JOURNEY OF LOVE THE SERIES: There Is A Will There Is A Way - Chapter 6




“ Argghhhhh….”



Tubuhku langsung berputar saat suara mencekam itu terdengar, buru-buru aku berlari saat sadar apa yang baru saja terjadi. Aku langsung berlari menghampiri raga Yixing yang sudah terkulai di atas aspal dengan kepala yang bersimbah darah. Tanganku bergetar saat darah itu terus mengucur dari kepalanya. Napasnya yang tersengal semakin membuatku takut, ya Tuhan…apa yang baru saja ku lakukan?





“Hara…maafkan aku…” tangannya bergerak menggapai tanganku, kemudian menggenggam dengan semampunya. Tidak…jangan berkata apa-apa! Jangan minta maaf! Aku tak ingin mendengar hal semacam itu saat ini.




“Nona, maafkan aku! Aku akan menanggung semuanya! Biar aku membawanya ke rumah sakit!” seorang pria cukup berumur menghampiriku, sepertinya ia pemilik mobil tadi. Ia dan aku membopong tubuh Yixing masuk ke dalam mobil, mengingat ini jalan perumahan, maka tak banyak orang yang melintas.





Tanganku terus bergetar melihat raganya yang menyedihkan. Meski tangannya terus menggenggami tanganku, jelas aku tak bisa berhenti untuk merasa cemas. Bau anyir darah begitu kuat mengganggu penciumanku, tanpa permisi rasa mencekam menyiksa batinku terus menerus.





Perasaan itu terus menghantuiku tanpa bisa ku kendalikan. Yang bisa ku lakukan sekarang hanya berdoa semoga ia baik-baik saja. Semoga ia bisa selamat. Namun sekuat apapun aku menyemangati diriku, tetap saja hatiku begitu kerdil untuk menghadapi tragedi ini seorang diri. Setelah sampai di rumah sakit tadi, perawat langsung berlarian membawa Yixing ke unit gawat darurat. Dan ini sudah hampir satu jam aku menunggu namun tak satupun tim medis yang keluar dari ruangan berpintu putih itu.




Ketakutan semakin memeranjat benakku, saat aku tinggal seorang diri di bangku tunggu rumah sakit ini. pria yang tadi menabrak Yixing masih mengurus segala hal mengenai administrasi.


“Bagaimana keadaan Yixing?” kepalaku langsung terangkat saat suara gemuruh langkah terdengar begitu jelas. Paman Ken serta Shen Ruo menghampiriku dengan wajah cemas.




Dua orang itu kelihatan amat khawatir, terlihat jelas dari wajah yang begitu panik. Ku dapati wajah takut saat pandangan itu bertemu dengan pandanganku, gadis itu menghindari tatapanku. Sepertinya ia tahu benar akibat dari perbuatannya.



“Sampai sekarang dokter belum memberi keterangan,” jawabku apa adanya.




Pria jangkung itu menghela napasnya, ia langsung menjatuhkan tubuhnya di kursi sebelahku. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sedangkan Shen Ruo, gadis itu lebih memilih menunggu di depan pintu ruangan tempat dimana Yixing berada.



“ Ya Tuhan. Selamatkanlah anak itu,” gumam paman Ken.



Kedua tangannya saling merapat, menahan kegetiran yang ia hadapi. Tanpa harus ku tebak, aku tahu bagaimana perasaannya sekarang. Aku pun merasakan hal yang sama.



“Ia pasti bisa selamat.” Aku bukannya mau mendului kehendak tuhan, hanya aku tak ingin membuat suasana semakin kacau.



Ia menggeleng pelan, kepalanya terangkat menoleh padaku. Ia menatapku sebentar, kemudian membuang napas pelan.



“Mungkin. akan mudah menyelematkan anak itu jika saja ia normal. Tapi sayangnya ia menderita hemophilia yang sudah pasti semakin mempertipis harapan untuknya bertahan.”

Airmata yang mulai mengering, kini kembali mengalir lebih deras dari sebelumnya. dia…dia hemophilia? Bukankah itu penyakit  dimana darah sukar membeku dan itu berarti…



Yixing akan mengalami pendarahan yang lebih lama?




Kepalaku tertunduk lemah. Sekarang hanya bisa menunggu keajaiban dari Tuhan. Meski aku sudah memutuskan untuk tak bertemu dengannya lagi, tapi bukan seperti ini yang kumaksud.




“Sebelumnya ia pernah terluka saat bermain, darahnya terus mengalir namun itu tak lama, karena lukanya tak besar. Dari situ Yixing sangat berhati-hati, ia begitu menjaga tubuhnya agar tak terluka. Jika tak begitu mendesak, ia tak akan memegang benda tajam. Bahkan saat mengupas buah-pun ia lebih memilih untuk dikupaskan,” papar paman Ken.




****  





Author POV





Hari ini Hara tetap berangkat kuliah, namun tak seperti biasanya. Sekarang ia benar-benar tak bisa mengendalikan diri. Pikirannya melayang jauh ke tempat lain, ke tempat dimana tubuh Yixing tergolek tak berdaya.





Tadi ia baru saja menanyakan kondisi terakhir pria itu pada Paman Ken, namun hanya ada desahan serta air mata yang mendesak keluar. Pria itu sama sekali belum sadar, ia masih koma. Hara mengusap air matanya dengan sembarang, hatinya benar-benar getir saat ini. Jika ia diberi satu hak istimewa, pasti ia akan meminta pada Tuhan untuk segera memulihkan kesehatan pria itu.



Cheonsa dan Ji Eun hanya mampu menatap miris sahabatnya yang terlihat seperti orang frustasi. Yah, Hara terlihat begitu pucat dengan tatapan mata kosong tak bertenaga. Sementara Nayoung masih berusaha menyemangati gadis itu dengan terus mengelus punggungnya.




“Apa kau akan menjenguknya?” Tanya Gyuri ragu.



“Tentu. Aku yang membuatnya seperti itu. Mana mungkin aku tak menjenguknya. Aku yang membuatnya celaka!” akhirnya air mata itu kembali membanjiri wajahnya. Ia terlihat begitu lemah sekarang, hingga Nayoung langsung mendekap gadis itu.




“Bagaimana kalau ia tidak bisa bertahan?”




“Hara-ya…semua akan baik-baik saja.” Sora mengelus punggung temannya itu. Dengan segenap kasih mereka semua memberi kekuatan pada Hara yang memang sudah tak punya keyakinan. Yah…mana mungkin ia bisa berharap setelah tahu jika harapan Yixing untuk bertahan sangat kecil?





*****




Tangannya menutup mulutnya yang hampir mengeluarkan suara isakan. Dari kaca pintu di depannya, ia bisa melihat sosok lemah yang masih dilengkapi dengan alat bantu pernafasan serta alat pendeteksi detak jantung. Sosok itu masih tak sadarkan diri, ia masih betah menutup matanya rapat-rapat.



“Masuklah. Temui dia.” Ia terdiam tak tahu harus apa dan bagaimana. Sementara paman Ken, menepuk bahunya, memberinya semangat.





Dengan ragu ia menatap kembali pintu di depannya, tangannya langsung meraih gagang pintu. Dengan perlahan ia dorong pintu bercat putih itu, langkahnya begitu hati-hati saat berjalan menghampiri ranjang putih yang entah mengapa begitu mencekam hatinya.




Matanya menelusuri raga lemah yang terbaring di atas ranjang, kemirisan serta rasa bersalah datang kian membesar. Perban putih dengan bercak obat merah masih melilit di kepala itu, selang infus masih bertengger manis di tangan kanan pria itu.




“Maafkan aku…”




Ia beranjak meninggalkan ruangan itu, bukannya tak ingin berada disana. Jika saja rasa bersalah tak terus menyesaki dadanya, mungkin ia akan terus berada di sana. Mengawasi setiap perkembangan pria itu. Tapi sayangnya semakin lama ia menatap pria itu, semakin besar rasa bersalah yang ia rasakan.  Ia jadi tak bisa bernapas dengan tenang.




“Untuk yang kemarin…”



“Tidak. Jangan katakan apapun! Aku tak ingin mendengar apa-apa,” selak Hara tanpa membiarkan Shen Ruo mengatakan apa yang mesti dikatakan. Tidak…ia tak ingin membahas apapun  dengan gadis itu.



*****





Sudah lima hari berlalu, namun Yixing belum kunjung membaik. Pria itu masih tertidur dengan damai tanpa memedulikan kesedihan yang orang-orang rasakan saat tubuhnya terbujur kaku seperti mayat hidup.




Namun nampaknya Tuhan sudah memberi waktu cukup untuknya beristirahat, tanpa diduga siapapun raga tak berdaya itu menunjukkan tanda-tanda kehidupannya. Matanya yang begitu berat, terbuka walau sedikit sulit. Suaranya yang sukar untuk terdengar, sedikit-sedikit masuk ke dalam telinga Zhang Kenzo, yang pada saat itu kedapatan giliran berjaga.




Dokter serta perawat berdatangan memenuhi kamar rawat itu, mereka sibuk mengecek mata, detak jantung serta suhu tubuh raga itu, raga Yixing.




Senyum haru menghiasi wajah setiap orang, akhirnya setelah lama tak sadarkan diri Zhang Yixing sadar dari tidur panjangnya.





Sang paman senang bukan main, meski pria muda itu hanya keponakannya, ia sudah menganggapnya sebagai anak kandungnya. Ia menggenggam erat tangan keponakannya yang masih terasa lemas. Dengan senyum lebar ia menyambut pria muda itu. Namun dalam hati ia masih merasa cukup kasihan dengan Yixing, seharusnya dalam situasi seperti ini, kakaknya, Zhang Yunhai-lah yang berada disini. Bukankah pria itu ayah dari anak ini?



“ Syukurlah kau sadar. Semua orang begitu mengkhawatirkanmu.” Ucapnya dengan lembut.




Yixing yang masih belum begitu kuat hanya bisa tersenyum membalas ucapan pamannya. Tapi di tengah ketidakberdayaannya, ia justru teringat pada seseorang. Seseorang yang sangat ingin ia temui.



“Ha..Hara…” Kenzo menggenggam tangan itu dengan kedua tangannya. Ia tersenyum penuh kemakluman, ia mengerti apa yang dimaksud Yixing.



“ Aku akan memberitahunya. Kau tenang saja. Sekarang yang harus kau lakukan adalah istirahat agar tubuhmu cepat pulih.” Yixing mengerjapkan matanya, tanda ia setuju dengan pamannya.





*****




Dia sudah sadar, datanglah melihatnya. Dia sangat ingin bertemu denganmu.




Pesan dari Kenzo telah bernaung di ponselnya selama dua hari, tapi sampai detik ini Hara belum juga pergi menjenguk Yixing. Bukannya tak ingin, ia sangat ingin malah, tapi ada rasa tak siap yang menahan langkahnya. Ia tak bisa menemui pria itu, ia tak bisa menatap pria itu setelah apa yang ia lakukan malam itu.




“Pergilah. Bukankah dari kemarin kau sangat mengkhawatirkannya?”

Benar, benar apa yang dikatakan Sora. Mestinya ia pergi menjenguk Yixing bukannya malah diam seperti orang tak berguna. Tapi apa daya, ia memang tak berguna. Ia datangpun tak akan  membawa dampak apa-apa bagi perkembangan pria itu. Mungkin jika ia datang ia malah membuat kesehatan pria itu semakin memburuk.




“Kalau kau masih ragu, ajaklah Cheonsa! Setidaknya ada orang yang menemanimu,” ujar Nayoung memberi usul.



Sementara yang lain mengangguk, Cheonsa hanya bisa terperangah tak percaya. Hei…bahkan dari tadi ia diam saja. Kenapa sekarang malah ia yang ditumbalkan? Oh ayolah. Ia benci rumah sakit.




“Yak, kau seperti tak mengenalku saja. Aku itu tak bisa bertingkah akrab dengan orang yang baru kukenal, kalau aku ikut ke sana hanya akan memperburuk suasana,” ujar Cheonsa.




“Kami percaya padamu Cheonnie! Ikutlah dengan Hara!” bukannya membantu Ji Eun malah ikut mendorong Cheonsa untuk terjun dalam masalah yang sebenarnya tak ada sangkut pautnya dengan gadis itu.



*****  




Setelah perjalanan cukup panjang dan cukup rumit, akhirnya Hara dan Cheonsa sampai di sebuah rumah sakit. Yah…Cheonsa, mau tak mau gadis itu tetap menemani Hara datang ke tempat ini. Keempat temannya terus mendesak dirinya untuk menemani Hara, jelas ia tak bisa membantah. Meski sebenarnya ia bisa saja melepaskan tanggungnnya, tapi sayangnya ia tak cukup tega melihat kondisi kacau Hara yang menyedihkan. 




“Kau yakin yang ini kamarnya?” tanya Cheonsa memastikan. Pasalnya setelah sampai di depan sebuah kamar, Hara tak kunjung masuk.





Gadis itu hanya bingung kenapa temannya tak kunjung masuk, entah ini bukan kamar yang mereka tuju atau memang ada alasan lain. Oh, tapi jangan bilang setelah melalui perjalanan yang cukup panjang serta melakukan banyak pengorbanan, semua hanya akan berakhir dengan pulang lagi tanpa melakukan apapun.



“ Ayolah Hara, jangan membuatku kesal! Ayo masuk!” Cheonsa mendecakkan lidah. Lantas membujuk Hara agar segera masuk ke dalam.



Ia mendesah lelah, setelah melakukan berbagai hal, Hara tetap tak mau mendorong pintu di depannya. Gadis itu kelihatan tak ingin masuk ke dalam sana, ke kamar itu. Ya ampun… Haruskah ia yang membuka pintunya? Tunggu!! Sepertinya bukan ide buruk. Kenapa tak terpikir dari tadi?



Tanganya langsung mendorong pelan pintu di depannya, hawa dingin serta aroma kamar rawat langsung menyeruak masuk ke dalam indera penciumnya. Cheonsa meloloskan kepalanya masuk sejenak, memastikan ia tidak salah kamar.



“ Halo…” sapanya dengan senyum aneh ketika seorang pasien pria menangkap sosok dirinya.



Cheonsa kembali menatap ke belakang, tepatnya pada Hara yang kelihatan cemas. Lagi-lagi ide brilian melintas di otaknya, tanpa permisi ia langsung menarik lengan Hara. Membawa gadis itu masuk ke dalam ruangan berhawa dingin yang menjelma menjadi kamar beraura aneh.




Senyum riang tak luput diperlihatkan Cheonsa, ia kelihatan begitu senang bisa menarik Hara sampai sejauh ini. Whoa, rupanya ikut ke sini tak rugi juga.



“Annyeonghaseyeo,” sapa Cheonsa pada sosok pasien serta seorang gadis yang menunggui pria itu.




“Terimakasih kalian sudah datang,” ucap pria itu dengan suara lemas. Meski sudah baikan, kondisi tubuhnya masih lemah.




Suasana yang begitu aneh yang menjadi batas pemisah antara Yixing-Hara-Shen Ruo, rupanya menjadi ladang kebahagiaan untuk seorang Jung Cheonsa. Bisa dibilang ia satu-satunya makhluk di ruangan ini yang bisa menyengir lebar dengan setulus hati.




“Ah tentu. Hara pasti datang menjengukmu, mana mungkin tidak. Saat kau belum sadar, ia terus mencemaskanmu. Ya kan Hara?” balas Cheonsa asal, sementara Hara hanya bisa menahan diri agar tak memukul kepala gadis itu.




Cheonsa terlihat begitu antusias terlebih saat menemukan sosok gadis yang sedang menatap iri ke arahnya, mungkin lebih tepatnya  mengarah pada Hara. Ia tersenyum senang. Ah…pekerjaan yang menyenangkan.



“ Ah ya, silahkan duduk,” ujar Yixing sambil menunjuk dua kursi di samping ranjangnya.

Tentu suasana semakin senyap mengingat sedekat apa jarak antara Hara dengan Yixing. Sudah pasti pria itu tak bisa mengalihkan pandangannya dariHara yang terus menghindari kontak matanya. Meski begitu ia sangat senang, melihat gadis itu datang sudah membuatnya puas.




Aigoo..kemana Lee Hara yang menyeramkan? Kenapa dia seperti penakut begitu? Aishh…situasi macam apa ini? komentar Cheonsa terhadap situasi hening dalam ruangan tempatnya berada. Memang situasi sekarang malah kelihatan seperti pemakaman. Benar-benar tak ada suara, yang ada hanya tiga batu bisu sementara Cheonsa adalah satu-satunya manusia yang bingung harus berbicara dengan siapa.




“Ehemm…” Yixing mengalihkan pandangannya dari Hara saat suara deheman Cheonsa terdengar begitu menyindir dirinya.



“Eu…aku…dimana ya aku bisa menemukan kantin? Di rumah sakit ini ada kantinnya, kan?”



“Hah…sepertinya di lantai satu,” jawab Yixing agak ragu. Yah….selama dirawat disini, yang ia lakukan hanya berbaring di ranjangnya. Ayolah mana mungkin orang yang baru bangkit dari koma bisa berkeliaran bebas sampai ke kantin rumah sakit.




“Tapi aku kan tak tahu dimana letaknya.” Gumam Cheonsa.



Melihat tingkah temannya, Hara hanya bisa menggelang tak percaya. Ayolah, sebelum datang ke sini gadis itu sudah makan. Lalu untuk apa mencari kantin? Apa ia merencanakan sesuatu?




Cheonsa terus berpikir keras,  yang harus ia lakukan sekarang adalah meninggalkan Hara dan Yixing berdua, ingat! Hanya berdua bukan bertiga. Matanya berbinar sesaat setelah berhasil menemukan solusi paling jitu untuk mengatasi semua ini.



“ Onnie, bisakah kau menemaniku? Aku kan tak tahu dimana letak kantinnya, bagaimana kalau nanti aku tersesat dan tidak bisa kembali dengan selamat?” Cheonsa mengemis pada Shen Ruo yang tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Orang mana yang tak terkejut, saat tiba-tiba ada yang memegang tangannya sambil mengiba?




“Ayolah, aku itu tipikal orang yang tak bisa mengingat jalan. Nanti kalau aku tersesat lalu ada orang jahat yang menculikku bagaimana?” Cheonsa kembali meracau hal-hal tak masuk akal.




Pertama, gadis itu bilang ia akan tersesat. Heh…ini hanya rumah sakit bukan hutan rimba dan kedua, tak mungkin ada orang yang berniat menculik gadis tengil semacamnya.




“Baiklah. Ayo kuantar.” Cheonsa tersenyum menang. Iapun langsung mengekori Shen Ruo dan meninggalkan Hara bersama Yixing.




Hara menundukkan kepalanya, ia tak bisa mentolerir rasa malunya. Sungguh ia merasa sangat menyesal karena sudah mengajak Cheonsa ke tempat ini. melihat apa yang dilakukan tingkah gadis itu,  ia benar-benar ingin mengubur gadis itu sepulang dari tempat ini. Tapi kekesalan yang dirasakan Hara tak berlaku bagi Yixing yang justru merasa diuntungkan dengan ulah Cheonsa.



“Kenapa baru datang sekarang?”



Dinding pemisah yang membelenggu ia coba runtuhkan. Dengan sabar ia menunggu Hara membuka mulutnya, karena semenjak datang hingga saat ini gadis itu belum kunjung bersuara.



“Aku sibuk, tadinya hari ini pun tak bisa datang, tapi aku merasa tidak enak pada Paman Ken,” jawab Hara berusaha untuk terlihat biasa.




Yixing mengangguk paham, senyum tipis menghiasi wajahnya. Rasanya senang bisa mendengar suara itu lagi. Namun debaran dalam raganya terganjal sesuatu, yaitu sebuah kejadian sebelum kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya terjadi.

Ia menatap Hara dengan intens. Ia kumpulkan udara sebanyak-banyaknya, memupuk keberanian untuk menyampaikan apa yang semestinya ia katakan.



“Untuk kejadian yang waktu itu, aku….”




“Jangan dibahas! Aku tidak ingin membahas itu.” selak Hara yang benar-benar keberatan mendengar kilasan kejadian yang mengawali peristiwa mengerikan malam itu. tidak…ia tidak ingin membayangkannya lagi.




Suasana hening kembali, kedua orang itu sama-sama merasa canggung. Masing-masing diam dalam beribu kata yang sebenarnya ingin dikatakan, tapi kekerasan hati rupanya tak mengizinkan semua terucap begitu mudah.



“Bagaimana keadaan kampus?”



“Baik-baik saja. Gedung itu tak akan hancur tiba-tiba hanya karena kau tak mendatanginya.” Tandas Hara begitu tajam.




Rasa kecewa menelusup jauh ke dalam hatinya, meski ia sudah tahu semua akan begini. Tapi sejujurnya Yixing belum siap menghadapi perubahan sikap Hara. Ia belum siap menghadapi Hara yang dingin dan sinis seperti dulu. Tidak…bagaimanapun ia ingin Hara yang aktif bicara dan terkadang membuat lelucon.






*****





Suasana tegang seperti menghentikan waktu dan membiarkan semua membeku. kedatangan Shen Ruo ke Chung Ang yang begitu tiba-tiba, membuat suasana yang tadi sangat bersahabat menjadi suasana paling mengerikan. Adu pandang antara Hara dan Shen Ruo tak ayal menjadi begitu sengit dan memancarkan aura gelap menyeramkan. Dalam kebisuan, pancaran mata keduanya menyuarakan kebencian yang tak terucap lewat kata-kata.



Tapi tampaknya Hara tak berniat untuk menyapa apalagi berbicara pada gadis itu. Semenjak kejadian malam itu, ia sudah memutuskan untuk tak berhubungan dengan siapapun yang berhubungan dengan Yixing. Ia mengambil langkah maju, tapi langkahnya terhenti ketika Shen Ruo menahannya.



“Kita perlu bicara,” desis gadis itu tenang.



“Tak ada yang perlu dibicarakan.”



Walau sudah menyatakan penolakannya , Hara tetap berakhir di salah satu meja di kantin kampusnya. Akhirnya ia tetap duduk berhadap-hadapan dengan Shen Ruo.



“Kau tak mencoba untuk menanyakan sesuatu?” pancing Shen Ruo.




“Aku tak ingin tahu mengenai hal apapun. Sekarang bisa aku pergi dari sini?”





Shen Ruo mendengus pelan menanggapi Hara yang sulit sekali diajak bicara. Tapi mengingat tujuannya datang ke tempat ini, ia kembali mengabaikan  keinginannya untuk memaki gadis itu.





“ Kau bukannya tak ingin tahu, kau hanya takut untuk mengetahui yang sebenarnya. Ternyata kau tak lebih dari seorang pecundang, Lee Hara.”




Hara tak menjawab, bukankah ia sudah mengatakan jika ia tak ingin bicara. Jadi ya…ia konsisten untuk tak menanggapi ocehan gadis di hadapannya.




“ Aku dan Yixing sudah berteman sejak umur lima tahun. a selalu menjagaku seperti adiknya sendiri, ia juga menjadi pelindung saat orang-orang menghinaku sebagai seorang anak adopsi yang sebenarnya tak lebih dari anak hasil hubungan terlarang. Yah..ia sangat baik padaku, sampai aku tumbuh menjadi gadis serakah. Aku hanya ingin ia untukku, aku tak bisa melihatnya bersama gadis lain.”



Shen Ruo berhenti sejenak. Ia terdiam memikirkan kalimat yang tepat untuk menyambung ceritanya. 






“ Dia…Zhang Yixing tidak akan membiarkan siapapun menyakiti hatiku, terlebih saat itu menyangkut kedua orangtuaku. Mengingat kenyataan itu, aku sangat senang. Aku memperalat kebaikannya untuk kepentingan pribadiku dan kejadian malam itu terjadi. Jujur aku senang melihatnya yang masih membelaku meski sebenarnya akulah yang bersalah. Tapi aku sadar, ia melakukan itu karena ia menganggapku sebagai adiknya bukan karena dia mencintaiku. Setelah ia sadar dari komanya, aku mengerti kalau gadis istimewa di hatinya bukan aku. Menyakitkan tapi lebih menyakitkan jika aku tak mengakui semua itu.”



“Kuharap kau mau memaafkannya. Jangan jauhi dia, kau sudah tahukan betapa kesepiannya Yixing? Selama ini ia hanya memberi tanpa mendapat balasan. Kalau kau meninggalkannya siapa yang akan menjadi tempatnya bersandar?”



Hara tak bisa menutup telinganya, sekuat apapun keinginannya untuk tak mendengar cerita itu, ia tetap bisa mendengar semuanya. Tak bisa dibohongi hatinya bergetar ada sebuah desiran saat telinganya menangkap setiap kata yang dipaparkan Shen Ruo. Setelah mendengar semuannya, kini kenyataan seolah berbanding terbalik dengan apa yang ia pikirkan. Sekarang bukan Yixing yang jahat, tapi dirinyalah yang jahat. Kenapa yang terjadi selalu membuatnya terpojok, seolah ialah satu-satunya orang yang bersalah? Kenapa? Apa dia terlalu buruk untuk disandingkan dengan Zhang Yixing?


Tbc
Huhuhhhh….Happy New Year!!! Welcome 2016!! Semoga yg buruk2 di tahun lalu ditinggal dan buka lembaran baru. Yaudah, mari kita tinggalkan tahun baru dan kemeriahannya. Let’s talk about this fic. entah di part berapa aku bilang aku bakal publish ff ini sebelum tahun berganti, tapi apa ini? Molor parah..
FYI, part selanjutnya adalah ending part untuk ff ini. yeayy…dan semoga aku gak kena virus males publish lagi yaa.. Kn sayang bgt, udh ada yg harus dipublish tapi tetep gak publish karena rasa malas yang tidak bisa ditoleransi.
Terus apa project baru aku setelah ff ini rampung? Apa ya? Mungkin aku bakal publish oneshoot/ficlet dulu, itung-itung buat latihan karena udah mulai baal otaknya kalo disuruh menghayal. Untuk ff multichapter, sebenernya ada dua ff yang mungkin aku publish tahun ini*sok eksis kayak JK Rowling*
Yang satu udah jalan 3 part, dan yang satu baru berwujud kerangka cerita yang ditulis denngan acak-acakan di buku usang bekas corak kotak-kotak merah hitam*apaan sih?* Untuk Yang ff pertama itu bergenre School-life, friendship, dan ada sentuhan romance dikit (masih sekolah gak boleh pacar-pacaran), Dan ff yang satu lagi bergenre family romance.  Untuk ff pertama, tokohnya banyak sangat, sebenernya ff yg kedua pun juga banyak. Tapi pusat konflik di ff kedua, Cuma di tokoh utama cowok dan ceweknya, tokoh lain mah sekedar menyemarakkan aja.

Aku pun masih belum bisa mastiin ff mana yg bakal jadi beneran. Maksudnya, yang bakal terus dilanjut sampai ending. Semoga sih dua-duanya. Untuk ff pertama, aku sayang bgt sama ff itu. Begitupun dengan ff yg kedua, tapi berhubung aku belum mulai ngetik jadi belum sayang banget. Dan lagi, untuk ff kedua aku bakal make tokoh yg sebelumnya gak pernah kutulis. Tapi tenang, tokoh di ff kedua bukanlah orang2 asing dari Mars. Cuma ya itu, aku belum pernah nulis cerita dengan karakter mereka. doakan semoga bisa, apa lagi ini multichapter. 
Ada bayangan siapa dua tokoh utama yg bakal aku masukin di ff kedua? Well..just guess it.
Itulah cuap-cuap sekaligus curhatan tentang rencana untuk fic-ku selanjutnya. Semoga GIGSent makin rame, baik dari sisi para authornya ataupun pengunjungnya. Sekian, sampai ketemu di postingan berikutnya.

Comments

Popular Posts