seperti sedang
menguping.”
“Bodoh sekali. Dia sedang
menunggu aba-abaku.”
“Aba-aba?”
“Aduh, kau ini benar-benar!” Gu
Won tidak punya waktu untuk mengomel. Ia segera keluar dan mencari Tzuyu. Dan
untungnya, gadis berdarah Taiwan itu tidak benar-benar pergi. Ia hanya menjauh
sedikit dari ruang rapat dan bersandar di tembok.
“Apa yang kau lakukan disini? Aku
sudah memberimu aba-aba.”
“Kenapa bapak tidak bilang kalau
Vernon adalah ketuanya?” tanya Tzuyu dengan napas bergemuruh, namun tetap
berusaha terdengar sopan.
Gu Won mengerutkan kening. Ia
sama sekali tak bermaksud menutupi hal itu, ia hanya merasa itu bukan sesuatu
yang penting—Vernon bukan sesuatu yang penting.
“Saya tidak mau bekerja sama
dengan pria itu,” sahut Tzuyu lagi.
“Astaga. Apa-apaan sih? Kenapa?”
seru Gu Won frustasi. Tzuyu tak menjawab, ia hanya menggeleng pelan, kemudian
menggeleng lagi dengan lebih yakin. “Lebih baik kau ikut aku ke ruang rapat sekarang.
Semua staf sudah menunggumu.”
“Kalau Vernon keluar, maka saya akan masuk.”
“Aku akan menyuruhnya keluar jika
kau masuk.”
“Anda janji?”
“Tzuyu, tolong jangan buang-buang
waktu!”
Tzuyu tak punya pilihan lain, ia
berdiri dan mengikuti sang dosen memasuki ruang rapat dengan langkah ragu-ragu
dan kepala tertunduk.
“Baik semuanya, perkenalkan.. ini
Zhou Tzuyu.” Gu Won menarik Tzuyu yang bersembunyi di balik punggungnya. “Dia
yang akan menggantikan posisi Vernon selama 3 bulan ke depan.”
“Tunggu dulu!” Vernon yang sejak
tadi hanya berdiri keheranan di samping meja itu akhirnya berseru. “Pak, saya
sudah siap mempresentasikan programnya. Ini tidak adil.”
“Bukankah aku sudah bilang aku akan
mencari penggantimu?”
“Ya. Tapi aku sudah punya programnya.”
“Tzuyu juga sudah punya
programnya. Benar kan?” Tzuyu mengangguk.
“Dan siapa yang peduli dengan
programnya? Aku adalah ketua departemen disini.”
“Tidak lagi.”
“Ini tidak adil.”
“Tidak adil?” ulang sang dosen
dengan ekspresi geli yang dibuat-buat. “Begini ya, aku ini sudah seribu persen
kehilangan kepercayaan padamu, Vernon. Aku tak akan membiarkan program olahraga
manapun—terlebih program pertama kita di tahun ini—berjalan di bawah
pimpinanmu. Sekarang kau pilih, mau duduk dan menjadi wakil ketua, atau keluar
dari ruangan ini?”
Vernon tak bisa memercayai
pendengarannya. “Tapi aku sudah….memikirkan programnya,” katanya pelan. Vernon
sudah memikirkan event olahraga ini
selama berjam-jam. Itu adalah pencapaian terbesarnya seumur hidup. Dan
sekarang, pencapaian-terbesar-seumur-hidupnya itu akan diabaikan begitu saja?
“Pak, mungkin seharusnya mereka
mempresentasikan program masing-masing dan kita yang akan memilih program mana
yang terbaik,” cetus Somi, salah satu staf perempuan.
Gu Won menepukkan tangannya
dengan mengejutkan. “Itu ide yang bagus. Tunggu dulu, kau janji akan memilih
secara objektif?”
“Aku bersumpah,” sahut Somi
yakin. “Aku menyesal memilih karena muka. Dia menjadi super tidak tahu diri
setelah mengantongi jabatan ketua.”
“Kau menyindirku di depan
mukaku?” Vernon tidak habis pikir. Dia sudah mengeluarkan ekspresi itu 100 kali
dalam 3 hari terakhir. Semua orang membuatnya tidak habis pikir.
“Aku sudah bosan menyindirmu di
belakangmu,” balas Somi. Vernon mengeluarkan ekspresi itu lagi.
Di sisi lain, Tzuyu sudah
mengirimkan tatapan tidak nyaman kepada sang dosen sebanyak 5 kali. Bukankah
mereka sudah sepakat untuk mengusir Vernon saat ia masuk? Sekarang kenapa ia
dan Vernon malah harus adu presentasi?
“Siapa yang mau mulai duluan?”
tanya sang dosen.
Vernon langsung mengacungkan
tangannya. Ia menarik mapnya dari meja dan kertas-kertas di dalamnya
berhamburan ke lantai. Pria itu menghela napas, lalu melempar mapnya kembali ke
meja. Ia tidak butuh kertas-kertas itu. Ia terlalu kesal untuk membungkuk dan
memungut semuanya. Tzuyu, para staf, bahkan dosen Gu Won yang berdiri setengah
meter darinya tak terlihat peduli, alih-alih membantu. Mereka seperti sudah berkomplot
untuk membuatnya terlihat semakin kacau.
“Oke, jadi.. nama programku
adalah ‘Pekan Olahraga Mahasiswa’. Acara ini akan spektakuler. Di bagian
pembukanya, para atlet dari berbagai kampus akan diarak dengan 100 personel
marching band. Kemudian, kita akan punya beragam pertandingan, mulai dari voli sampai sepak bola.” Vernon menghentikan ucapannya sejenak, menunggu
reaksi.
“Tidak ada yang spesial,” sahut Jaebum
sambil menyedot es kopinya.
“Aku juga akan mengundang Park Ji Sung sebagai
bintang tamu.”
Jaebum kontan menyemburkan kopinya
dan terbatuk-batuk. Ketujuh staf yang lain tak kalah terkejut, mereka
terbelalak dan langsung melayangkan protes.
“Kau gila? Memangnya menurutmu budget kita sebanyak apa?”
“Undang Park Ji Sung katanya? Yang benar saja!”
“Dia bercanda kan?”
Dosen Gu Won menggeleng-gelengkan
kepalanya dengan frustasi, kemudian melirik Tzuyu seolah mengatakan ‘sekarang
giliranmu’.
Tzuyu tak ingin terlalu lama
menghirup udara di ruangan yang sama dengan Vernon, jadi ia segera mengambil
spidol dari meja guru dan menuliskan kata ‘get ready for TEXAS’
sebesar-besarnya.
“Ini akan jadi temanya,” mulai Tzuyu.
Semua orang mengernyit memandang
tulisan itu.
“Get ready for… The EXcellent
Arts and Sports. Texas hanyalah akronim,” jelas Tzuyu, diiringi dengan ucapan
‘oooh’ yang panjang dari hampir semua mulut, terkecuali Vernon.
“Hanya ada 4 cabang olahraga yang
dipertandingkan, basket, futsal, badminton dan voli. Sedangkan untuk cabang
seni, aku berpikir kita bisa memanfaatkan bakat semua orang, kalian tahu, untuk
menghemat anggaran.”
“Maksudnya?”
“Maksudnya, kita tidak
membutuhkan bintang tamu. Kita akan mengadakan audisi menyanyi besar-besaran,
pesertanya tidak terbatas hanya pada mahasiswa disini, bahkan.. tidak terbatas
hanya pada ‘mahasiswa’.”
“Dosen juga bisa ikut?” tanya Gu
Won.
“Dosen, para penjual makanan di
kafetaria, anak-anak SMA. Semuanya.”
“Wow, Tzuyu, itu ide bagus. Tapi bagaimana
dengan jurinya? Aku tahu kita bisa meminta tolong pada pelatih paduan suara,
atau dosen di fakultas seni, tapi.. kita butuh satu orang yang cukup terkenal
untuk membuat semua orang tertarik,” tutur salah satu staf perempuan.
“Aku setuju,” kata Somi. “Ayo
undang BoA!”
“BoA? Memangnya budget kita
sebanyak apa?” Vernon menyindir. Somi pura-pura tidak mendengar sindiran itu.
“Kita bisa mendiskusikan hal ini lagi nanti.
Yang penting, sekarang sudah jelas kan tema siapa yang lebih layak diusung?”
tanya dosen Gu Won, disambut dengan anggukan yakin para staf. Pria setengah
baya itu lantas melirik Vernon yang masih berdiri menyender di meja dosen,
kemudian memberikan isyarat agar pria itu duduk bersama staf yang lain.
Vernon tahu dia sedikit
tertinggal dalam hal tema. Ia bahkan lupa bahwa departemen mereka bukan hanya
terfokus pada cabang olahraga saja. Ia menyadari hal itu dan tanpa membuat
drama apapun langsung duduk di salah satu kursi kosong. Bukan berarti ia sudah
menerimanya dengan lapang dada. Ini tetap tidak adil.
“Kalau temanya ‘get ready for
TEXAS’, mungkin kita bisa menjadikan bentuk Negara Texas menjadi maskot,” cetus
Jun.
“Brilian!” Somi berseru dan
berbalik badan pada Jun. “Aku bisa membayangkan dia memakai jersey basket
kita.”
“Yeah. Aku bersedia membuat
grafiknya, jika kalian semua tidak keberatan,” Jun menawarkan.
“Mana mungkin kami keberatan?!”
Tzuyu tersenyum puas mendengar
betapa bersemangatnya para staf untuk acara ini. Berarti kesalahan memang bukan
pada mereka, tapi pada…. Tzuyu menggiring matanya pada seorang pria di barisan
kiri. Si ketua yang payah. Atau lebih tepatnya, mantan ketua yang payah.
Saat itu, Vernon juga tengah
meliriknya dengan tatapan tidak senang. Tzuyu dengan cepat membuang muka.
“Mungkin rapat hari ini cukup
sampai disini dulu. Kita harus bertemu lagi besok dan membicarakan semua…..,”
Vernon berdiri sebelum dosen Gu Won selesai bicara, lantas meninggalkan ruangan
begitu saja. “Dulu waktu aku masih kuliah, tidak ada mahasiswa yang sekurang
ajar itu. Tch, lalu siapa yang akan membereskan kertas-kertas ini?”
“Biar saya yang rapikan,” kata Tzuyu,
segera membungkuk dan memungut semua kertas yang tadi terjun bebas dari map
Vernon.
“Terima kasih. Tck, bagaimana
bisa ada dua orang yang begitu bertolak belakang? Dulu, saat aku masih
kuliah…..” Dosen Gu Won kembali mendongeng.
Tzuyu memasukkan kertas-kertas
milik Vernon ke dalam mapnya lalu menatap pintu yang tertutup itu dengan heran.
Dia tidak mengenalku? Bagaimana bisa dia
lupa?
**********
Vernon memasuki toko buku
tempatnya bekerja dengan muka tertekuk. Ia mengambil kemeja putih di loker dan
memakainya dengan cepat. Mendengus. Memasang nametag. Mendengus lagi. Kemudian
mengambil satu dus berisi buku-buku baru dan membawanya ke salah satu rak
sambil terus mendengus.
Dia bahkan bukan anggota BEM, seenaknya saja menggantikan posisiku
sebagai ketua!
Dia bukan siapa-siapa. Hanya orang asing yang kebetulan punya ide
bagus.
Dia… dia.. ya ampun siapa dia?
Vernon hampir meninju rak buku
saat tiba-tiba pundaknya ditepuk.
“Hei..” Saat Vernon menoleh,
wajah cerah Dahyun langsung menyedot semua rasa kesalnya.
“Hei,” balas Vernon.
“Kau baik-baik saja?”
“Ya, tentu.”
“Benarkah? Kau tidak bermaksud
merobohkan rak ini kan? Aku sudah membersihkannya seharian.”
“Ha, tidak.” Vernon mengusap-usap
sisi rak itu. Untuk membuktikan pada Dahyun bahwa ia dan rak di depannya ini
memiliki hubungan yang harmonis.
“Bagus. Kau terlihat marah.”
Vernon tak membantah, ia cuma
mengangkat bahunya dan tersenyum. Mustahil untuk tidak tersenyum saat melihat
wajah Dahyun, bahkan saat kepalamu sedang terbakar. Gadis itu selalu membawa
aura musim semi.
Mungkin jika Dahyun menginjakkan
kaki di gurun sahara, semua yang dia injak akan menjadi subur dan menumbuhkan
rumput. Jika ia menyentuh bunga yang layu, bunga itu akan mekar lagi. Vernon
tidak sedang melebih-lebihkan. Bos mereka—Kim Heechul— bahkan memanggil Dahyun
dengan sebutan sunshine. Dia
menyebutnya seperti itu seolah Dahyun memang terlahir dengan nama itu. Vernon
terkadang benar-benar memikirkan ‘sunshine’ setiap kali melihat Dahyun.
“Aku membuat sushi. Mau coba?”
tawar Dahyun.
Vernon yang memang sedang lapar
pun langsung mengangguk. Ia baru saja dipecat jadi ketua departemen, dan
digantikan oleh gadis antah berantah yang bahkan tidak diospek untuk ikut BEM.
Vernon lapar dan kesal. Terlebih dia suka sushi, dan Dahyun. Ya. Vernon hampir
50% yakin dia menyukai Dahyun. Siapa yang
tidak menyukai Dahyun?
**********
Saat sedang serius mengerjakan
tugas, Tzuyu tak sengaja mendorong map milik Vernon—dosen Gu Won menyuruhnya membuangnya,
tapi ia tak tega dan akhirnya membawanya pulang.
Beberapa kertas dalam map itu
berceceran di lantai. Tzuyu mengulurkan badannya di sisi ranjang dan mengambil
kertas-kertas itu, otomatis melihat isinya juga. Ada daftar lapangan yang akan
dipakai untuk pertandingan—dia membuat 9 pertandingan olahraga dan menyebarnya
di beberapa lapangan fakultas. Bahkan ia menulis jam-jamnya, walau acak-acakan,
walau nyaris tak bisa dibaca, tapi ia memikirkannya! Ia menulisnya!
Ada sketsa Park Ji Sung yang
sedang mengangkat ibu jari.
Ada pembagian tugas para staf.
Ada projek untuk mengumpulkan
dana.
“Dia tidak buruk,” gumam Tzuyu
sambil memerhatikan kertas-kertas itu. “Dia memang tidak pernah buruk. Dia
hanya tidak mengerti prioritas.”
Tzuyu tak bisa mengalihkan
pandangnya dari kertas-kertas itu selama bermenit-menit, kemudian bergumam
lagi, “Tapi bagaimana bisa dia tidak mengingatku? Apa mungkin dia hanya
pura-pura?”
Ada nama lengkap dan kontak
Vernon di salah satu kertas, ditulis dempet-dempet dengan spidol hitam. Tzuyu memisahkan kertas itu dari kertas-kertas
lain dan menyimpannya di rak. Ia tak tahu kenapa ia melakukannya. Ia hanya
mengikuti naluri.
TBC
Oke, jadi aku mau ngejelasin sedikit. Jadi ini projek kolaborasi
terbaru kita bertiga (para auhor GIGS), sebenernya hampir sama kaya the ominousmeeting, bedanya… kali ini bentuknya bukan oneshoot, tapi series. Setiap author
bikin satu part full. Silahkan ngira-ngira sendiri ini author siapa~
Belum tau bakal sampe part berapa, kalo enggak end di part 3, ya.. part
6, atau mungkin part 9? Pokoknya kelipatan 3.
Dibaca ya gaes. Dijamin seru. Karena kita satu sama lain g tau author
sebelumnya bakal bikin alur kaya gimana? Konfliknya apa? TBC-in dimana (kita
cuma nentuin cast, karakter dan cerita secara garis besar doang) ditambah lagi
gaya tulis kita juga beda-beda.. yah, kalo penasaran jangan sampe ga dibaca aja
Makasih semuanya *ngasih tongkat estafet ke next author*
Comments
Post a Comment