JOURNEY OF LOVE THE SERIES : Painfully Smile Part 9







Luhan POV




Hari ini aku benar-benar sibuk. Sebelumnya aku harus mengantarkan buku-buku Im Seosangnim ke ruangannya dan sekarang aku mesti mengganti isi mading minggu lalu dengan yang baru. Ahh….sebenarnya aku bisa saja minta bantuan Ryu Hoon atau Seo Jin, tapi masalahnya dua manusia itu menghilang seperti ditelan bumi. Sepertinya mereka sengaja menghindar agar tidak disuruh-suruh.






Walau malas aku tetap mengerjakannya, biar bagaimanapun ini memang tugasku. Baiklah…tulisan minggu kemarin sudah ku lepas semua, sekarang giliran menempel tulisan baru. Cukup beragam yang akan ku tempel, ada puisi, cerpen, informasi ataupun hal-hal yang berkaitan dengan sains dan semacamnya. Pokoknya banyak. Tujuannya agar pembaca tak bosan jika terus disuguhi konten yang sama.




Ku tancapkan paku kecil pada sisi-sisi sebuah kertas warna-warni berisi kumpulan puisi. Ok…sepertinya begini sudah cukup.




“ Sunbae…apa aku bisa menempelkan tulisanku juga.” Aku langsung menoleh ke asal suara yang terkesan ragu dengan apa yang diucapkannya. Rupanya Gyuri, tumben gadis ini datang kemari.





“ Ini cerita bersambung yang ku buat. Rencananya minggu depan aku akan menempel cerita terakhirnya.” Jelasnya setelah menyerahkan dua buah lembar kertas dengan tulisan yang tercetak rapih padaku. Aku menatapnya dulu, kemudian beraih pada kertas-kertasnya. 







Gyuri POV






Aku panas dingin menanti tanggapan darinya, pasalnya semenjak tadi Luhan sunbae tak mengeluarkan suara sedikitpun untuk memberi komentar atau saran. Yang bisa kulihat hanya ekspresi wajahnya yang terus berubah-ubah saat membaca ceritaku. Aigoo…apa tulisanku benar-benar tidak layak untuk dipajang?.





Desahan panjang lolos darinya yang kemudian menatapku dengan tatapan yang sulit dimengerti. Aku terus gelisah, takut-takut jika setelah ini ia akan memaki karya tulisku.




“ Bagaimana sunbae?” meski ku tahu seharusnya aku tetap menunggu, namun hati ini sudah tak sabar untuk tahu reaksinya. Jadi aku langsung mendesaknya, meski agak ragu.





Ia menghela  kemudian menggelangkan kepalanya. sehancur itukah ceritaku sampai tanggapannya hanya memasang wajah kusut seperti itu?.





“ Lalu mana bagian terakhirnya?” tanyanya dengan menuntut.







Aku tak percaya, namun itulah yang ku dengar. Tapi…buat apa dia menanyakan kelanjutan ceritanya? Apa jangan-jangan dia tertarik dengan ceritaku?.




“ Tadinya sudah selesai ku tulis, tapi karena ragu jadi aku buat lagi. Jadi…ceritaku ini akan ditempel?”




“ ya.” Jawabnya. Ia langsung berbalik menghadap papan mading.





Huftt….rasanya senang sekali. Akhirnya sesuatu yang nampak mustahil ku lakukan, kini bisa ku lakukan. benar-benar tak terduga. Hari ini hari dimana karyaku akan dipajang dan akan dibaca oleh banyak orang, ya meski hanya dipajang di mading sekolah. Tapi tidak apa, bukankah sesuatu dimulai dari yang kecil dulu?.





Sambil menunggu Luhan sunbae yang masih sibuk menempel kertas di papan, mataku tertarik pada beberapa tulisan. Namun perhatianku langsung teralih sepenuhnya pada sebuah rubrik kesehatan. Aku tertarik bukan karena topik yang dibahas dalam artikel itu, tapi aku tertarik pada sebuah kolom di bawah artikel itu. kolom itu tempat yang disediakan untuk menampung pendapat para pembaca.





Melihat itu, aku langsung teringat sesuatu. Bukankah aku masih bingung ingin membuat akhir dari ceritaku? Sepertinya jika tulisanku dilengkapi dengan kolom seperti itu akan cukup membantu. Mungkin saja ada yang tertarik dan mau membagi pendapatnya.




“ Sunbae…”




Ia menoleh padaku. “ Apa aku bisa menambah kolom saran untuk tulisanku?” tanyaku pelan, takut dia marah.




Ia terdiam, entah berpikir atau sedang mengulur waktu untuk menolak permintaanku. Tak lama berselang ia kembali menatapku.





“ Keurae…” jawabnya. Hahah…rasanya ingin melompat sekarang juga saking senangnya. Fiuhh…hari ini benar-benar hari keberuntunganku. Pertama ceritaku dipajang di mading dan sekarang, sunbae bawel ini mengabulkan permintaanku. 







*******







Author POV




At Bonrich Café






Sore sepulang kuliah segerombol muda mudi berkumpul bersama, melepas penat bersama. Diantara orang-orang itu nampak sosok Tao yang merupakan satu-satunya pria di tempat itu. namun kehadirannya sama sekali tak merusak suasana sedikitpun. Mereka tetap tertawa, bercanda, atau meneriaki satu sama lain.




“ Jadi bagaimana nasib ceritamu?” tanya Sora penasaran.




“ Semenjak ditempel, aku belum pernah melihatnya lagi. Mungkin besok aku akan melihatnya, sekalian aku juga ingin menyerahkan bagian terakhirnya pada Luhan sunbae.” Jawab gyuri santai. Sesantai gerak-geriknya yang terlihat biasa saja. tanpa masalah ia menyeruput minuman serta melahap makanannya.





Sangat berbeda dengan tanggapan Sora, Nayoung, Hara, Ji Eun maupun Cheonsa yang kelihatan tak percaya.





“ Jadi sebelum ditempel, Luhan sunbae membacanya terlebih dulu?” tebak Cheonsa sambil mengerinyit. Gyuri hanya mengangguk pelan saking sibuknya mengunyah makanan, gadis itu seperti mendapat nafsu makan tambahan.





“ Dia itu kan yang bertanggung jawab di mading, jelas semua yang berkaitan dengan mading harus melewati dirinya.” urai Tao.






*******  









Dengan penuh semangat Gyuri melangkah, tangannya yang bebas, bergerak mengikuti tempo langkahnya yang terkesan begitu riang. Gadis itu memang sedang sangat bahagia, pasalnya hari ini dia akan menyerahkan kelanjutan cerita yang tanpa disangka mendapat banyak repon positif dari pembaca mading.







Senyum merekah kala ia sampai di sebuah lorong dengan dinding bertempelkan papan besar yang memuat berbagai bacaan menarik di dalamnya. Ia mendekati papan itu, dengan sumringah matanya langsung tertuju pada sebuah tulisan yang di bawahnya telah dipenuhi dengan tanggapan serta saran.





Gadis itu terkekeh pelan, tanpa sadar membaca komentar dari pembaca membuat benaknya tergeliltik. Banyak tanggapan yang menurutnya begitu unik dan lucu.





Min Hyuk… pria macam apa dia? Kenapa dia terus menyudutkan Aerin? Seharusnya ia memperlakukan seorang gadis dengan baik!





Aku berharap Aerin melupakan Minhyuk dan mencintai Sungjae sepenuhnya.





Lenyapkan manusia bernama Min Hyuk!! Aerin kau harus tegar…. Sungjae selalu ada di belakangmu.






Sung-Rin couple ( Sungjae-Aerin ) Jjang!!!!!





Sung-Rin? Aku juga ingin menjadi bagian dari pendukung Sung-Rin couple ^^






Gyuri mengulum senyumnya, ia merasa tergelitik namun tak dapat dibohongi jika ia jadi merindukan Jongdae. melihat banyaknya pembaca yang menginginkan tokoh Sungjae bersatu dengan Aerin, -tokoh utama wanita di cerita tersebut- bersatu, ia jadi menginginkan hal yang sama. Pasalnya tokoh Sungjae adalah penggambaran karakter Jongdae.





Di lain sisi hatinya cukup terhibur dengan kekesalan yang ditumpahkan para pembaca pada tokoh Minhyuk yang merupakan tokoh yang mengarah pada Luhan.




Yah…cerita romantis karyanya, mengambil latar belakang dari pengalaman dirinya walaupun ada beberapa bagian yang ia karang sendiri.




“ Sunbae…aku membuat puisi untukmu. Ku harap kau bersedia membacanya.”




Gyuri membalikkan badannya kala sebuah suara mengundang rasa ingin tahunya. Seorang gadis yang tengah mengulurkan pada seorang pria menjadi pemandangan yang Gyuri lihat. Gadis itu memberikan suratnya sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam, kelihatannya gadis itu tak berani menatap pria di depannya.




Dari jarak pandangnya, Gyuri terus memperhatikan gerak-gerik dua orang yang berada tak begitu jauh dari tempatnya. Tanpa disadari Gyuri ikut merasa gugup, segugup gadis yang masih menundukkan kepalanya dalam-dalam.




Hembusan nafas lega menjadi penutup dari keresahannya, ketika tangan kokoh yang dari tadi dimasukkan ke dalam saku celana bergerak menerima surat itu.




“ Gomawo. Pasti ku baca.” Ucap pria itu sambil menepuk bahu gadis di depannya.



“ Teruslah menulis.” Ucap pria itu lagi tanpa melepaskan senyum di wajahnya.



“ Ne sunbae. Aku akan terus belajar. Fighting!” balas gadis itu sambil mengepalkan tangannya di udara.





Senyum gadis itu tak kunjung pupu hingga ia terus tersenyum, bahkan sampai beranjak pergi. pria itu pun kembali berjalan, melangkah menuju papan mading.





“ Annyeonghaseyeo.”





Pria itu terkesiap ketika tiba-tiba Gyuri menyapanya. Ia buru-buru membalas salam itu dengan menganggukkan kepalanya. namun ia sedikit heran karena keberadaan Gyuri sekarang.





“ Ternyata sunbae cukup ramah. ku kira kau akan meneriaki gadis itu dan membuang suratnya.” Celoteh Gyuri meledek pria di depannya yang langsung melebarkan matanya. Kaget karena gadis di depannya malah berkata seolah-olah ia orang sombong tak tahu diri.




“ Setiap hari setiap saat aku selalu ramah. dan ralat ucapanmu aku itu tidak cukup ramah namun sangat ramah. ingat itu!”




Gyuri hanya mendesah pelan menanggapi kenarsisan pria di depannya. sebenarnya ia agak muak dengan tingkah seniornya yang kelewat percaya diri. Sangat ramah? apanya? Masih bagus ku bilang cukup ramah. Balas Gyuri dalam hati.




Tak lama Gyuri kembali teringat dengan tujuannya berada di tempat itu, dengan gerakan cepat ia langsung mengeluarkan dua lembar kertas dari tasnya. Ia langsung menyodorkan kertas-kertas itu pada pria di depannya yang tampak ragu untuk menerimanya.




“ Kelanjutan ceritamu yang kemarin?” Gyuri mengangguk sembari mengulas senyum tipis.





Pria itu mulai membaca kata per kata dengan serius. Ia nampak mencari sesuatu yang tersembunyi dalam cerita yang tengah ia baca.







********






Gyuri POV






Aku masih diam menanti tanggapannya. Sebenarnya aku ingin menyela waktu membacanya dan menanyai pendapatnya, tapi nampaknya ia sedang dalam emosi yang kurang baik. lihat saja, sepanjang membaca ia terus mengeluarkan suara decakan. Yah…sepertinya ada banyak kecacatan pada cerita ku kali ini.





Mataku sedikit membulat ketika orang di depanku ini telah menatapku dengan tatapan aneh. Ia terlihat kesal, jengkel atau apalah. Yang jelas bukan ekspresi yang baik.





“ Bagaimana bisa akhirnya begini? Kenapa harus begini, hah?”





Hening…aku tak dapat menjawab pertanyaannya. Sebenarnya bagaimanapun akhir ceritanya mutlak hak-ku sebagai penulis kan? Jadi terserah aku mau menulis akhir yang bagaimana. Kenapa dia malah marah-marah?.





“ Kenapa? Karena Minhyuk cerewet? Karena dia selalu mengkritik Aerin? Atau karena dia tidak semanis Sungjae? Begitukah?” koarnya lagi tanpa melepas tatapan tajamnya padaku.





“ Kalau sudah tahu kenapa masih bertanya? Lagipula setiap gadis menginginkan pria yang bisa memperlakukan mereka dengan baik.” ia mendengus. Tangannya yang masih memegang kertas ceritaku, bersedekap di depan dada. Menambah kesan seolah ia sedang menasihatiku.





“ Tapi bukankah awalnya Aerin menyukai Minhyuk?  Kenapa hanya karena ada pria yang jauh lebih manis, gadis itu berpaling? Tidak bisakah ia melihat sisi baik Minhyuk? Tidak bisakah ia mencari tahu kenapa Minhyuk selalu mengomelinya?”






Cukup! Ini ceritaku! Jadi terserah aku mau membuat cerita seperti apa.






Aku balik menatapnya, membalas tatapannya yang dari tadi terkesan memojokkan. “ Ini hanya cerita! Kenapa kau begitu mempermasalahkannya? Bukankah dalam cerita ada pihak yang bahagia dan ada pihak yang mengalah? Hhhhh…atau kau ingin aku membuat Aerin bersama keduanya?  itu yang kau mau?”





“ Aku ingin Aerin bersama Minhyuk bukan bersama Jongdae!!”





DEG






Bagai tertimpa sesuatu, tiba-tiba aku merasa sesak. Entah kenapa aku tak lagi bisa berkata, semua yang ingin ku katakan seolah buyar, hancur berkeping-keping dan terpisah begitu saja. kenapa? Kenapa dia bisa menyebutkan nama itu? apa jangan-jangan…







*******







Author POV




Waktu terus berjalan tak peduli jika banyak yang terbuang sia-sia. Begitu juga saat ini, dua orang yang masih terpekur dengan pikiran masing-masing, tak juga mengucapkan sepatah kata.




Dengan perasaan yang jauh lebih baik, pria itu, -Luhan-, mengangkat kepalanya. menegakkan pandangannya. Dengan berani ia menatap tepat pada bola mata itu, bola mata Gyuri yang menyimpan banyak keresahan.





Pria itu menghembuskan hasil pembakaran oksigennya kuat-kuat, sekuat nyalinya yang entah kenapa berkobar begitu hebat.




“ Kau….Aerin bisakah melihatku, Minhyuk dalam sisi baik?” tanya Luhan serius. Nada bicaranya yang begitu dalam begitu mencekam perasaan gyuri.




Tanpa disadari ia merasa terintimidasi,  ia merasa hatinya bergetar. Ia…takut. Ia gelisah terlebih dengan ucapan Luhan yang menurutnya begitu ambigu.




“ Andaikan aku bisa seperti Jongdae, apa Minhyuk akan bersama Aerin? Apa kau akan membuatnya seperti itu?” tanya Luhan lagi.




Tak ada jawaban, hanya ada sebuah keterkejutan yang tersirat jelas di kedua mata Gyuri. gadis itu jelas tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ia tak bisa bertahan lebih lama lagi, saraf dan persendiannya seakan melemas menambah deret panjang kondisi dirinya sekarang.




“ Tapi sayangnya aku bukan Jongdae. Jadi akhir dari cerita ini….”






Sudah…Gyuri tak mampu lagi. Dengan perasaan yang masih kacau, gadis itu berbalik.  Ia tak ingin semua berkembang lebih jauh. Langkahnya yang mantap menapaki setiap lantai, membawanya pergi menjauh, beranjak dari tempat tadi.




“ Kenapa…kenapa kita tak membuat cerita yang baru? Kau…dan aku?” ujar Luhan.







*******






At Gyuri’s House






Damai dan tenang. Begitulah situasi kamar bernuansa merah muda yang terlihat manis dipandang. Menelisik lebih dalam ruangan tersebut, kelihat seorang gadis yang tak lain adalah pemilik ruangan itu tengah bermalas-malasan di atas ranjangnya. Dengan pikiran tak menentu gadis itu terus bergerak ke sana kemari membuat sprei yang membalut kasurnya kusut tak beraturan.





Kenapa…kenapa kita tak membuat cerita yang baru? Kau…dan aku?





Masih dengan pikiran yang sama dengan tadi siang dan beberapa jam yang lalu, ia, -Gyuri- nampak resah. Ia memang cukup pintar untuk mengerti apa yang dimaksud Luhan. Tapi mungkinkah? Mungkinkah Luhan menyukainya? Bagaimana bisa?.




CEKLEK




Gadis itu bangkit dari tidurnya setelah suara decitan pintu yang cukup keras terdengar. Ia menatap bingung kakaknya yang entah kenapa datang ke kamarnya. Biasanya kakaknya itu jarang sekali datang ke kamarnya jika bukan ada maunya.




“ Kenapa?” tanyanya tanpa basa-basi pada seorang pria yang tangannya masih menggenggam gagang pintu.




“ Cepat keluar dan suruh pemuda di luar untuk berhenti berteriak.” Gyuri mengerinyit heran, Ia lantas turun dari ranjangnya.





Dengan pikiran yang masih menebak-nebak berbagai kemungkinan, ia berjalan menghampiri kakaknya itu. “ Kau sedang berusaha mengerjaiku ya? Menyuruhku keluar kemudian mengunciku di luar, begitu?” tebak Gyuri dengan telunjuk yang diarahkan pada pria jangkung itu.





“ Ckkk! Kau itu tidak percaya sekali sih? Memangnya kau tidak mendengar dari tadi ada yang meneriaki namamu?” Gyuri menggelang, yah seingatnya selama ia di kamar ia tidak mendengar apapun selain suara helaan nafasnya sendiri.





“ Kau itu tuli atau apa? sudahlah! Yang penting kau harus segera mengurus pria sinting di luar atau tidak aku yang akan melenyapkannya!” tegas kakak Gyuri yang langsung meninggalkan gadis itu dengan berbagai pertanyaan yang tak mampu di jawab logika.








***** 







Meski belum mempercayai ucapan sang kakak sepenuhnya, Gyuri tetap melakukan apa yang kakaknya katakan. Sesampainya di bawah, beberapa anggota keluarganya telah berkumpul di depan pintu keluar. Beberapa diantara mereka tengah mengintip ke luar jendela.





“ Ckkk…ah…Gyuri-aa, cepat keluar. Pria itu sepertinya sudah gila.” Seorang pria dewasa berumur kisaran tigapuluh lima tahun dengan cepat menarik lengan Gyuri agar lebih mendekat ke arah pintu. Yah…dia Dong Hoon, paman Gyuri.





Gyuri menahan langkahnya kemudian menatap satu persatu anggota keluarganya dengan bingung. Kenapa keluarganya sangat menginginkan ia keluar? Sebenarnya ada apa? begitulah pikir Gyuri.




“ Baiklah.” Desisnya.





Tangannya segera mendorong pintu di depannya dengan perlahan. Udara dingin malam hari langsung menyerbu masuk menusuk tulangnya. Ia sedikit mengejang kala suhu dingin menyerangnya, namun ia lebih mengejang kala matanya menemukan sesuatu, lebih tepatnya seseorang. Seseorang yang sedang  berdiri di luar rumahnya. Orang yang disebut pria sinting oleh kakaknya, orang yang merupakan alasan kenapa keluarganya ingin ia keluar rumah.





Berselang kemudian, fokus pria itu menangkap sorot mata Gyuri. debaran serta getaran yang tak diinginkan langsung saja mendatangi gadis itu. tiba-tiba tangannya bergetar entah karena kedinginan atau karena efek yang ditimbulkan pria itu, Luhan.




“ Gyuri-aa….” Desis kakak Gyuri dengan kepala yang mengarah pada sosok Luhan.




Mengerti maksud sang kakak, Gyuri memutuskan untuk menutup pintu rumahnya dan menghampiri Luhan. Hatinya tak yakin betul dengan keputusannya kali ini, ia merasa setengah hati. Rasanya belum siap untuk bertatap muka dengan pria itu sekarang.





Tak butuh waktu satu jam, Gyuri sudah berdiri tepat di depan pria yang sudah menunggu di tempat itu sejak tigapuluh menit yang lalu. tatapan ragu bertaut dengan tatapan yang menyiratkan keyakinan jelas terlihat, begitu kontras.





Dinginnya malam membuat hembusan nafas Luhan terlihat mengepul, namun tetap saja hal itu tak menyurutkan niatnya. Ia malah kelihatan lebih segar sekarang, apalagi dengan sosok Gyuri di hadapannya sekarang. ia bergerak pelan mengepalkan tangannya yang seperti mati rasa karena kedinginan.





Hal itu membuat Gyuri sedikit tak enak hati, ia sadar jika pria di depannya sudah berdiri di sini untuk waktu yang cukup lama. 




“ Kau….”




“ Kau….”





Dalam waktu yang bersamaan, keduanya mengucapkan hal yang sama. Dengan cepat keduanya pun mengurungkan niatnya untuk bicara.




“ Sudah berapa lama kau berdiri di sini?” tanya Gyuri dengan cukup khawatir, jelas ia khawatir. Malam ini sangat dingin dan Luhan hanya mengenakan jaket yang tak terlalu tebal.




Luhan menggerakkan badannya yang mulai menggigil. “ Mungkin setengah jam.” Jawabnya dengan menahan rasa dingin yang terus memaksa masuk.




“ Kenapa tidak ketuk pintu rumahku saja? setidaknya kau tidak akan kedinginan di sini.”





“ Aku takut jika kau tak mau menemuiku.” Gyuri berdehem pelan, ia mengerti apa yang dimaksud Luhan. Berada di posisi seperti ini membuatnya merasa tak nyaman, bukan karena tak senang, namun….kenapa?. Apa merasa gugup, gemetar, dan cukup senang bisa dikatakan jika ia masih memiliki perasaan pada Luhan?.




“ Untuk yang tadi siang, aku serius.”




“ Serius apa? oh ayolah sunbae! Kau itu terlalu cepat mengambil kesimpulan. Cerita yang ku buat itu sepenuhnya fiksi.” Kelit Gyuri dengan bertingkah seolah tak ada yang salah dalam hatinya. Ia melontarkan sanggahannya seolah hatinya tak gusar. Mungkin kemampuan seorang Park Gyuri dalam bersandiwara mengalami peningkatan.






“ Sosok Sungjae yang selalu ada untuk Aerin tiba-tiba pergi ke Prancis di saat keduanya sudah lebih dekat, Minhyuk yang selalu mengomentari Aerin yang tidak pernah benar melakukan sesuatu, dan satu lagi. Bagian Minhyuk membentak Aerin, bukankah aku juga pernah membentakmu? Apa kau masih ingin mengelak jika itu hanya karangan belaka?”




Gyuri kehabisan kata, ia sudah tak bisa berkelit. Jelas-jelas Luhan sudah menjabarkan fakta yang ada. Semua terlontar begitu tepat, sangat tepat. Sesuai dengan kenyataan yang ada.





“ Berlayar pada dua laut dalam waktu bersamaan. Apa sekarang sudah berbeda? Apa kini kau sudah menentukan salah satu diantaranya? Apa itu Jongdae?”





“ Apa tidak ada tempat untuk ku lagi? Apa semuanya sudah di tempati olehnya?”




Diam. Itulah pilihan tepat yang diambil Gyuri, jikapun menjawab ia bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. jujur saja, ini masih terlalu dini untuknya memastikan apa yang ia rasakan. Beberapa waktu yang lalu, tepat saat Jongdae menyatakan perasaan padanya, ia sudah memutuskan untuk mengubur rasanya untuk Luhan.





TBC


Oke…gak ada yg mau aku bahas selain ‘ HAI SEMUA!!! AKU HIATUSSS!!! ‘
Aku gak punya alesan, atau tepatnya terlalu banyak alesan smpe aku mles nyebutin satu-satu. Mungkin ini gak penting, krna di sini bukan Cuma aku doang authornya. Tapi yah…gitu. Dan yah aku tau harusnya aku hiatus pas painfully smile tamat, tpi aku gak mau. Aku mauny skrg dan aku gak tau smpe kpn. Bisa jadi sangat lama tapi bisa juga cuma sebentar. Gak ada yg tau kpn aku bisa balik bahkan aku sndiri gak tau, dan aku juga gak mau nyari tau..

Aku gak berenti nulis slama hiatus, aku nulis, tpi gak publish. Bukan buat nampung ff sebanyak-banyaknya. Mungkin aku msih bimbang antara pikiran spontan aku untuk berenti nulis ff sma passion aku untuk nulis apapun yg aku mau di ff. dua-duanya meyakinkan dan punya nilai tersendiri, tpi aku g begitu pduli atau terlalu pusing buat milih salah satu. Lagian itu bukan mslh kan? Dan aku gak bkl mati kn cuma krna gak milih salah stu?. Yah…pasti ini aneh, jadi g ush dipikirin.

Intinya..yah aku hiatus. Gitu aja. Oke deh…berhubung sbntr lg puasa, aku mau minta maaf sma siapapun yg kesel ama aku. entah itu krna ff atau isi cuap-cuap yg gak penting. Well..itu aja, dadah!!!!!


Yours,


GSB


Comments

Popular Posts