JOURNEY OF LOVE THE SERIES: There Is A Will There Is A Way - Chapter 7 (END)





Yixing POV



Aku bersyukur akhirnya tubuhku sudah kembali sehat, meski belum pulih seutuhnya. Tapi aku sudah merasa sangat baik sekarang. Kini aku bisa bergerak tanpa merasa nyeri, staminaku juga sudah mulai membaik.



Tapi disaat aku sudah bisa memulai aktivitasku, Shen Ruo justru memutuskan untuk kembali ke Jiangsu. Aku tahu ia tak bisa tetap berada di sini setelah apa yang terjadi beberapa waktu lalu, tapi tidak bisakah ia tinggal untuk beberapa hari lagi?




“Tidak bisa kau pertimbangkan lagi?”



Ia menggeleng tegas. Koper serta selembar tiket sudah digenggam dengan yakin. Ahh, apa boleh buat sepertinya aku tidak bisa mencegahnya lagi.



“Baiklah, ayo kuantar.” Ku raih kopernya dan berjalan menuju mobil, namun kepalaku menoleh ke belakang ketika ia menahan tanganku, kepalanya menggeleng.




“ Aku bisa naik taksi. Bukankah kau harus pergi ke kampus hari ini? Ingatlah, kau sudah meninggalkan kampusmu terlalu lama.”



“ Tetap tidak bisa. Aku harus memastikan kau sampai di pesawat dengan selamat.”



“ Tidak perlu. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku bukan Shen Ruo kecil yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri.”



“ Ya sudah, kalau itu maumu.” Baiklah aku mengalah, tak ada gunanya aku terus memaksa jika pada akhirnya ia tetap pada pendiriannya.





*****






At Chung Ang University




Akhirnya setelah lama tak menginjakkan kaki di tempat ini, aku bisa kembali lagi. Aku bersyukur Tuhan masih memberiku kesempatan untuk bisa datang ke tempat ini. Selama aku terbaring di rumah sakit, aku sadar benar jika selama ini aku menyia-nyiakan apa yang Tuhan berikan padaku.




Baik…aku memang lalai dengan sekolahku karena harus menghadiri banyak kegiatan pertemuan orang tua di sekolah Wei An, tapi satu hal yang aku lupakan, terkadang aku mengambil keuntungan dari itu semua. Terkadang aku memanfaatkannya untuk bolos dari kegiatan kelas.




Seperti sudah terprogram, langkahku langsung menuju kantin. Dengan semangat aku memasuki ruangan berkondisi ramai yang terisi penuh dengan orang yang sedang mengisi perutnya. Tapi siapa peduli dengan orang lain? Aku datang ke sini…




Yaph.. itu dia.





Tanpa membuang waktu lama, mataku langsung mendapati sosok itu. Sosok gadis yang tengah bercanda bersama teman-temannya. Ya ampun, aku sudah lama tidak melihatnya tertawa seperti itu. Terakhir aku bertemu dengannya, ia begitu sinis dan dingin.




“ Mana mungkin aku menyukainya!”



“ Eumm..kalau begitu sekarang pilih Bang Yongguk atau Zhang Yixing?”



“ Kenapa diam saja? Bukankah itu pertanyaan mudah?”



“ Kenapa kau masih bingung? Kalau begitu kau memang menyukai Yixing.”




“ Ya ampun, kau ini benar-benar sok tahu. Jelas saja aku akan memilih Yongguk. Dia tampan, tinggi, jenius, dan pastinya sangat sempurna.”




Niatku menghilang begitu saja, saat Hara mengatakan hal tersebut. Ya Tuhan, kenapa aku merasa begitu kecewa? Kenapa sesak sekali? Tapi…siapa Yongguk yang dimaksud Hara? Apa itu kekasihnya?





*****       





Hara POV




Aku baru sampai di ambang pintu kelas, tapi suara berisik dan heboh dari dalam sudah jelas terdengar. Hah..bukankah hal wajar kalau kelasku begitu gaduh? Biasanya kan memang begitu.




Entah ada apa yang jelas saat aku masuk, sudah ada banyak orang yang berkumpul mengerubung di kursi belakang. Aku tak peduli, yang penting mereka tak mengganggu ketenanganku  itu sudah lebih dari cukup.




“ Jadi kau koma selama itu? Aigoo, aku tidak menyangka kau mengalami hal seperti itu.”



“ Memang bagaimana ceritanya kau bisa kecelakaan?”



“ Yah..aku ditabrak mobil begitu saja.”





Batinku tersentak mendengar suara barusan, suara yang benar-benar tidak asing untukku. Suara…suara Yixing. Benar, itu dia.




Dia kembali, jadi dia sudah pulih.





Mataku tak bisa menghindar saat mata itu menemukanku. Namun ia segera mengalihkan pandangannya seperti tak melihatku. Kenapa? Aishh..bukankah itu bagus? Aku jadi tidak perlu merancang rencana untuk menjauhinya kan?





***** 





Rupanya Tuhan mengabulkan keinginan awalku, sekarang aku benar-benar tak berurusan dengan Yixing lagi. Sekarang kondisi telah berubah seperti semula, kami sudah kembali pada posisi masing-masing. Aku kembali menjadi Lee Hara yang dingin dan dia…dia tetap menjadi pujaan di kelas.






Kenapa aku merasa tak rela? Bukankah ini yang dulu ku inginkan? Bukankah dulu aku sangat membencinya? Tuhan maha adil dan sekarang Dia sudah mengabulkan permintaanku. Lalu apa lagi yang kurang? Apa sekarang aku menyesalinya?






“ Ini..maaf aku baru mengembalikannya.” Kepalaku terangkat menatap orang yang baru saja mengangsurkan buku teori hukum yang taka sing lagi.





Yah, buku itu milikku. Buku yang kupinjamkan padanya beberapa waktu lalu.





Benar, Tuhan memang telah memposisikan semuanya seperti semula. Dia terlihat begitu formal saat bicara padaku, seolah kami tak saling mengenal. Apa kecelakaan kemarin membuatnya amnesia, hingga ia lupa jika aku pernah menjadi temannya?




“ Terimakasih.” Aku hanya mengangguk dalam, saat ku angkat kepalaku lagi ia sudah tak ada di depanku. Ia sudah kembali ke tempatnya. Bermain serta tertawa dengan temannya.




Benar-benar seperti dulu. Semuanya berubah seperti semula, tapi kenapa Tuhan tak mengembalikan hatiku seperti sedia kala? Kenapa? Bukankah ini tak adil? Kenapa Ia hanya menyisakan hatiku yang tak bisa kembali?





****




Author POV





Terkadang manusia terlalu banyak mengeluh atas apa yang tuhan berikan, sampai tak jarang mereka akan jatuh menyesal saat pemberian itu diambil kembali oleh-Nya. Terkadang manusia juga terlalu lancang mengklaim sesuatu sebagai musibah, tanpa mau tahu jika apa yang mereka sebut dengan musibah adalah langkah awal dari kebahagian yang Tuhan berikan.





Rasanya tidak salah jika manusia sering kali dijuluki makhluk yang tidak bisa bersyukur. Saat kebahagiaan datang dengan cara yang berliku, mereka mengeluh seolah tuhan begitu kejam. Dan ketika Tuhan sudah benar-benar menjauhkannya dari labirin berliku itu, mereka malah jatuh terduduk. Benar-benar tak berdaya. Hanya bisa berharap jika waktu bisa diputar balik.





Tapi Hara sadar semua tak ada gunanya, menangis atau penyesalan sebesar apapun tak akan bisa merubah semuanya. Jika memang ini yang tuhan berikan, kenapa ia tak coba untuk menerimanya. Bukankah tuhan punya rencana dibalik semua tragedi dan misteri?





Seperti biasa ia langsung duduk di kursi tempatnya, tapi kali ini ia tak mengeluarkan buku atau makalah karena hari ini tepatnya hari senin, ia mesti menghadapi ujian akhir semesternya. Segala persiapan sudah siapkan dari jauh-jauh hari, rasanya sudah cukup, ia juga percaya diri bisa menghadapi ujian dengan lancar. Namun…ada satu hal yang terus mengganggu pikirannya, ada yang mengganjal tidurnya setiap malam dan ada rasa cemas yang hingga kini singgah di hatinya.





Kepalanya menoleh ke belakang, Yixing terlihat percaya diri mengisi lembar ulangan yang baru diberikan dosen. Tak ada keraguan yang tertangkap matanya, sejauh ini Yixing terlihat baik-baik saja. Tapi benarkah? Mengingat bagaimana perangai pria itu selama ini, Hara merasa sedikit khawatir. Apa pria itu bisa mengerjakan ulangannya? Apa selama ini ia belajar?





Ia kembali memutar kepalanya, sepertinya ia sudah terlalu khawatir. Setelah lama tak berhubungan, kenapa ia malah mengkhawatirkan pria itu? kenapa masih peduli dengan nasib priaitu? Kenapa? Apa ini hukuman dari Tuhan untuknya? Setelah kenyataan memisahkan jarak antara keduanya, kenyataan pula yang membuat rasa aneh itu berkembang semakin besar dalam hati Hara.





******





Hara POV


Somedays after examination…..




Semua orang berkumpul di depan papan pengumuman, dengan rasa menggebu, setiap individu mencari-cari namanya pada deretan mahasiswa yang berhasil lulus semester ini. tubuhku masih belum bisa menggapai tempat strategis, maklum saja banyak sekali orang yang berebut ingin menjadi yang lebih dulu. Hah…bisakah mereka mengantri?




“ Yixing-aa! Lihatlah! Namamu berada di urutan kelima puluh! Lihat!”



“ Wah..benar! chukkae!!”



“ Kau benar-benar hebat kawan!”





Benarkah? Dia berhasil? Bahkan dia berad di urutan kelima puluh! Artinya ia naik 10 peringkat dari peringkat sebelumnya. Ya Tuhan! Terimakasih! Rasanya aneh, padahal aku belum melihat sendiri, tapi hati ini sudah begitu senang. Jantung ini bereaksi begitu cepat, debarannya membawa sensasi menyenangkan. Yang berada di posisi itu kan bukan diriku, kenapa aku malah merasa sangat senang? Aneh sekali.





“ Yixing selamat ya!! Kau hebat!”






Pria itu hanya tersenyum ketika satu persatu orang menyalami tangannya. Ia terlihat begitu senang. Namun…tiba-tiba saja pandangan kami bertemu, ekspresi senangnya luntur perlahan. Sementara aku hanya bisa diam sambil mengalihkan pandangan ke arah papan pengumuman. Ah…kenapa sesesak ini?





Kehebohan  serta kebahagiaan setelah melihat hasil ujian masih kental terasa, kelima sahabatku ini juga sedang tertawa bangga sambil membicarakan pengalaman mereka saat mengerjakan soal ulangannya. Yah…aku pun senang, bagaimana tidak senang aku berada di posisi pertama. Hei…aku gadis yang menjadi deretan orang-orang berintelektual di fakultas hukum.





“Nasib kalian jauh lebih baik. Sedangkan aku, saat ujian kemarin banyak sekali yang menanyakan jawaban padaku. Bayangkan berapa kali Park seosangnim melirik ke arahku. Rasanya ingin menenggelamkan diri saja. Nayoung juga…sudah tahu dosen itu sangat teliti, tetap saja bertanya padaku!” sahut Sora menceritakan pengalaman ujian versinya.





Kami tertawa bersama-sama terlarut dalam kebahagiaan yang tidak bisa digambarkan dengan apapun. Bisa lulus semester ini dan beranjak ke semester berikutnya memang impian semua orang. Memangnya siapa yang mau tinggal kelas?



“ Hmm…bagaimana dengan Yixing? Apa…dia berhasil?” tanya Gyuri sedikit ragu.




“ Lebih dari berhasil, peringkatnya lebih baik dari semester lalu,” jawabku.



Mereka menatapku dengan sungkan, yah…aku tahu mereka pasti merasa tidak enak. Terlebih setelah kejadian itu, kami sudah tak membahas Yixing lagi. Walau aku tak pernah melarang mereka untuk melakukannya, tapi itu sudah seperti traktat yang tidak bisa diganggu gugat.




“ Hara…sebenarnya….” Cheonsa terlihat berpikir sejenak. Ia nampak masih tak yakin dengan apa yang ingin ia katakan.





Gadis itu menegakkan posisi duduknya, matanya menyorotku dengan tegas. “ Apa…kau menyukai Yixing?” tanyanya yang sukses membuatku tak bisa berkutik.





Mataku melirik ke  depan, menatap mereka satu persatu. Kenapa..pertanyaan ini? haruskah aku menjawabnya? Tapi…bagaimana aku menjawabnya? Dalam masalah ini hanya ada dua jawaban yang bisa ku pilih. Hanya iya atau tidak, tapi sayangnya aku tidak tahu, bukan! Lebih tepatnya aku terlalu takut untuk mencari tahu perasaanku sendiri. benar apa yang Shen Ruo katakan, aku memang pengecut.






****  






Aku mengedarkan pandanganku pada orang-orang sekitar, mereka terlihat sangat sibuk berlalu lalang dan nampaknya sangat buru-buru. Kakiku terus melangkah, menelusuri ruangan ini lebih jauh lagi. Meski ada beberapa yang sedang bolak-balik tapi tak jarang ada yang sedang berdiskusi dengan temannya. Hah…pasti mereka sedang membicarakan tugas akhir semester. Hari ini terakhir dikumpulkan bukan?




“ Hara…kau tidak mengumpulkan tugas?” Ra-In mendatangiku, ia terlihat sama sibuknya dengan yang lain. bahkan kacamata bacanya terlihat melorot, ckk…sibuk sekali rupanya.





“ Eumm..tugasku belum selesai.” Aku hanya bisa tertawa miris, sementara ia sedang membulatkan matanya. Menatapku tak percaya. Ya aku tahu, ini keterlaluan. Tapi mau bagaimana lagi?. Tugas yang ku kerjakan kemarin bersama Yixing hilang, akupun mencoba untuk membuatnya seorang diri, tapi sampai sekarang aku baru mengerjakan setengahnya.




“ MWO??? Kau gila Lee hara! Kau mau cari mati?”



“ Ya…entahlah. Sepertinya lebih baik aku menemui Baek seosangnim untuk meminta perpanjangan waktu. Annyeong!” 





*****




At Baek seosangnim’s Room




Setelah mengetuk pintunya aku langsung mendorong perlahan dan berjalan memasuki ruangan yang cukup nyaman dan luas ini. seorang pria tua masih tampak betah duduk di kursinya. dengan kacamata yang hampir jatuh ke meja, pria itu masih mengecek beberapa makalah yang ada di mejanya.




“ Jeosonghamnida seosangnim, aku…”




Bulu kuduk-ku benar-benar bangun, berada di ruangan ini sama seperti sedang mengikuti acara uji nyali di televisi. Aku seperti berada di sebuah bangunan sarang hantu, rasanya tegang sekali. Jantungku terus berdetak dengan cepat, ketika mata itu menatapku dengan kaku.





“ Tidak masalah Hara, aku memakluminya.”






Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku saat ia terlihat santai dan tenang. Ku kira dia akan membentakku, mengomeliku karena tak bisa merampungkan tugas yang diberikannya.






“ Tadi Yixing sudah mengatakannya padaku.” Ujarnya lagi.





“ Maksud anda?” jujur aku tak mengerti kemana arah pembicaraannya. Memangnya apa yang Yixing katakan padanya?





“ Yah..tadi saat ia mengumpulkan tugas, ia bilang kau sedang ada keperluan, makanya tidak bisa ikut menyerahkan bersama.” mataku terbelalak. Kalau boleh ku katakan mungkin jantungku berhenti untuk sejenak. Yixing sudah mengumpulkan tugasnya? Tapi…bukankah…






“ Ah…kalau begitu terimakasih. Aku…permisi!”





*****






Aku langsung keluar dari ruangan itu sesegera mungkin. Yang ada di pikiranku sekarang adalah bertemu orang itu, Yixing. Aku masih berlari untuk menemukannya, aishh kemana sih bocah itu?. Nafasku semakin terengah ketika kaki ini sudah melangkah terlalu jauh. Tapi sampai saat ini, aku belum juga menemukannya. Apa dia sudah pulang?





Mataku terus mengedar ke sana ke sini, berharap ia ada di sekitar sini. Langkah ini memelan saat rasa pegal mendera kedua kakiku, sekarang aku memilih untuk berjalan santai.






Pijakanku terhenti saat sosok yang dari tadi kucari telah ku temukan. Aku melangkah maju ke arahnya yang nampak masih nyaman dengan posisinya. Ia sedang duduk di salah satu bangku taman sambil memainkan ponselnya.






Aku berhenti tepat di depannya, tak lama ia mengangkat pandangannya. Ia terlihat sedikit terkejut namun setelah itu ia hanya tersenyum ramah, persis seperti yang ia lakukan pada gadis yang sering mengelu-elukan namanya.




“ Kenapa tidak bilang kalau kau mengerjakan tugas itu kembali?”




“ Maaf..aku terlalu sibuk beberapa hari yang lalu, jadi tak sempat memberitahumu.” Aku mengangguk pelan. Rasanya seperti kehabisan kata, aku benar-benar tak tahu harus bicara apa, aku hanya menundukkan kepalaku. Entah karena malu atau tak berani menatap matanya.




“ Hmm..bagaimana bisa kau mengerjakannya hingga selesai? Aku sudah mencoba untuk mengerjakan ulang, tapi baru selesai setengah.” Tanyaku lagi.





“ Aku hanya mengerjakan seperti apa yang kita kerjakan sebelumnya, meski ada yang ku ubah sedikit.”





Kali ini aku rasa cukup, walau sebenarnya masih belum ingin beranjak dari tempat ini. tapi aku tak bisa terus disini, semakin lama disini aku malah semakin mempermalukan diriku sendiri. jujur aku tak bisa bersikap normal sekarang. sekujur tubuhku bergetar, dari tadi aku tak henti-hetinya memalingkan pandanganku untuk menghindarinya, aku juga tak bisa menahan gejolak hebat yang menyiksa jiwaku.





“ Begitu ya. Baiklah, terimakasih. Aku duluan.”





Kupejamkan mataku rapat-rapat, dengan setengah hati ku putar haluan ini. aku segera pergi menjauhinya, seperti yang ku katakan aku harus cepat menghilang dari sini.






GREB






Jantungku ingin lepas saat tangan hangatnya mendekap erat tubuhku. langkahku terhenti begitu saja dan bisa jadi aku akan segera meleleh. Bisa kurasakan kehangatan tangannya yang mendekap tubuhku. tak bisa ku bohongi, tubuhku bergetar ketika otakku menyadari jarak kami yang begitu dekat. Bahkan punggungku sangat menempel dengan dadanya. Aigoo…aku bisa gila!!.




Ku kira situasi seperti ini hanya terjadi di drama atau novel remaja saja, tapi hari ini, aku Lee Hara mengalaminya sendiri. ada orang yang memelukku dari belakang. Debaran jantungku bahkan tak bisa berdetak dengan normal kembali saat dagunya bertumpu di atas bahuku. Otomatis aku bisa merasakan deru nafasnya yang menerpa kulit leher serta wajahku.






“ Apa tidak ada lagi yang ingin kau katakan?” sial!! Embusan napasnya terus menghantam kulitku tanpa ampun. Aku tak bisa tak merasa gugup, tubuhku begitu lemas sekarang. bolehkah aku pingsan saja?.



Bibirku gemetar, pikiranku tak tenang tapi aku harus mengatakan sesuatu. Mungkin setelah aku berbicara, ia akan melepasku.




“ Terimakasih..ak..aku benar-benar…benar-benar berterimakasih padamu.” Ucapku yang lebih terdengar seperti bisikan.





“ Bukan itu yang ingin ku dengar.” Tubuhku mengejang saat ia menenggelamkan wajahnya di sekitar rambutku. Aigoo…kenapa sangat dekat! Ya tuhan apa yang harus ku lakukan.





“ Kenapa kau menjauh? Kenapa menghindariku? Rasanya sesak sekali, kau tahu itu?”






Bisa kurasakan tangannya yang mulai merenggang, tubuhnya juga sedikit menjauh walau tetap saja aku bisa merasakan aura hangat tubuhnya. Tak lama ia membalik tubuhku, memaksaku untuk menghadapnya. Dengan tegas ia mencengkram bahuku. Kedua matanya menatapku dengan serius.





“ Tidak bisakah kau bersikap seperti sebelumnya, sebelum kejadian itu terjadi? jujur aku menyesal…aku minta maaf. Tapi tidak bisakah kau membiarkan aku terus berada di sekitarmu?” ujarnya serius.





“ Apa aku bisa menggantikan posisi Yongguk di hatimu?”



“ Kau? Bagaimana bisa kau tahu?”




“ Aku pernah mendengarnya secara tidak sengaja. Jadi, bagaimana? sepertinya aku tidak terlalu pendek, aku cukup tinggi untuk ukuran orang asia. Kalau tampan? Hei, gadis mana yang bisa menolakku? Dan masalah genius, aku memang belum sampai pada tingkat itu, tapi kau tahu kan perkembangan prestasiku?”





****




Yixing POV






“ Aku pernah mendengarnya secara tidak sengaja. Jadi, bagaimana? sepertinya aku tidak terlalu pendek, aku cukup tinggi untuk ukuran orang asia. Kalau tampan? Hei, gadis mana yang bisa menolakku? Dan masalah genius, aku memang belum sampai tingkat itu, tapi kau tahu kan perkembangan prestasiku?”





Seperti letusan yang tidak bisa dikendalikan, letupan di hatiku meledak begitu Hara berhambur dalam dekapanku. Aku tak bermimpikan? Lee Hara memelukku? Hei…ini nyatakan?.



“ Jadi aku bisa menggantikan Yongguk?”



Dia tak menjawab namun sebuah anggukan kepalanya sudah cukup untuk menjawab pertanyaanku. Aku langsung membalas pelukannya. Ku dekap ia erat-erat, membiarkan hasrat yang selama ini terpendam, lepas bersama desiran aneh pada sekujur tubuhku.





“ Wo Ai Ni.” aku tersenyum senang, akhirnya ia mengatakan kalimat yang ingin ku dengar.





“ Nado saranghae.” Balasku sambil mengelus rambutnya.






Aku tak menyangka jika semua akan terjadi seperti ini. demi apapun…ini semua benar-benar tak terduga. Dimulai dari awal yang begitu mengerikan, ia menjelma bagai sipir penjara yang begitu menakutkan untukku. Tapi lambat laun aku begitu nyaman dengan perlakuannya, hingga tanpa sadar ia merebut hatiku. Mungkin ini salahku karena terlalu lengah, sampai-sampai tak bisa menghentikan semua ini. tapi disaat ku kira semua akan berjalan baik-baik saja, kejadian terkutuk itu menghalangi mimpi indahku.





Niat serta harapan untuk merengkuh hatinya serasa sirna bersama dengan jarak yang memisahkan kami, namun angin segar tiba-tiba datang dengan sendirinya. Ia datang menghampiriku, setelah lama tak berbicara akhirnya ia mengajakku bicara. Tahukah sesenang apa diriku saat melihatnya berada di depanku?





Seperti mendapat kekuatan dan keberanian, aku mendekapnya, menghentikan dirinya. Tidak! aku tidak akan membiarkannya pergi lagi. Karena aku tak ingin kehilangannya, aku tak ingin jauh darinya. Entah sejak kapan itu terjadi, tapi yang kutahu adalah bahwa dirinya sudah menjadi bagian dari diriku. Dia sudah mengisi seluruh ruang di hatiku dengan berbagai perasaan dan untuk itu, aku akan egois. Ia pemilik hatiku dan aku pemilik hatinya.






*****





Epilog Story


Author POV






Jika teriknya matahari membakar kulit telanjang, cemburu justru sedang membakar seluruh hati yang sudah tak bisa mentolerir apa yang dilihatnya. Setan pembuat keonaran rupanya masih senang memanas-manasi Hara yang sudah terlanjur masuk ke dalam jeratannya. Seperti belum puas, bisik-bisik gaib masuk silih berganti masuk ke dalam telinga Hara.




Lantunan suara indah yang diiringi petikan dawai gitar membuat hampir seluruh penghuni kelas ikut bernyanyi. Lirik yang mudah serta lagu yang cukup akrab dengan telinga, membuat nuansa penuh cinta kian terasa. Tak jarang ada yang ikut menepukkan tangannya, menggerakkan tubuhnya sesuai tempo dari lagu slow-melody milik Ne-Yo.





Since the day that we met girl
I've never had anyone make me feel this way
And my heart is sure it wants to be with you
Wanna give you the whole world... ohh
If you make the promise to me, you're gonna stay
Without you guiding me, I'm lost and so confused


What will it take to show you I'll be by your side
Girl I got you and I want to give you what you never had
Girl everyday I hope to make you a part of my life
Cause you know me and I know you
Girl your love is where it's at... ohhh







Suara Yixing masih melantun merdu menyanyikan bait demi bait dengan segenap jiwanya, anggap saja lirik-lirik yang ia nyanyikan adalah rangkaian kata yang bersarang dalam hatinya. Waktu kosong memang biasa ia gunakan untuk menyanyi bersama dengan teman sekelasnya, sambil memainkan gitar milik Jun Hong, ia tak hanya bernyanyi namun juga menghibur hampir seluruh penghuni kelas, kecuali gadis itu. Hara.




Ia hanya tersenyum, cukup puas melihat gadis itu kesal. Yah…kelihatannya gadis itu memang tampak biasa dan acuh, tapi ia yakin dalam hati pasti gadis itu sedang merutuki dirinya. sejak awal ia bernyanyi memang banyak sekali gadis yang langsung mengerubunginya. Berkumpul menikmati wajahnya. Jelas ia tak punya pilihan lain selain membalas perlakuan manis itu dengan ramah.



Jarinya berhenti menari di atas senar gitar ketika sosok yang terus diamatinya dari jauh, kini beranjak meninggalkan kelas. Untuk sesaat ia lupa jika tugasnya sekarang adalah menuntaskan lagu yang sedang ia mainkan.




“ Kenapa berhenti?” usut Jun Hong yang nampak belum puas.




ia mendehem pelan, baiklah mungkin ia selesaikan dulu lagunya baru setelah itu ia akan mengejar gadis tadi. Beberapa bait kembali ia dendangkan, dengan setulus hati ia melanjutkan penampilannya.





I'm gonna be the love that's gonna last
And be the one that got your back
Ain't nothing never that bad that we would be together
And though we both made our mistakes
And some we never wish we made
But we'll be okay if we just stay together






Pikirannya kembali tertuju pada Hara, ia tak bisa mengabaikannya begitu saja. Jujur ia ingin menemui gadis itu. ayolah…beberapa hari belakangan ini mereka jarang sekali bicara karena tugas awal semester begitu banyak, hingga tak menyisakan waktu untuk berdua.






Akhirnya ia memutuskan sesuatu, tanpa ragu lagi ia menghentikan permainannya. Sambil tersenyum ramah ia memperhatikan satu persatu wajah kecewa yang memintanya untuk duduk kembali. Tapi keputusan telah diambil, ia pun menepuk pelan bahu temannya setelah mengembalikan gitar akustik itu.





“ Mainkanlah..aku harus pergi.” bisiknya.





Yixing langsung pergi meninggalkan kelas yang tentunya meninggalkan Jun Hong yang masih belum bisa mencerna apa yang terjadi sebelum akhirnya suara deheman yang memintanya untuk bermain, menyadarkan dirinya. mau tak mau ia pun menggantikan tugas Yixing.






***






Hara POV


At Cafetaria








Aku tak tahu kalau keputusanku untuk pergi ke kantin justru merusak semua minatku. Dari pertama aku datang hingga detik ini mereka –sekumpulan gadis  gila yang harus ku akui sebagai temanku- terus mengomentari hubunganku dengan Yixing. Sebenarnya aku tidak keberatan kalau mereka ingin membicarakanku, tapi yang tidak ku suka adalah kenapa mereka juga membahas pria itu.






Ku lirik Ji Eun yang masih sibuk mengoceh sementara yang lainnya tertawa terpingkal, pandanganku beralih pada Nayoung yang sedang menarik hipotesa mengenai topik yang tak kunjung berganti. Baiklah.  Mungkin kedengaran ajaib memang, tapi apa dengan begitu kemungkinan untuk bersama tidak ada sama sekali? Aku tahu kabar mengenai hubunganku dengan Yixing merupakan berita terpanas yang masih dipertanyakan kebenarannya. Tapi ayolah…aku malas membahas masalah itu terus.




“ Kalian terlalu sering bertemu hingga tanpa sadar perasaan itu tumbuh begitu saja. Bahkan mungkin sekarang perasaan itu sudah berkembang begitu besar, jadi aku yakin sekali kau itu sangat menyayanginya. Saaaaannnnnngaaaaaattttt.”






Aku menggeleng pelan, terlalu lama melihat Nayoung dengan gaya berlebihannya membuat kepalaku pusing. Walau sebenarnya ingin menyumpal mulut anak itu dengan sepatu, aku tetap diam. Diam. Membiarkan mereka semua tertawa sambil melirikku dengan tatapan menjijikkan. Hahh…harusnya aku tidak usah memberitahu hubunganku pada mereka.





“ Aku juga sangat menyayanginya.” Kepalaku langsung menoleh jauh begitu suara itu terdengar. Habislah aku sekarang. sebelumnya gadis-gadis ini sudah puas menggodaku dan sekarang pria ini malah datang kemari. Kenapa dia malah menambah penderitaanku?





Ia melirikku, kerlingan matanya membuatku enggan untuk menatapnya lebih lama. Jelas…aku benar-benar muak dengan wajahnya yang seperti itu. aku lantas kembali menoleh ke depan, mungkin lebih tepatnya pada segelas es teh manis di depanku.





“ Sepertinya pangeran tidak ingin terlalu jauh dengan sang putri! Dimana ada putri pasti pangeran akan menyusul!” celetuk Gyuri.





“ Terus kau dan Luhan apa? Pembantu dan majikan? Kalian juga selalu bersama, kemana-mana bersama. Dimana ada Luhan pasti ada kau…hah… kebetulan saja hari ini dia sibuk rapat, kalau tidak pasti kau juga sedang menempelinya sekarang!”





“ Benar! Terlihat jelas sekali kalau kau sangat takut kehilangannya terlebih jika Luhan oppa sudah bertemu dengan Hyunra sunbae, pasti di kepalamu akan tumbuh tanduk!”





Gyuri tak bisa melawan lagi, gadis itu hanya diam sambil menyumpahi dua orang yang baru saja melempari hinaan padanya. Sementara dua orang itu terlihat sangat puas melihat Gyuri yang tak bisa berkata-kata lagi.





“ Diam kalian! Dan kau Cheonsa! Seharusnya kau lebih sopan pada Luhan oppa, biar bagaimanapun kau itu lebih muda darinya. Kau harus memanggilnya dengan oppa!”






“ Aku sudah sangat sopan pada Tuan Luhan! Kau mau aku bersembah sujud di kakinya? Bukankah Yixing juga lebih tua dariku? Tapi Hara tidak masalah aku memanggilnya tanpa embel-embel oppa! Sudahlah aku bosan membahas masalah ini, kau selalu saja menceramahiku dengan masalah yang sama.”




Cheonsa menyesap minumannya tak peduli jika orang di seberangnya sedang menatap tajam ke arahnya. Yah…semenjak Gyuri dan Luhan..oppa menjalin hubungan, kami semua mengubah panggilan ‘sunbae’ menjadi ‘oppa’ tujuannya agar lebih akrab saja. yah…walaupun aku sendiri terkadang lupa untuk memanggilnya dengan embel-embel oppa, tapi setidaknya aku masih berusaha untuk menyesuaikan diri.





Tidak seperti Cheonsa yang dari awal kesepakatan hingga detik ini tak mengubah panggilannya dan parahnya dia suka meneriaki pria yang umurnya dua tahun lebih tua darinya itu. ‘Hei..Luhan!’ ‘Xi Luhan! Kau itu menyebalkan sekali!’. Seperti itulah jika dia sedang memanggil Luhan oppa.




“ Bicara masalah panggilan, kenapa kalian tak memanggilku oppa juga?”





Masalah sebelumnya hampir reda pria idiot ini justru membuat masalah dengan latar belakang yang sama. Ia mengedarkan pandangannya, menatap satu persatu penghuni meja ini dengan serius. Sebesar itukah keinginannya untuk dipanggil oppa?



“ Yixing oppa?” Sora kelihatan mencoba frase aneh yang baru ia ucapkan. Mengkombinasikan nama Yixing dengan 'oppa'.






Tak lama yang lain pun ikut mencoba, kecuali Cheonsa yang terlihat enggan untuk mengikuti kegiatan teman-temannya. Sejauh ini ia lebih tertarik pada ponselnya, entah apa yang sedang anak itu lakukan.





“ Hara…kau tidak mencobanya? Cobalah! Kau kan pacarnya.”





Semua mata mengarah padaku bahkan Cheonsa yang sibuk dengan ponselnya sampai mengabaikan benda kecil itu dan beralih menatapku. Aku menoleh ke sekeliling, mata-mata penuh harapan sedang menuntutku untuk melakukan apa yang mereka inginkan.





Tegang. Aku merasa benar-benar tegang. Padahal mengucapkan hal seperti itu bukan perkara sulit. Mengucapkan kata oppa juga bukan untuk yang pertama kalinya untukku, aku biasa memanggil kakak sepupuku dengan oppa. Tapi kenapa ini sulit sekali?





Aku masih belum yakin, rasanya untuk mengatakan ‘yixing oppa’ perlu mempersiapkan mental yang matang. “ Yi-Yi….Yixing…..”




Mata-mata itu belum jengah menungguku, justru kilatan mata mereka makin menyalah. Belum lagi dengan Yixing yang menatapku penuh harap. Pria itu bahkan menganggukkan kepalanya, menyuruhku untuk menuntaskan apa yang harus ku ucapkan.





“ ….oppa.” rasanya lega begitu kata itu terlontar. Namun decakan kecewa justru meluncur sebagai imbalannya. Hei…aku sudah berhasil melakukan hal yang sulit untuk ku kerjakan! Kenapa mereka tak bisa menghargaiku sedikitpun?




“Aigoo…kenapa seperti itu! kedengarannya kau seperti sedang mengucapkan Yixing dan oppa dalam konteks yang berbeda!”





Terus saja hujat aku! Sudah bagus aku mau melakukan apa yang mereka suruh. Ckk…dan Cho Nayoung lihat saja nanti! Kalau ada kesempatan aku pasti akan membalasmu lebih kejam.





Drrrttdrttt




Perhatianku teralih begitu dering ponsel terdengar, aku langsung menoleh ke arah Yixing. Yah…bisa dibilang aku sudah cukup sering mendengar dering seperti itu.





Wajahnya begitu serius, suaranya juga terdengar begitu tenang saat menimpali ucapan penelpon di seberang sana. Sesekali kepalanya mengangguk, atau tidak tangannya bergerak membuat pola tertentu. Dari percakapan sekilas yang ku dengar, aku menyimpulkan sesuatu, ia mesti kembali ke kelas entah untuk urusan apa.




Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana, matanya kemudian menemui mataku. Seberkas senyum ia tunjukkan sebelum raganya bangkit dari kursi yang sedang ia duduki.





“ Aku harus kembali ke kelas, ada keperluan sebentar.” Ia beranjak dan mulai melangkah pergi.




Seperti biasa, aku memasang ekspresi tidak peduli dengan apa yang ia kerjakan. Mau ia pergi kemana, atau sampai kapan, aku akan bertingkah seolah aku tak masalah dengan semua itu. sangat berbeda sekali jika tahu apa yang sedang kurasakan dalam hati.





“ Walaupun Yixing Oppa terdengar lebih romantis, tapi aku lebih suka jika kau memanggilku Yixing saja.”





Bulu kudukku menegang semua saraf dan sel saling berkesinambungan, begitu hempasan nafasnya menerpa kulit tengkuk dan telingaku. Secara otomatis kepalaku langsung berputar.






CUP





Saat aku memutar kepalaku ke samping, bibirku dan bibir Yixing menempel, menyatu berkat kecelakaan. Mataku mengerjap berulang kali menatap matanya yang mengalirkan banyak kenyamanan yang bisa saja membuatku terlarut dalam adegan bodoh ini. belum sempat aku menjauhkan wajahku, Yixing sudah menjauhkan wajahnya lebih dulu. Tapi sebelumnya ia mengecup bibirku dengan sangat cepat. Mungkin jika ia tidak melakukan hal itu, apa yang terjadi diantara kami tidak akan disebut ciuman karena saat kepala ku berputar, bibirku dan bibirnya hanya menempel saja.




Ia tersenyum seperti biasa, seperti tak ada yang salah dari dirinya. lenguhan pelan meluncur dari mulutku, namun saat aku hendak menghadap ke depan lagi, tubuhku membeku seperti sebelumnya tapi bedanya kali ini aku tidak merasa merinding.




Teman-temanku sedang terpaku melihat diriku yang masih mematung. Sekali lagi ku tatap Yixing yang masih berdiri di sampingku. “ Tidak apa-apa..sudah ya, aku akan kembali sesegera mungkin.” Bukannya memberi ide ia justru mengusap kepalaku dan….mencium kepalaku.




Aku tak bisa melakukan apa-apa lagi sekarang, apalagi mereka masih belum melepaskan perhatiannya dariku.





“ Bagaimana rasanya?” aku melongo hebat begitu mendengar Nayoung menanyakan hal yang sebenarnya tak perlu ia tanyakan. Ia memandangku dengan memohon, yang lainpun begitu. Sama-sama berharap mendapatkan cerita yang bisa memuaskan jiwa wartawan mereka.



Sial!! ZHANG YIXING!!!!!! Kau membuatku kehilangan muka!!! Ahhh…pasti mereka semua akan semakin menggodaku!!! MENYEBALKANNNN!!!   




END


Congratulation and celebration..nananana~~~
Huhuhu..akhirnya ff ini kelar. Rasanya gak bahagia-bahagia amat, tapi lumayan lega karena bisa ngelawan rasa males. Rasa antusias buat ff ini tuh udah memudar seiring berjalannya waktu, bahkan pas lagi ngedit, aku gak begitu baca. Alasannya karena ff ini udah lama banget, alay banget, dan aku udah lupa caranya baca ff multichaptered*apa ini maksudnya* Jadi untuk editing dan menjiwai setiap part ff ini emang agak susah buat aku. Bisa disimpulkan ya, kinerja editing-ku untuk ff ini. Yah, seadanya. Yang dibenerin Cuma yang kelihatan sama mata minus ini aja.

Tapi teteplah..aku sangat berterimakasih buat siapapun yang udah baca ff ini. Kalian penyemangat aku untuk terus publish.. Makasih yaa..

FF ini kelar, jadi misi selanjutnya adalah ngerjaain ff baru. semoga ff barunya bisa cepet-cepet dikerjain *amin* dan bisa secepatnya juga publish. Mungkin beberapa hari lagi atau satu/dua minggu aku bakal publish ficlet, jadi jangan bosen-bosen ketemu aku untuk dua bulan ke depan. insyaAllah aku bakal sering nongol, karena dikit lagi aku libur!!! Yeayyy~~~

Nah, untuk sekarang cukup sekian. Terimakasih buat semua yang udah ngikutin There Is A Will, There Is A Way dari awal sampai abis. Terimakasih..terimakasih…^_^ Baiklah, aku pamit undur diri teman-teman. 



See You,



GSB

Comments

Popular Posts