JOURNEY OF LOVE THE SERIES: There Is A Will There Is A Way - Chapter 1




Cast : Lee Hara & Zhang Yixing
Note : masih bagian dari JOURNEY OF LOVE THE SERIES

PREVIOUS STORY :
MYSTERIOUS SIGHT
PAINFULLY SMILE







Semilir angin siang itu memberi sedikit kesejukan di tengah panasnya hawa kota Seoul. Keringat dan peluh menguap, yang juga tanda menguapnya semangat dan konsentrasi. Begitulah yang dirasakan oleh seorang gadis yang masih berjalan menuju kelasnya. Meski rasanya malas untuk menghadiri kuliah selanjutnya, nyatanya ia tetap memasuki ruangan yang telah diisi oleh beberapa orang lainnya. Gadis itu melenggang masuk dengan semangat yang entah pergi kemana, kemudian duduk di tempat yang menurutnya strategis. Yah…setidaknya tempat yang membuatnya bisa bermalas-malasan dengan leluasa tanpa ketahuan dosennya.




Ia menghela napas kemudian melirik ke sekitarnya dengan jenuh. Dilihatnya semua penghuni kelas yang tengah sibuk dengan aktivitas masing-masing, mereka begitu bising dan ribut. Dan lagi-lagi gadis itu menghela napas namun kali ini disertai dengan delikan sinis saat ia tahu kenapa teman-teman sekelasnya begitu ribut. Bukan hal aneh lagi untuknya mendapati bahwa teman-temannya, lebih tepatnya para gadis, begitu antusias saat di kelas. Berteriak dengan histeris, mengerubung di satu tempat yang tak lain adalah tempat seorang pemuda yang biasa memainkan gitarnya.





Seringkali aksi pemuda itu membuat kehebohan tersendiri di dalam kelas, kehadirannya seperti seorang idola papan atas yang sedang menggelar konser. Begitu disenangi dan dielu-elukan. Dan itulah yang membuat seorang gadis, yang bisa dibilang satu-satunya gadis yang tidak ikut mengerubungi pemuda di kursi paling belakang merasa kesal. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, gadis itu malah terlihat muak bahkan sampai menggelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir dengan semua teman-temannya yang begitu mengidolakan seorang pria yang sebenarnya tak begitu pantas diidolakan.





Entahlah….ia malas membahas hal itu. Hawa panas di luar membuatnya begitu sensitif, beruntung pendingin udara di kelas itu masih berfungsi sehingga ia tak perlu merasa lebih kesal lagi.




Gadis itu membuka buka catatan miliknya lantas membaliknya secara berkala. Ia membaca satu persatu hal-hal yang telah ia tulis di buku itu, meski bukan mahasiswi yang begitu lekat dengan buku, gadis itu tetap membaca buku guna mengingat materi terakhir yang telah dibahas. Aktivitasnya berjalan dengan lancar hingga seorang pria cukup berumur masuk ke dalam kelasnya lengkap dengan membawa buku tebal.




Semua orang yang tadi menyebar, kini berlarian menuju tempat masing-masing. Mereka duduk dengan tenang sambil menyiapkan buku yang mereka perlukan. Tak berbeda dengan yang lainnya, gadis itu tengah mempersiapkan dirinya untuk memulai kuliah. Yah…walaupun tak begitu bersemangat.



“ Hara, kau tahu apa yang dia katakan padaku tadi?” di sela-sela penjelasan sang dosen, Ra-In, mencuri kesempatan untuk berbagi pengalaman menariknya yang sebenarnya tidak menarik untuk lawan bicaranya.



Meski orang yang diajak bicara hanya mengangkat bahunya dengan cuek, Ra-In tetap melanjutkan ceritanya. Sesekali gadis itu menoleh ke depan, memastikan bahwa dosennya tengah tak melihat dirinya.




“ Kau perlu tahu Hara, tadi dia bilang senyumku begitu manis dan lembut, bagai permen kapas. Ringan tapi sangat manis dan menyenangkan. Aigoo…rasanya senang sekali. Kau tahu? Aku..”




Belum sempat selesai bercerita, gadis yang dari tadi ia ajak bicara akhirnya menoleh padanya. Gadis itu memandangnya dengan frustasi.




“ Kau sungguh tidak beruntung Son Ra In, kau bukan orang pertama yang mendapat rayuan seperti itu. Kalau tidak salah Wonhee dan Yura juga dirayu dengan kalimat seperti itu. Malang sekali dirimu,” Ucap gadis itu tanpa berekspresi sedikitpun. Ia kelihatan sudah benar-benar muak mendengar cerita yang kurang lebih sama dengan temannya itu.




Tanpa mempedulikan tampang Ra In yang berubah menjadi kecewa, gadis itu kembali mencatat apa yang ada di papan tulis. Sesekali ia mengalihkan perhatiannya pada salah satu temannya yang sedang bertanya. Seperti saat ini contohnya.



“ Benarkah? Kalian bercanda…”



“ Tidak…”




“ Yang benar saja.”






Di tengah diskusi menarik yang sedang berlangsung, suara bising terdengar. Seperti tidak merasa bersalah, suara itu kian lama kian kencang dan semakin jelas. BINGO!! Seisi kelas langsung berpaling pada dua orang yang duduk di barisan paling belakang, lebih tepatnya dua pemuda yang tengah sibuk membincangkan masalahnya sendiri.






“ Memang apa yang menurutmu benar Zhang Yixing?” tegur sang dosen dengan tegas. Suaranya yang bulat menggema hingga terdengar oleh hampir semua penghuni kelas. Namun sayangnya suara itu malah tak didengar oleh pemilik nama yang baru disebut.



Entah memang tidak mendengar atau pura-pura tidak mendengar, pria itu masih asyik berbincang dengan temannya yang kelihatannya juga tidak mendengar suara dosen tadi.





“ ZHANG YIXING!!!”





Suasana kelas semakin hening kala suara geram itu terdengar dan terus menggaung-gaung seolah tak bisa berhenti terdengar. Tapi itu merupakan solusi terbaik, karena setelahnya pemuda bernama Zhang Yixing berhenti berbicara dengan temannya. Begitu kagetnya ia saat mendapati namanya dipanggil, dan lebih kagetnya karena orang yang memanggilnya adalah Baek seosangnim, dosennya, pria tambun yang tengah menatapnya dengan kilatan menyeramkan.




Pria muda itu mengembuskan napas perlahan, memberi peringatan pada dirinya sendiri. Ia kemudian menatap dosennya tersebut sambil tersenyum manis, seakan lupa dengan kesalahan apa yang telah ia perbuat. Namun senyumnya meluntur kala sosok itu malah berjalan menghampirinya sambil terus menatap matanya dengan tatapan menghakimi.




“ Memangnya apa yang benar? Mengobrol di saat aku sedang bicara? Mangkir dari tugas bulanan? Atau bolos hingga harus mengulang kelas? Begitu yang benar?”




Yixing, begitulah pria itu biasa dipangggil, meringis pelan sambil mengusap tengkuknya. Kalau sudah membahas segala keburukannya, pria itu sudah tak bisa berkutik lagi, terlebih saat semua teman sekelasnya mendengar. Ini seperti kehilangan harga diri.




Di sisi lain gadis di sebelah Ra-In sedang memandang jenuh ke arah Yixing. Ia sudah bosan melihat hal seperti ini terulang terus dan terulang pada orang yang sama, yaitu Zhang Yixing. Dan itulah yang membuatnya tak begitu menyukai sosok Zhang Yixing yang begitu diidolakan oleh teman-temannya.




Lee Hara, gadis itu bisa dibilang satu-satunya gadis yang tak memiliki ketertarikan pada pria bernama Yixing. Seorang senior semester empat yang cukup tampan, pandai bermain gitar, bersuara indah yang sering menyanyikan lagu cinta yang membuat hati para gadis melayang. Namun…tak ada gading yang tak retak, Yixing tetaplah manusia yang diciptakan dengan kelebihan beserta kekurangan. Pria itu terkenal sering sekali membolos dan sangat pemalas.




Mendapat nilai di bawah ketentuan sudah menjadi asupan sehari-hari pria itu. Ia juga kelihatan tidak memiliki solusi untuk memecahkan masalahnya, bayangkan saja dalam seminggu ia bisa benar-benar tidak datang ke sekolah. Entahlah apa yang dia lakukan, yang jelas dia banyak mengalami ketertinggalan. Dan seperti yang dibilang Baek seosangnim tadi, pria itu mengulang kelas karena terlalu sering membolos. Semua hal itu rasanya sudah lebih dari cukup untuk meruntutkan alasan kenapa seorang Lee Hara tidak tertarik pada Zhang Yixing.




Kembali pada Yixing yang kini menjadi pusat perhatiaan seisi kelas, tak terkecuali dari Baek seosangnim. Pria itu meringis berulang kali guna menutupi rasa gugupnya atau lebih tepatnya sudah tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan tajam itu. Tapi karena pada dasarnya Yixing memiliki kepribadian yang baik, pria itu tersenyum pada dosennya. Mungkin jika ia tersenyum seperti itu di depan seorang wanita, ia bisa meluluhkan hati wanita itu, namun beda dengan sekarang. Orang di depannya adalah Baek seosangnim.




“ Jangan tersenyum seperti tidak berdosa begitu! Seharusnya kau memikirkan cara untuk mengejar ketertinggalanmu!” tegas Baek seosangnim sembari mengarahkan telunjuknya pada Yixing yang terlihat mematung.



Namun setelah lama berpacu dengan adrenalinnya sendiri, akhirnya Yixing bisa bernapas lega begitu dosennya itu bergerak pergi menjauhinya. Embusan napas lolos dari mulut pria itu seiring dengan dadanya yang kembang kempis. Ia mengelus dadanya dengan lega lalu berpaling menatap temannya.




“ Kalau seperti ini terus aku tidak tahu harus berapa lama kau mendekam di bangku perkuliahan.”




Suara berat Baek seosangnim lagi-lagi terdengar, membuat Yixing kembali menelan ludahnya yang terasa begitu serat di kerongkongan. Ia menyadari betul suasana yang tengah berkembang saat ini. Ia juga sangat tahu jika sekarang ini dosennya itu tengah berbicara serius.



“ Nde?”




“ Yah…terpaksa kita harus melakukan sebuah tindakan. Lagipula aku juga tidak ingin menatap wajahmu terus Tuan Zhang!”  Baek seosangnim berhenti di sebuah meja paling depan kemudian merunduk sedikit, membuat ruang kelas semakin serius.




“ Maksud anda?” tanya Yixing sambil menggedikkan kepalanya.




Sekarang ia terlihat begitu serius, ia nampak mencurahkan fokusnya pada sang dosen. Ia tidak bisa menutupi kenyataan bahwa dirinya tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Baek seosangnim.




Lelaki bermarga Baek itu mengembuskan napasnya kemudian merentangkan kedua tangannya seperti sudah menyerah dengan keadaan. Hal itu membuat Yixing semakin tak mengerti dengan apa yang dimaksud pria itu. Prasangka-prasangka aneh mulai menyelimuti benaknya, seperti kemungkinan jika dirinya dikeluarkan dari sekolah misalnya.




“ Aku sudah membicarakannya dengan dosen lain dan kami sepakat untuk memberikanmu tutor,” Jelas Baek seosangnim yang membuat seisi kelas mulai berdiskusi. Membicarakan maksud dosen mereka yang masih ambigu.




Namun apapun itu, Yixing bernapas lega karena ternyata apa yang ia duga tidak benar-benar terjadi. terserahlah…jika ia harus didampingi tutor atau semacamnya, asalkan bukan dikeluarkan dari kampus, sepertinya tidak masalah.




“ Dan kami sudah sepakat untuk memberikan tugas ini pada Hara, Lee Hara.”





Semua mata terbelalak lebar kala nama Hara disebut, begitupun dengan Hara sendiri. Ia merasa tidak melakukan apapun, tapi kenapa ia harus dibawa-bawa ke dalam masalah ini. Kenapa ia yang harus menjadi tutor pria itu? Yixing? Hara mendesah kasar, raut wajahnya kacau apalagi saat berbagai tatapan tertuju padanya.




“ Maaf seosangnim! Tapi saya tidak melakukan kesalahan apapun, kenapa harus saya? Masih banyak orang lain yang mau mengemban tugas itu dengan senang hati!” Koar Hara yang sudah berdiri di tempatnya.




Gadis itu memaparkan banyak kalimat yang ia pikir mampu mengubah keputusan dosennya tersebut. Tapi nampaknya sia-sia saja karena nyatanya Baek seosangnim hanya menggelengkan kepalanya yang terus berdenyut.




“ Tidak Hara! Kami para dosen telah memutuskannya, lagipula kau dan Yixing juga akan ditempatkan pada kelompok yang sama untuk tugas akhir semester. Jadi kesempatan ini bisa kau pergunakan untuk membantunya mengejar materi yang tertinggal.”




Pupus sudah harapan Hara untuk mendapat kebebasan. Sudah tidak ada harapan untuk mengelak, kelihatannya keputusan Baek seosangnim telah bulat. Senang atau tidak, suka atau tidak, mau atau tidak, ia tetap harus melakukan apa yang sudah diperintahkan.




Di saat Hara terlihat frustasi karena merasa nasibnya begitu sial, gadis-gadis lain justru terlihat frustasi karena kehilangan kesempatan untuk bersama Yixing. Gadis-gadis itu malah merasa tidak seberuntung Hara yang bisa mendapat kesempatan seberharga itu. Dan di sisi lain, Yixing hanya memasang ekspresi biasa. Tidak senang dan juga tidak kesal. Dalam hal ini ia tidak merasa diuntungkan ataupun dirugikan, jadi ia rasa tak perlu ada yang ditanggapi.




******




Selepas kuliah Baek seosangnim usai, Hara langsung menjegat dosen itu di depan pintu. Ia langsung memberondongi pria itu dengan berbagai protesnya mulai dari yang memelas hingga berapi-api sudah ia sampaikan tapi jawabannya tetap sama.




“ Aku tahu ini berat, tapi aku dan dosen lainnya yakin jika kau bisa Hara.”





Ciiih…di saat seperti ini bukan kalimat itu yang ingin ia dengar. Ia ingin mendengar baiklah Hara, sepertinya aku akan menggantimu dengan orang lain, tapi yang ia dengar malah kalimat penyemangat seolah dirinya benar-benar mau melakukan hal itu.




Merasa sudah tak memiliki kepentingan, Hara berbalik memasuki kelasnya kembali. Langkah gontainya membawa gadis berbaju lengan panjang itu sampai ke tempat duduknya, tempat yang dalam sekejap telah dipenuhi banyak orang. Hara menatapi satu-satu orang di depannya yang sedang menatapnya dengan penuh ingin tahu. Namun Hara mengabaikan mereka dan langsung menyambar tasnya. Ia berjalan keluar kelas dengan malas. Untuk saat ini ia ingin pergi sejauh-jauhnya.



*******



At Cafetaria


Meski sudah berada di tempat yang berbeda, berada di lingkungan dengan atmosfer yang jauh lebih menyenangkan daripada kelasnya, namun tetap saja suasana hatinya tak membaik. Hara terus mendecak sebal sambil memilin sedotan di gelasnya. Tanpa dijelaskan pun teman-temannya yang lain sudah paham betul jika gadis itu sedang kesal. Paling hanya karena mendapat tugas yang terlampau banyak. Pikir mereka kala melihat Hara yang masih menggerutu tanpa sebab.



“ Hara, coba lihat ini. Bagaimana? Tampan bukan?” ucap Nayoung sambil menunjukkan sebuah gambar di layar ponselnya. Gambar pria tampan tentunya. Memang apalagi yang mampu membuat seorang Cho Nayoung betah menatapi ponselnya kalau bukan untuk melihat wajah pria tampan?




Tadinya Nayoung berpikir dengan cara ini Hara akan bicara dan masalah pun selesai, tapi sepertinya ide yang dipikirnya cemerlang itu benar-benar tak berhasil. Karena nyatanya Hara malah semakin kesal, gadis itu melirik malas ke layar ponsel Nayoung. Alisnya bertaut kala matanya disuguhkan oleh wajah seorang pria yang tengah bergaya sok keren.




“ Apanya yang tampan?” decak Hara.



Gadis itu memalingkan perhatiannya pada segelas milkshake di depannya. Dengan emosi ia mengaduk isi gelas itu, entah kenapa ia merasa semakin kesal setelah melihat pria di ponsel Nayoung. Sedangkan Hara masih sibuk melampiaskan kekesalannya, Cheonsa, Ji Eun beserta Sora saling melemparkan pandangan. Sampai akhirnya salah satu diantara mereka memutuskan untuk merapat pada Hara, membuat gadis itu mendengus kasar.




“ Walau aku tidak begitu peduli, tapi bisakah kau menceritakan sesuatu?” tanya Ji Eun hati-hati. Sebisa mungkin gadis itu memilih dan menggunakan kata-kata yang tepat untuk berkomunikasi dengan temannya itu. Kalau tidak, bisa jadi ia akan menjadi target amukan Hara selanjutnya.




Hara membuang wajahnya. Setelah lama berpikir akhirnya ia kembali melirik Ji Eun  dan teman-temannya yang lain, gadis itu mengembuskan napas panjang. “ Kalian tahu, hari ini aku tertimpa kesialan. Benar-benar sial!” ucap Hara dengan penuh emosi. Tangannya mengepal menandakan bahwa ia begitu kesal dengan apa yang terjadi pada dirinya. Namun situasi seperti ini malah membuat teman-temannya yang lain semakin bingung. Sial? Memangnya kesialan macam apa yang berani singgah pada Lee Hara?




“ Sial? Memangnya kau diusir dari kelas karena ketahuan melamun?” celetuk Gyuri. Mendengar ucapan Gyuri, Sora dan Nayoung langsung menoleh pada gadis itu.



“ Lebih buruk dari itu. Kalian ingat dengan Zhang Yixing yang pernah kuceritakan?”




Semua mengangguk kemudian mencurahkan fokusnya pada Hara, mereka menatap gadis itu dengan serius. “ Mahasiswa di kelasmu yang semester empat itu? Yang banyak mengulang di sana-sini itu?” tanya Cheonsa mengeluarkan ingatan yang melintas di otaknya yang berkaitan dengan seseorang bernama Zhang Yixing.




Hara mengangguk singkat. “ Memangnya ada apa dengan pria itu? Apa dia melakukan sesuatu padamu?” Sora menatap Hara dengan tatapan mendesak.



“ Aku..aku harus menjadi tutornya! Aku…ditugaskan untuk membimbing pria itu untuk mengejar ketertinggalannya. Huftt…bayangkan betapa frustasinya aku!”




“ Yah…menurutku menolong orang lain tidak ada salahnya,” Ucap Cheonsa santai sambil menyesap minumannya. Gadis itu tak peduli dengan tatapan tajam Hara yang tengah menghujaminya, menurut akal sehatnya, tidak perlu ada yang ia sesali atas ucapannya tadi.




“ Memangnya bagaimana wajah Zhang Yixing itu? Ia tampan? Kalau tampan, aku bersedia menggantikanmu.”




Hara mendecak melihat tingkah Nayoung yang menurutnya tidak jauh berbeda dengan teman-teman sekelasnya yang selalu mengelu-elukan Yixing. “ Tampan? Bahkan kau bisa menemukan pria yang jauh lebih tampan darinya Cho Nayoung!”



Nayoung mengangkat bahunya pelan. “ Aiiishh…bilang saja kau tidak ingin mengenalkannya padaku!” cecar Nayoung semakin tak jelas, dan pastinya membuat Hara semakin naik darah.




Sementara Nayoung masih senang menggoda Hara, gadis-gadis lainnya seperti Sora, Ji Eun, Cheonsa maupun Gyuri terlihat jengah menyaksikan tingkah Nayoung yang semakin menjengkelkan. Mereka hanya menggeleng tak peduli. Mereka tidak cukup peduli untuk membantu Nayoung dan membiarkan diri mereka menjadi santapan Hara.



Dan Hara? Gadis itu sudah kehilangan kesabarannya apalagi saat Nayoung mengerlingkan mata ke arahnya. Membuat gadis itu merinding. “ Arra! Akan kutunjukkan si pria sial itu!” putus Hara yang kemudian mengalihkan pandangannya.




Matanya mengedar mencari sosok yang sepertinya berada di tempat itu juga, tak lama bunyi jentikan jarinya terdengar saat ia menemukan sosok yang dicarinya. Dengan cepat gadis itu langsung menatap Nayoung dan menarik lengannya. Walau tak mengerti, Nayoung mengikutinya. Ia malas untuk menolak apalagi melakukan pemberontakan.



Mata Nayoung menyipit mengikuti arah telunjuk Hara mengarah. Telunjuk itu mengarah pada dua sosok pria yang sedang duduk di tempat yang cukup jauh dari tempatnya. Bisa Nayoung lihat dengan jelas, jika dua pria itu sedang asyik berbincang. Tapi dari kedua pria tersebut, Nayoung masih tak bisa menebak mana yang merupakan Zhang Yixing. Namun…matanya tertarik pada salah satu pria dari dua sosok itu. pria yang tengah tertawa sambil menepuk pelan bahu temannya.



“ Lihat! Pria jelek yang sedang tertawa itu, pria berkaos biru!” Ucap Hara.




Merasa penasaran dengan aktivitas kedua temannya, Sora, Ji Eun, Cheonsa dan Gyuripun ikut memandang ke arah yang sama dengan Hara. “ Hei Hara! Zhang Yixing itu yang mana?” tanya Cheonsa bingung karena yang dilihatnya ada dua orang.



“ Pria berkaos biru!”



Empat gadis yang baru ikut bergabung itu langsung menyudahi kegiatan mereka dan menutupnya dengan anggukan pelan. Lantas mereka pun kembali duduk ke tempatnya, meninggalkan Hara dan Nayoung yang masih sibuk memperhatikan Yixing dengan temannya.



“ Katanya sial, tapi masih saja diperhatikan,” Celetuk Cheonsa yang hanya dibalas anggukan Ji Eun. Selebihnya, Sora dan Gyuri memilih untuk tidak berkomentar.



*******




Hara POV


Aku langsung keluar dari kelas selepas Min seosangnim keluar dari kelas, dengan mendekap erat beberapa buku di depan dada aku melewati pintu dan berjalan menuju halaman depan gedung kampus, tempat biasa teman-temanku berkumpul selepas kegiatan kuliah selesai.



Meski masih kesal dengan keputusan Baek seosangnim, sepertinya hari ini aku sudah cukup baik. Lagipula apa yang terjadi tidaklah seburuk yang kubayangkan, karena dari kemarin hingga hari ini kehidupanku masih baik-baik saja. Pria sial itu, maksudku Yixing sama sekali tidak menemuiku. Yah… nampaknya pria itu memang tidak ingin mengubah nasibnya di kelas.




“ Hara…kau datang juga,” Seru Cheonsa yang menyadari kedatanganku. Gadis itu kelihatan begitu antusias saat aku datang, yah…lebih tepatnya ia senang karena akhirnya ia bisa pulang secepatnya.




Pandanganku beralih menatap yang lain, semua lengkap bahkan Tao pun ada di sini. Tapi…seperti ada yang menghilang. Akhh…Gyuri! Kemana gadis itu?



“ Gyuri..dia kemana?”



Cheonsa hanya mengangkat bahunya sambil menunjukkan ekspresi malas. “ Yah…kekasihnya membawa dia pergi duluan. Seperti biasa,” Ujar Ji Eun dengan nada riang. Aku hanya mengangguk pelan, tanda jika aku mengerti dengan apa yang dia katakan.



“ Kalau begitu ayo kita pulang, rasanya aku sudah penat berada disini.”



Aku berhenti melangkah saat sadar tak seorang pun dari mereka yang bergerak dari tempatnya, mereka malah membatu menatapiku. Seolah ada hal aneh yang bersemayam dalam  ragaku.



Kuembuskan napas berat kemudian menatap mereka balik. “ Yak! Kalian ingin pulang atau tidak?” aku benar-benar sudah tak sabar dengan tingkah mereka yang aneh. Tapi bukannya mendapat jawaban, aku hanya melihat perubahan ekspresi dari mereka semua. Entahlah sepertinya aku memang satu-satunya orang waras disini.


“ Tentu kami ingin pulang, tapi sepertinya tidak denganmu karena….” Nayoung menggerakkan kepalanya. Ia seperti sedang menunjuk ke belakang. Dia itu kenapa sih?



Tak ingin bertambah kesal aku membalikkan tubuhku sesuai dengan gerakan kepala Nayoung. Mataku melebar kala seorang pria berdiri di belakangku dan parahnya letak pria itu begitu dekat hingga aku bisa merasakan deru napasnya yang menerpa wajahku.



Kuhela nafasku pelan kemudian menatap pria itu dengan serius. Kenapa dia malah tersenyum? Memang ia pikir senyumnya itu bagus apa?



“ Ada apa?”



Ia menggerakkan tangannya seolah mencoba untuk mengutarakan kalimatnya lewat gerakan tangan. Oh Tuhan, jika dia benar-benar melakukan itu, sebaiknya dia pergi sekarang juga. Karena sampai saat ini aku belum pernah mempelajari bahasa isyarat.



“ Maaf tapi bisakah kau membantuku untuk mengerjakan tugas-tugas ini?”




Mulutku menganga kala tangannya mengangkat tumpukan buku yang membuat pikiranku kembali penat. Aku kembali menatapnya yang juga sedang menatapku, ia seperti sedang membaca pikiranku.



“ Yixing-ssi, maaf…tapi aku tak bisa. Kau tahukan ini sudah sore, aku harus pulang secepatnya.”



Dia tak membalas apapun kecuali mengangguk dan terus menatapku dengan tatapan polosnya. Ukkh…menyebalkan! Kenapa dia tak kunjung enyah dari hadapanku?



“ Baiklah…tapi besok bisakan? Ahh…sebentar.” Aku mengerinyit heran kala sosok itu membalik tasnya. Membuka ranselnya dan mencari-cari sesuatu di dalamnya.



“ Berikan nomor ponselmu!” ia mengulurkan ponsel hitam ke arahku. Pertama aku hanya menatapi benda kecil itu dengan jengah, tak ada niatan sedikitpun untuk meraih benda itu. Namun tepukan di bahuku mengintrupsiku. Issh…ada apa sih dengan Nayoung? Kenapa dia terus menyuruhku untuk menerima ponsel itu? Kalau dia mau aku tidak keberatan jika dia yang mengambilnya.




“ Aku tidak hafal nomor ponselku, maaf,” Ucapku sambil tersenyum singkat. Kemudian berancang untuk pergi dari tempat itu. sungguh jika tak cepat-cepat ambil tindakan, pria ini akan semakin menjadi dan akhirnya aku tak bisa pulang.



“ Sini biar aku saja. Aku punya nomornya Hara.”



Dengan cepat kepalaku menoleh ke arah Nayoung yang sudah berada di samping Yixing dan parahnya ia sudah menggenggam ponsel pria itu. Aku langsung melangkah menuju gadis itu. Tanganku menarik paksa ponsel yang masih berada di tangan Nayoung. Namun dengan cepat gadis itu menahannya. Akupun mengalah. Aku tidak ingin mengganti ponsel pria itu jika saat kutarik ponsel itu malah jatuh.



“ Nayoung…” panggilku dengan nada tertahan. Untuk saat ini aku masih bisa menahan kekesalanku, tapi jika setelah ini ia masih tak bisa diajak kompromi aku tidak akan menyesal jika tiba-tiba tangan ini menjambak rambutnya.



“ Sudah.”




“ Gomawo..uhmm..siapa namamu?”



“ Cho Nayoung.”



“ Gomawo Nayoung-ssi.”



“ Tidak usah sungkan, jika ada hal lain yang ingin kau tanyakan, tanya saja padaku.”



Aku menatap jengah kelakuan Nayoung yang begitu manis di depan Yixing. Ia tersenyum pada Yixing dengan senyuman yang tak kunjung berakhir sampai Yixing pergi.



“ Kau senang Nayoung-ssi?” sindirku yang membuatnya menghentikan  senyum bodohnya itu. Tak lama senyum itu kembali mengembang di wajahnya, entah kenapa senyumnya kali ini kelihatan lebih menyebalkan dari sebelumnya.


“ Harusnya kau bersyukur karena aku sudah membantumu untuk bisa lebih dekat dengan Yixing. Pria tampan seperti itu sayang jika disia-siakan.”



Aku terperangah mendengar ucapannya barusan. Apa aku tidak salah dengar? Dia telah membantuku? Tindakannya itu sama seperti menggalikan liang kubur untukku.


******



Sesampainya di rumah aku langsung bergegas masuk ke dalam kamar. Aku segera pergi mandi. Setelah selesai mandi aku berjalan menuju ranjang. Ku hempaskan tubuhku begitu saja ke atas ranjang, namun belum juga aku sempat memeluk guling di sampingku, ponsel milikku berdering. Nomor tidak dikenal. Aisshh…jangan-jangan Yixing. Aigoo…bagaimana ini? Apa ku biarkan saja atau…..kujawab?



Dan akhirnya aku memutuskan untuk menekan tombol hijau dan mengarahkan ponsel itu ke dekat telinga.


“ Yeobseyo…”

“………”

  Aku sudah bilang tidak bisa berarti tidak bisa.”

“……….”

“ Haiisshh….baiklah.”



Aku segera memutuskan sambungan teleponnya setelah menyetujui permintaannya. Dengan pasrah aku kembali merebahkan diriku, membiarkan saraf-saraf tegang di sekitar punggung mengendur. Ya Tuhan….pasti besok akan menjadi hari yang melelahkan.




*******



Author POV


Hara masih setia duduk di bangkunya sambil menunggu  waktu pulang tiba. Sebenarnya jika ia keluar sekarang pun tak masalah, terlebih dosen hari ini tidak datang. Namun ia bingung harus pergi kemana jika keluar, teman-temannya pasti belum ada yang keluar dari kelasnya. Jadi daripada terlantar seperti anak hilang, lebih baik duduk di kelas sambil mendengarkan lagu yang berasal dari I-podnya.



Gadis itu tak menghiraukan orang-orang di sekitarnya yang tengah bercanda ria. Ia tak merasa terganggu ataupun ingin mengganggu orang-orang itu. Daripada mengurusi orang lain, lebih baik ia memikirkan tugas esainya.



“ Hara…” panggil seseorang yang sudah berada di depan Hara. Orang itu telah duduk di kursi di depan kursi Hara. Ia menatap Hara yang tak kunjung menyahutinya. Gadis itu kelihatan sangat serius mengerjakan tugasnya. Orang itu pun membiarkan dagunya bertumpu pada tangannya yang terlipat di atas meja.


Hara menggaruk tengkuknya karena merasa cukup penat dengan aktivitasnya, namun di sela-sela kegiatan mengurangi kepenatannya, gadis itu berjengit kaget. Bahkan hampir bangkit dari kursinya ketika mendapati seseorang di depannya tengah memandanginya dengan intens.



“ Ada apa?” meski ingin berteriak atau memaki orang itu, Hara hanya bertanya dengan dingin seolah sudah tak punya minat untuk bicara.



Orang itupun menegakkan tubuhnya dan menyetarakan pandangan matanya dengan gadis di depannya, kemudian tersenyum simpul. Namun usahanya itu seperti tidak bekerja pada seorang Lee Hara, karena senyumannya itu malah dibalas delikan sinis yang memintanya untuk berhenti tersenyum.



“ Kajja! Kita pergi sekarang saj,.” ucap pria itu sembari mengarahkan kepalanya ke  arah pintu.


Iapun bangkit dari tempatnya dan memperhatikan Hara yang tak kunjung beranjak. Merasa risih karena terus dipandangi, Harapun merapikan buku-bukunya kemudian menyambar tasnya. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya.



“ Kajja!” seru orang itu lagi yang kemudian berjalan mendahuluinya.



Aigoo..lihat-lihat Yixing mengajak Hara pulang bersama.


Beruntung sekali gadis itu


Akhh…kenapa tidak aku saja yang menjadi tutor untuk Yixing





Hara hanya menggeleng pelan ketika mendengar berbagai komentar yang terlontar dari gadis-gadis di sekitarnya. Ia tak habis pikir kenapa gadis-gadis itu masih bisa menyukai Zhang Yixing padahal sudah jelas jika prestasi akademis pria itu sangat buruk.




*******



Hara POV



Sepanjang perjalanan aku dan pria itu, maksudku Yixing tak saling bicara. Bahkan hingga sampai di sebuah rumah bergaya minimalis tempatku berada sekarang, kami masih sama-sama bungkam. Lagipula aku malas bertanya padanya. Sedangkan pria itu, dia seenaknya saja masuk ke dalam rumah itu dan meninggalkan aku tertinggal di belakang.



Saat sudah berada di dalam rumah yang bisa dibilang sangat megah itu, aku mengalihkan pandanganku ke sana kemari. Dari seperti yang aku lihat, rumah ini begitu sepi. Untuk apa dia membawaku ke tempat ini? Apa…jangan - jangan dia… AIISSHHHH Lee Hara jangan berpikir macam-macam.




“ Maaf kita harus belajar di rumahku.” Aku langsung mengalihkan perhatianku saat suara Yixing terdengar. Aku menatapnya yang sedang duduk di sofa seberangku.



“ A-aahhh…baiklah, tidak masalah,” Balasku sedikit terbata.



Ia kembali tersenyum yang membuatku meringis pelan. Karena tak tahu harus berbuat apa, kukeluarkan ponsel hitam milikku. Tak kuhiraukan kegiatan macam apa yang sedang dikerjakannya. Aku tetap melanjutkan kegiatanku sendiri, memainkan game di ponselku.



Sudah cukup lama aku berdiam diri sambil memainkan permainan di ponselku, namun hingga kini Yixing tak kunjung bicara. Lalu apa gunanya aku di sini? Apa dia mengajakku ke sini hanya untuk membuang waktu berhargaku? Kualihkan pandanganku dan kini menatap sofa di seberangku. Aigoo…kemana perginya pria itu? Bukankah tadi dia duduk di sana?



Aku menghentakkan kaki dengan kesal sambil berulang kali menghela panjang. Rasanya ingin pergi dari sini sekarang juga, tapi sayangnya sikap sopan masih sangat kental dalam darahku. Mana mungkin aku pergi dari rumah orang tanpa berpamitan pada orangnya dulu?



CEKLEK



Tubuhku yang dari tadi kubiarkan bersandar kini menegak dengan cepat sesaat setelah bunyi decitan pintu tertangkap indera pendengaranku. Otomatis kepalaku menoleh ke belakang, lebih tepatnya ke arah pintu masuk yang berada beberapa meter dari tempatku.



Kupertajam penglihatanku kala sesosok makhluk kecil telah berdiri di depan pintu. Tak lama bocah itu bergerak maju setelah menutup pintunya kembali. Kepalanya tertunduk karena sedang memperhatikan letak tasnya yang tak beraturan.



Siapa bocah ini? Maksudku gadis kecil ini. Gadis berambut panjang berwarna hitam legam dengan alur bergelombang, yang masih tak menyadari keberadaanku karena masih sibuk menundukkan kepalanya dan menggerutu tak jelas. Apa dia adiknya Yixing? Atau jangan-jangan……anaknya?




Kaki kecil itu berhenti seketika tak lama setelah kepalanya terangkat. Ia membulatkan matanya, bisa kutebak ia kaget begitu menemukan diriku yang masih memandanginya. Perlahan ia mulai berjalan kembali tanpa melepaskan pandangannya dariku, ia masih menatapku dengan keheranan.


“ Kau siapa?” suara melengking gadis kecil itu terdengar bersamaan dengan kepalanya yang ikut dimiringkan.



Gadis itu berhenti tepat di hadapanku, kira-kira berjarak semeter dari sofa yang tengah kutempati. Masih dengan pandangan yang sama, ia terus menatapku. Aku menghela napas, lantas mengubah posisi dudukku dan mencondongkan tubuhku ke depan.


“ Ak….”


“ Wei An? Kau sudah pulang? Tadi paman Ken baru ingin menjemputmu.” ucapanku terhenti kala suara yang lebih besar dari suaraku terdengar.



Suara itu, suara Yixing. Akhirnya…pria itu muncul juga dan…pakaiannya juga sudah berubah menjadi lebih sedikit santai. Dan…pria itu datang dengan membawa sebuah nampan yang berisi makanan serta minuman. Ia masih berdiri di tempatnya, menatap gadis kecil yang sekarang malah merengut kesal dan bertingkah seolah tak ingin bertemu pandang dengannya.


Yixing meletakkan nampan yang dibawanya ke atas meja, kemudian mendekat pada gadis kecil yang terus menundukkan kepalanya. Pria itu berlutut tepat di depan gadis itu sambil membelai kedua sisi tubuh kecil itu. Pandangan yang awalnya tak ingin diberikan, pada akhirnya tetap ia arahkan pada pria dewasa di depannya.



“ Kenapa kau tak menunggu hingga paman Ken menjemputmu? Kau tahu aku sangat khawatir.”



Tersirat dengan sangat jelas bahwa Yixing sangat menyayaingi gadis kecil di depannya. Kelihatan dari bagaimana suaranya yang lembut serta ekspresi wajahnya.



“ Aku sudah menunggu, tapi paman Ken lama sekali datangnya. Padahal hari sudah sore, untung appa-nya Ji Yoon mau mengantarku.”



Suara mengadu itu tak pelak menarik simpati pria yang masih berlutut demi menyetarakan tinggi tubuhnya dengan gadis kecil itu. Yixing menggerakkan tangannya hingga mencapai kepala yeoja cilik di depannya. Ia membelai kepala mungil itu dengan penuh kasih seraya dengan senyum tulus yang meluncur dari bibirnya. Hingga rengutan yang dari tadi terpatri jelas di wajah manusia kecil itu berganti dengan senyum indah dan lucu.



“ Aku ingin ayah, aku ingin ayah mengantarku kemanapun aku pergi. Aku ingin bermain bersama ayah, aku ingin terus bersama ayah. Kapan aku bisa melakukan hal seperti itu?”





Hatiku tersentak, benar-benar terkejut kala mendengar kata ‘ayah’ terucap dari mulut gadis mungil itu. jadi…Yixing itu…sudah memiliki anak? Oh…benar-benar di luar dugaan.




Aku terus menyaksikan tontonan penuh keharuan itu dengan serius. Akalku terus bermain tebak-tebakkan, menebak setiak gerak-gerik dua insan di depanku. Mereka tengah berpelukan. Lebih tepatnya Yixing mendekap gadis kecil itu dengan sangat erat.



“ Maafkan aku karena tak bisa melakukan semua itu untukmu. Tapi aku janji kalau ada waktu aku akan menyempatkan bermain denganmu.” Yixing melepas pelukannya kemudian menatap lekat gadis kecil yang tengah mengangguki ucapannya. Tak lama keduanya tersenyum, hingga tanpa ku sadar akupun ikut tersenyum.



Dua orang itu bangkit, Yixing melirikku kemudian berjalan ke arahku tanpa melepas genggamannya pada lengan kecil gadis di sampingnya.



“ Hara, kenalkan ini Wei An.”


Pandanganku berpaling pada gadis kecil di samping Yixing. Ku ulurkan tanganku kepadanya, yang kemudian disambut ramah olehnya.


“ Namaku Hara,” Ucapku sambil tersenyum pada gadis kecil bernama Wei An.



Dia tersenyum, dia kelihatan sangat imut. Ingin sekali aku mencubit pipinya. Namun aku kembali teringat pada sesuatu hingga akhirnya aku menoleh pada Yixing.



“ Jadi selama ini kau….”


“ Ya..aku tinggal bersamanya.”





TBC..



Hayoo…Yixing….
Ohaii…readers semua!! semoga ada yg baca ff ini!! Psstt…. Oke, ini masih rangkaian series dri JOURNEY OF LOVE kan galiema?? Yapphh…masih… terus kenapa baru nongol skrang? Kalo gak salah liat, seri terakhir dri JOURNEY OF LOVE, Painfully Smile itu udah tamat dari tahun kemaren. Kenapa?? kenapa ini baru nongol? Pertama, well..aku mengutuk sifat prokrastinasiku, maksudnya sifat suka nunda-nuda gitu. Aku mikirnya nanti, nanti aja pasti bisa kok..tapi seiring berjalannya waktu jadi males… jadi gimana gitu…

Sebenernya ff ini udah kelar dri kapan tau, tahun 2014 ato 2013 gtu…cma kaya yg tdi kubilang, aku anaknya suka banget nunda-nunda apapun*jangan dicontoh* Nah,, berhubung di finding father aku bilang pengen punya ff chapter seenggaknya satu aja untuk tahun ini, kurasa ff inilah solusinya. Awalnya sih agak ragu buat publish ini, karena setelah bca komen di painfully smile aku jadi bukain semua seri Journey of love. Mulai dari mysterious sight sampe painfully smile… and u know what I was feeling back then? Ughh…I feel so itchy!!! Gak nyangka aja itu dua ff alay gak ketulungan..

Dan gara-gara itu aku jadi ngeri buat buka ff ini lagi, tapi Alhamdulillah ga tau kenapa tergerak buat buka file ff ini. Terus baca part 1-nya, ngerapihin tanda baca, plus ngedit-ngedit bgian gak penting. Setelah baca part 1 selesai dan edit mengedit selesai, aku harus bilang ff ini jauh lebih baik dari dua pendahulunya. Bahasanya gak alay, gak sok dramatis, maksudnya…masih sesuai sama seleraku sekarang.

Dan aku bisa publish ff ini dengan bangga, karena seenggaknya masih cukup layak.. Aku tau sekarangpun tulisanku belum bagus banget..tapi.. yah..namanya juga manusia pasti pengen jadi lebih baik… begitupun aku..

Oke balik lagi ke ff ini. Kayak yg udh aku bilang di atas, ff ini udah aku tulis sampe tamat.. Jadi buat siapapun bernapas legalah…karena gak kena perangkap PHP ala GSB. Nasib ff ini jelas, ada endingnya, tinggal tungguin aja.. terus gimana kalo ff ini udh tamat?? Nahhh…itu dia!!

Aku curhat ya,,, Tadinya aku pengen bikin enam konsep di dalam satu konsep besar yaitu JOURNEY OF LOVE. Klo ff ini tamat, jelas masih ada tiga lagi. Masih ada Cheonsa, Jieun, sama Nayoung.. waktu awal punya konsep untuk series ini aku sangat antusias…udh kpikiran ide kasar buat masing-masing cerita.. cma semakin kesini makin males dan lama-lama gak suka sama ide cerita yg udh dibuat dri awal..

Jujur aja aku gak sregg buat tema cerita si Cheonsa, jieun ataupun nayoung.. Lah terus gimana?? Oke…buat sementara ini aku gak punya solusi.. jadi yah…paling publish ff ini sampe ending.. baru deh mikirin langkah selanjutnya..

Aku udh sering kepikiran kok, mau selesain sampe disini. Maksudnya, journey of love berhenti, abis ff ini tamat. Tapi pas tadi aku baca ulang ff ini, aku jadi rindu*aseekk/alaynya kambuh* ngebayangin enam cewek kuliahan alay dengan cwok” bapuknya masing-masing.. aku harus bilang mereka berenam yg nemenin aku selama masa SMA, walo sempet g keurus pas udh masuk kelas 3.*salahkan UN dan SBMPTN*

Aku pengen series ini kelar, semua karakter punya cerita masing-masing. Ini proyek gilaku sama enam cwek alay, temen-temen imajinerku. Dari lubuk hati pling dalem aku pengen bgt ngwujudin hal itu, tapi lagi-lagi…aku punya masalah sama pengelolaan waktuku yg kacau!!! Huftt..andai aja galiema adalah orang dengan jadwal sistematis dan konsisten..pasti gak bakal ada cerita Love Need Effort berenti di tengah jalan, atau finding father yg nasibnya enggak jelas, atau little secret yg diujung tanduk…

Tapi ya udah, yg udah ya udah.. mungkin aku bakal mulai dari awal.. untuk cerita cheonsa, jieun, nayoung, bakal aku sesuaikan..mungkin g akan sama kyak ide awal, cma bedanya g bakal jauh… dan pufftt…apa ini??  cuap-cuapku udh kaya ff oneshot.. chill eperibodehh..aku bakalan pamit kok dikit lagi…

Baiklah…aku udah capek, dan aku rasa kalian juga udah eneg bacain cuap-cuap ini…. sekali lagi makasih buat siapapun yg udh baca.. kalo ada yg mau ngasih kritik saran, monggo diisi kolom komen. Trus klo ada yg mau ngasih ide untuk cerita si cheonsa, jieun, nayoung…jangan malu-malu..share aja… aku dengan senang hati bakal mikirin.. huuffftt…oke, itu aja…btw..good night!! Happy weekend semua!!


Thanks,

GSB

Comments

Popular Posts