JOURNEY OF LOVE THE SERIES : Painfully Smile Part 8






PREVIOUS STORY :
MYSTERIOUS SIGHT
PAINFULLY SMILE

 
Cast : Park Gyuri
          Xi Luhan
          Kim Jongdae 




Tak peduli seberapa lelah kakinya, ia terus melangkah tanpa memberi jeda sedikit guna mengendurkan urat saraf yang sudah menegang. Tak peduli telah menabrak beberapa orang karena terburu-buru. Semua diabaikan Gyuri, bahkan sosok Luhan yang tertinggal di belakangnya juga tak sempat ia pikirkan. Sesampainya di bandara internasional Incheon, gadis itu langsung berlarian menyusuri luasnya penerbangan kebanggaan Korea. Di tengah usahanya hanya terselip harapan jika dirinya masih sempat bertemu dengan seseorang, seseorang yang mungkin masih menunggunya atau bisa jadi sudah memasuki pesawat.




Drrtdrrt

Dering ponselnya nyaring terdengar, mengusik konsentrasinya pada sebuah buku yang sedang dibaca, dengan gerakan cepat Gyuri meraih ponselnya. Ia menekan tombol hijau tanda menerima panggilan yang masuk.



“ Yeobseyo…”

“ Gyuri apa kau bisa menemuiku?”

“ Ada apa?”

“ Temui aku di bandara Incheon, satu jam lagi aku berangkat.”

“ MWO?”




Detakan jantungnya kian berpacu kala rentetan kalimat itu terngiang di kepalanya. Ia tak bisa mentolerir keterlambatan kali ini, karena sedikit saja terlambat, tidak akan ada lagi kesempatan dan hal itu tak akan ia biarkan terjadi.
               

Ia terus berlari memasuki terminal keberangkatan internasional, matanya mengedar ke sekitar demi mencari sesosok pria yang mungkin akan ditemuinya untuk terakhir kali. Nafasnya yang tak beraturan mulai kentara semakin tak karuan kala matanya menemukan sosok itu. sosok yang membuatnya berlarian di bandara.


Sekarang tak ada lagi rasa resah, semua terganti dengan rasa takut dan tak percaya. Gyuri berjalan pelan menghampiri sosok di depannya yang sudah membawa ransel serta koper. Sosok itu tersenyum di tempatnya.

“ Kenapa begitu mendadak?” tanya Gyuri yang masih terengah, dalih menjawab pertanyaan Gyuri, sosok itu mencengkram kedua bahu Gyuri.

Sosok itu merundukkan tubuhnya, menatap dalam mata gadis di depannya. Ia tersenyum kemudian berancang untuk buka suara. “ Tidak juga. Aku sudah memikirkannya dari dua tahun yang lalu dan berkatmu aku memutuskan untuk pergi.”


Gyuri tercenung dengan jawaban itu dan tak lama ia langsung melepas cengkraman tangan besar dari bahunya. Ia menghela nafas kasar sambil menilik orang di depannya dengan tak percaya.


“ Aku? jadi karena aku kau pergi? memangnya kapan aku menyuruhmu pergi?” melihat gadis di depannya mengomel, pria itu terkekeh.


“ Kau tidak ingat pernah berkata aku harus melakukan apapun untuk ibuku. Ingat?” gyuri terdiam, memori di kepalanya tengah mendesak sesuatu. Sesuatu yang mungkin ia lupakan.


Nafasnya tercekat saat ia mengingat jelas apa yang pernah ia katakan dulu. Ia menatap sendu pria di depannya, berharap jika ini semua hanya tipuan, ini tidak benar, pria itu tak akan pergi kemanapun. 


Lagi dan lagi hanya seulas senyum yang mampu pria itu berikan, tangannya yang berada di bahu Gyuri terangkat ke atas, bergerak mengusap pipi Gyuri. ia ingin kegelisahan dalam diri gadis itu menghilang, walau faktanya rasa itu sangat jelas ia rasakan. Namun ia tak ingin memberatkan gadis itu, ia ingin gadis itu yakin satu hal, yakni semua akan baik-baik saja.


Bagai simfoni yang hanya dapat di dengar kalbu, jerit hati hanya dapat meraung dalam hati masing-masing. Simfoni menyedihkan itu tak dibiarkan terungkap agar dimengerti satu sama lain, kedua insan itu hanya membiarkan pancaran mata yang bicara, mengungkap betapa beratnya perpisahan ini.


Dipertemukan oleh kebetulan, siapa sangka hubungan keduanya akan sedalam ini. memendam rasa satu sama lain, tanpa disadari hal itu membuat mereka tak ingin berpisah. Pertemuan yang terasa seperti takdir telah menyatukan dua hati yang awalnya tak mungkin bisa bersatu, kini harus berakhir dengan perpisahan yang entah kenapa harus terjadi.



“ Berhentilah menangis. Bukankah kau bilang kau baik-baik saja? kau hanya butuh sedikit waktu, bukan?”


Kalimat itu teringat, membuat keduanya tergelitik. Bertemu dalam suatu kondisi dimana satu pihak sedang merasa patah hati. Namun siapa sangka jika pertemuan tak terduga itu malah mengembalikan hati yang tadinya patah menjadi utuh kembali, siapa sangka jika pertemuan itu akan mendatangkan perasaan baru?.


Tanpa disadari airmata meluncur dengan mudahnya, membasahi pipi Gyuri. bukti kepiluan hati yang entah mengapa begitu terasa. Kenapa? Ada apa dengannya? sebegitu kuatkah perasaannya pada sosok pria itu hingga tak bisa merelakan kepergiannya?.


“ Uljima…” desisnya sambil mengusap butiran airmata yang terus mengalir di pipi Gyuri. dalam benaknya ia merasa bersalah tak hanya pada Gyuri namun pada dirinya sendiri. Ia salah, itulah yang terpikir olehnya. Sepertinya keputusan untuk pergi adalah kesalahan besar, tapi bagaimana dengan ibunya? Belakangan ini ibunya seperti orang gila, mengkhawatirkan dirinya yang semakin dekat dengan sang ayah.  



Raut lelah serta frustasi sudah cukup menjelaskan bagaimana kacaunya sang ibu, tentu ia tak akan membiarkan hal itu terjadi terus menerus. Walau bagaimanapun ia tak ingin melihat ibunya tersakiti, cukup sang ayah saja yang menorehkan luka pada ibunya. Hingga keputusan besar diambilnya, yaitu meninggalkan Korea dan menuntut ilmu di Paris sama seperti yang pernah ibunya inginkan. Meski ini berat, terlebih perasaannya pada Gyuri terlanjur dalam. Namun ia tak akan membatalkan rencananya, tentu ia masih sangat ingat bagaimana senangnya sang ibu ketika mendengar keputusannya itu. wajah merona yang sudah jarang ia lihat, akhirnya bisa ia temukan kembali di tengah kegembiraan sang ibu.



“ Jadi….perasaanmu padaku itu hanya omong kosong?” lirih Gyuri yang menohok hatinya.

“ Tidak. percayalah aku benar-benar menyukaimu. Tapi…ini tak seperti yang kau pikirkan, aku harus pergi. hanya itu satu-satunya pilihan agar tak ada yang tersakiti. Kalau aku disana, eomma dan appa tak akan bertengkar hanya karena aku.” runtutnya mengeluarkan segala jawaban untuk meluruskan kesalahpahaman yang dituduhkan Gyuri.


Untuk kesekian kalinya airmata Gyuri jatuh, ia seperti dihadapkan dengan kenyataan yang sulit. Karena bagaimanapun jika ia berada di posisi pria itu, ia juga akan melakukan hal yang sama. Tak peduli bagaimana sakitnya hati, jika berujung kebaikan bagi kedua orang tua pasti akan ia lakukan.


Melihat sisi rapuh seorang Gyuri, pria itu langsung mendekap sosok mungil di depannya. sesigap mungkin ia menanggulangi kepedihan yang gadis itu rasakan. Ia mengusap lembut punggung Gyuri, sementara gadis itu sendiri tengah bersandar di dada bidangnya, menangis sesuka hati.


“ Kenapa? Kenapa kau harus pergi di saat aku mulai menyukaimu? Ini tidak adil Jongdae-aa.”


Ia kembali menggerakkan tangannya, kali ini mengusap kepala Gyuri. mendengar bagaimana gadis itu berbicara dalam tangisnya yang membuat pria itu, -Jongdae, merasa seakan dirinya orang terburuk yang pernah ada. Tapi mau bagaimana lagi?.


Di sela-sela keheningan yang hanya diisi isakan kecil Gyuri, Jongdae dibuat terkejut dengan keberadaan Luhan yang berdiri cukup jauh dari tempatnya. Ia mengerinyit heran, namun setelah itu ia mengerti kenapa pria itu ada sekitar sini. Senyum pahit lolos dari bibirnya, entah mewakili rasa kesal atau lega.



“ Semua akan baik-baik saja.” ucap Jongdae yang membuat Gyuri melepaskan diri dari pelukan Jongdae. ia menatap kesal pria di depannya yang telah berkicau sesuatu yang sulit untuk ia lakukan dengan santai. Kenapa? Kenapa pria itu bisa bicara begitu? Tidakkah pria itu mengerti jika hatinya rapuh?.


“ Hahh…kau…” tangan Gyuri yang terangkat ke atas ditangkap cepat oleh Jongdae dan diletakkan tepat di depan dada pria itu.

“ Rasakan…aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu. Aku juga berat melakukan ini, tapi seberat apapun inilah keputusan yang terbaik.”


“ Lalu bagaimana……” Gyuri berhenti, ia tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. Cukup…ia tak ingin terjerembab dalam kubangan airmata lebih dalam.


Perlahan pegangan Jongdae merenggang, tangan Gyuri yang semula berada di atas dadanya kini meluncur ke bawah. Seperti orang lemah Gyuri seakan tak memiliki tenaga untuk membiarkan tangannya tetap menempel di dada Jongdae. Tidak.. ia tidak akan membiarkan dirinya merasakan betapa cepatnya detak jantung Jongdae, tidak…ia tidak akan berani jika setelah itu perasaannya semakin dalam dan hanya berujung dengan hatinya yang bertambah sakit.

Suara resepsionis bandara terdengar, menyerukan peringatan untuk penumpang penerbangan selanjutnya. Suara seorang wanita yang mengumumkan semua penumpang tujuan Prancis diharap untuk segera memasuki pesawat. Itu menandakan jika Jongdae harus segera bergegas atau tidak ia akan ketinggalan pesawat.



Momen yang paling tidak diinginkan akhirnya datang juga, perpisahan itu pun tiba. Gurat kepedihan tak bisa dihapus dari wajah masing-masing, relung hati yang tak dapat merelakan perpisahan ini terjadi hanya dapat meronta dalam kebisuan.



Seulas senyum mampu dipamerkan Jongdae, mengkamuflase-kan keengganan yang terus menguasai dirinya. Pria itu menghembuskan nafasnya, ia mengulurkan sebuah kotak merah marun berukuran sedang yang langsung disambut Gyuri dengan ragu.


“ Aku tidak tahu kapan akan kembali, jadi aku tak memintamu untuk menunggu. Sungguh..aku tak ingin menyiksa perasaanmu.” Ulas Jongdae sambil menahan airmata yang sudah mendesak keluar, namun kerasnya hati tak mengizinkan buliran itu mengalir barang setetespun.


Gyuri terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa. jujur terlalu banyak perasaan buruk dalam hatinya. Ia bingung harus menangis atau tertawa, yang jelas ia sudah menitikan banyak airmata sedari tadi. Lelah…itu yang ia rasakan. Hanya satu harapannya, semoga semua yang ia alami hari ini tak nyata, hanya mimpi buruk belaka.


“ Gyuri…kau harus berjanji padaku, kau akan baik-baik saja otte?” titah Jongdae seraya memaksakan nada riang pada suaranya. Pria itu menatap intens gadis di depannya, berharap gadis itu mau berkata ‘iya’.




“ Ayolah….kau harus memberiku jaminan jika kau akan baik-baik saja. kau mau aku tidak tenang selama disana karena dirimu? Huh?” desak Jongdae berpura-pura kesal, mengeluh seperti anak kecil yang menagih janji ibunya untuk dibelikan mainan.


Gemuruh dalam dada Gyuri menggila, ia tak bisa mengatakan sesuatu yang belum tentu bisa ia lakukan. untuk saat ini bolehkah dirinya berdiam diri? Apakah jika ia terus bungkam, pria itu akan tetap di hadapannya? akan terus bersama dengannya? tidak bukan? Siap atau tidak inilah yang harus ia hadapi.


“ Keurae…” lirih Gyuri yang sedang menahan airmata yang hendak mengalir kembali, kali ini ia mencoba untuk tersenyum, tersenyum saat melepas kepergian Jongdae.


Pria itu mengangguk pelan sembari tersenyum simpul, perasaannya yang tak tertata membuatnya tidak bisa berbuat apapun selain tersenyum meski apa yang ia rasakan berbanding terbalik dengan apa yang bisa dilihat di wajahnya.



Kali ini waktunya, waktu untuk melepas semua kata perpisahan dan segera bergegas. Kebimbangan hati yang kian lama semakin membesar ia kesampingkan, dengan mantap ia menggenggam tongkat dorong kopernya. Jongdae lantas menatap kembali Gyuri yang sudah tak berekspresi, gadis itu sudah kehabisan ide untuk menunjukkan ekspresi yang pantas ia tunjukkan.


“ Kalau begitu aku pergi.” Jongdae mengusap bahu Gyuri, perlahan ia memutar langkahnya hingga tangannya yang berada di bahu Gyuri ikut terlepas. Pergerakannya begitu lambat, rasanya berat sekali untuk sekedar berbalik dan pergi.



Hal yang tak jauh berbeda juga dirasakan Gyuri, gadis itu meresapi setiap detik terakhirnya bersama pria itu, pria yang entah kenapa menjadi bagian penting dalam dirinya. Gerak gerik pria itu ia perhatikan dengan penuh perhatian, bahkan hingga sosok itu berbalik, melangkah jauh meninggalkannya.


Bak aliran air yang tak lagi bisa dibendung, airmata Gyuri mengalir deras, menyalurkan betapa beratnya semua ini. Lututnya melemas, rasanya ingin menjatuhkan dirinya sekarang juga. Namun ia tak benar-benar melakukan hal itu, ia memang lemas tapi sebisa mungkin ia menyanggah tubuhnya dengan sisa kemampuan yang merupakan satu-satunya penopang bagi dirinya yang rapuh.


Di sisi lain Luhan yang dari tadi hanya menyaksikan dari kejauhan dibuat terbisu, timbul rasa simpati dalam hatinya. Namun apa yang harus ia lakukan? haruskah ia menghampiri gadis yang masih berdiam di tempatnya seperti patung diantara lautan manusia yang tak kunjung berhenti lalu lalang?.


Belum juga ia mengambil tindakan, Gyuri sudah berbalik, berjalan ke arahnya. Wajah Gyuri yang selama ini tak bisa ia lihat, kini mampu ia lihat. Kebisuan merasuki dirinya kala disuguhi wajah Gyuri yang begitu lesu dengan mata yang sembab.


Ia hendak menyapa saat Gyuri sudah berada beberapa langkah di depannya, namun niatannya gagal karena gadis itu terus berjalan tanpa menghiraukan kehadirannya. Iapun mengalah, ia mengerti jika kepedihan yang amat dalam tengah bersarang di hati Gyuri.


Hingga sebuah katapun tak kunjung terucap guna memecah keheningan, tanpa mau menyuarakan apa-apa Luhan mengekori Gyuri yang terus berjalan sampai lapangan parkir tempat dimana ia memarkirkan motornya. Gyuri berhenti manakala sampai di samping motor milik Luhan, bagai perintah tersirat, Luhan segera memasukkan kunci motornya ke kontak, ia mulai bergerak menunggangi angkutan beroda dua itu.


Dengan gerakan cepat ia memundurkan motornya dan berhenti sejenak. “ Ayo naik.” Ujarnya pada Gyuri yang masih diam dengan tatapan mata kosong mirip orang frustasi yang bisa disamakan dengan mayat hidup.



*******


Luhan POV



Aku tak mencoba bertanya atau mengeluarkan suara sedikitpun selama di perjalanan, aku yakin jika aku bertanyapun ia tidak akan menjawab. Aku mengerti setiap orang butuh waktu untuk menenangkan diri tanpa diusik orang lain. namun saat sosoknya turun dari motor dan berlalu begitu saja membuka pagar rumahnya, hatiku tergerak untuk bicara. Yah…aku memang tak menjamin jika ucapanku nanti sesuatu yang berguna untuknya, tapi biarlah semua terucap, toh…aku hanya ingin mengajaknya bicara setidaknya penutup kesedihannya hari ini.


“ Gyuri..” panggilku yang menghentikan pergerakan tangannya yang tengah mencoba meloloskan kaitan pada pagar rumahnya.


“ Bagaimana hari esok itu semua tergantung padamu, jika kau menyerah pada keadaan berarti kau membiarkan dirimu untuk terus mengendap dalam genangan airmata, namun jika kau menyudahi semua kesedihan dan bangkit dari segala keterpurukan, hari baru yang cerah akan menyambutmu.” Ia masih tak berbalik, sepertinya kepergian Jongdae benar-benar pukulan hebat untuknya. Tapi…bisakah ia menoleh padaku sejenak saja?.


Tidak…sepertinya tidak. aku hanya orang menyebalkan yang memberatkan hari-harinya, mana mau ia mengesampingkan kesedihannya demi menatapku walau sebentar?. Baik…sepertinya keberadaanku disini sudah tak ada gunanya, lebih baik aku pulang sekarang.

“ Aku pulang.” Pamitku yang tak ditanggapi sama sekali, aku segera memacu motorku. Menunggangi kendaraan ini dengan tenang, hingga membawaku jauh dari keberadaannya.



*******



Author POV


Gyuri masih terduduk bersandar di kepala ranjang dalam diam, gadis itu menghabiskan waktu malamnya dengan terus terdiam. Ia melirik sebuah kotak merah marun yang diberikan Jongdae siang tadi, tak pelak sebuah rasa ingin tahu menjalari relung hatinya. Iapun membuka kotak itu perlahan, kotak berukuran sedang itu berisi sebuah kertas yang terlipat.


Masih tanpa bersuara, ia mengambil kertas itu, namun sebuah I-pod berwarna putih ia temukan yang ternyata terletak di bawah kertas yang sedang ia pegang. Beralih dari I-pod putih itu, Gyuri membuka lipatan kertas yang entah kenapa menarik seluruh keingintahuannya.


Nafasnya bergetar ketika rangkaian kata tertulis rapih di atas kertas itu, tak bisa ia hindari jika dirinya kembali  terpekur saat ia sadari tulisan tangan Jongdae tengah berada dalam genggamannya. Mata sayu yang sepanjang hari terus mengeluarkan buliran airmata, menyorot lemah kata-kata yang tertulis di kertas putih bersih itu.


Dear Gyuri…

Jangan menangis, bukankah kau sudah berjanji akan baik-baik saja?

Kau ingat dulu kau pernah meyuruhku untuk berhenti menangis? Dan lihat sekarang, aku sudah tak menangis lagi berkat dirimu. Jadi…ku harap kau juga akan berhenti menangis.

Oh ya…kau tahu kenapa aku menulis surat ini? sebenarnya aku sendiri juga tidak tahu kenapa, yang jelas aku ingin memberi sesuatu padamu. Walau hanya secarik kertas yang akan bermuara di tempat sampah.

Park Gyuri….


Tahukah kau jika aku hampir gila karena harus menghadapi situasi seperti ini? aku harus memilih dua pilihan yang begitu sulit untuk diambil salah satunya. Awalnya aku berpikir tanpa mengabaikan salah satunya semua akan baik-baik saja, namun lama-kelamaan aku mengerti sesuatu. Yaitu melakukan satu hal dengan perhatian penuh akan menghasilkan hasil yang lebih baik.

Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pergi. aku bodoh memang, tapi cepat atau lambat aku pasti akan tetap pergi. Aku terus berpikir kenapa Tuhan mempertemukan kita jika ujungnya akan dipisahkan. Apa kau berpikir seperti itu juga?.


Awalnya aku ingin marah, namun suatu hari aku percaya jika jalan yang diberikan tuhan bukan sekedar skenario dramatis tak beralasan. Maka dari itu aku yakin jika semua akan baik-baik saja baik aku ataupun dirimu.

Gyuri….

Aku tak ingin kau menangis, aku tak ingin membuatmu terpuruk. Sungguh…akan ada hari baik setelah hari yang melelahkan, seperti pelangi seusai derasnya hujan.


Tapi aku yakin kau tak akan terpuruk, kau gadis hebat. Kau tahu kenapa aku sangat yakin hal itu? karena kau berhasil membuatku melalui keterpurukan, dan hebatnya kau membuat hatiku berpaling. Hebat bukan?.


Jika suatu hari bertemu lagi, aku berharap kau akan menyambutku dengan senyum riang. Kita akan tertawa bersama sambil menceritakan suratan hidup masing-masing. Intinya aku tak ingin melihatmu dengan wajah sedih, apalagi kalau kau sampai lari saat melihatku. Awas saja jika kau benar-benar melakukan itu!.


Panasnya air mata yang hendak keluar terhalang oleh dengusan kecil Gyuri. sebenarnya ia ingin menangis, tapi membaca ancaman Jongdae, ia malah ingin memaki pria itu. apa pria itu gila? Setelah membuatnya menangis, ia masih bisa mengancamnya?.


Waktu bersamamu adalah salah satu bagian paling menyenangkan yang pernah kulalui dan ku harap kau juga begitu. Kau itu seperti inspirasiku, bagaimana ya mengatakannya?. Yah..yang jelas kau telah membuatku merasakan banyak hal. Terimakasih…aku tak akan bisa melupakan itu semua…


Hei! Kau tidak berniat untuk menangis kan? Awas saja kalau kau menangis! Oh ya…saat kau membuka kotak ini, kau menemukan sebuah I-pod putih kan?

Pandangan gadis bersorot mata sayu itu teralih pada i-pod putih yang masih berada di dalam kotak. Tangannya bergerak meraih benda kecil itu dengan tangan kirinya.

Aku membuat sebuah lagu, lagu yang ku ciptakan khusus untukmu. Walau bukan sebuah lagu yang bagus, ku harap kau tetap mau mendengarkannya.

Baiklah…sepertinya aku sudah lelah, banyak sekali yang sudah kutulis. Pasti kau sangat bosan menatapi tulisanku yang jelek ini, keurae…aku tak ingin merusak matamu lebih lama lagi. Park Gyuri…teruslah tersenyum, meskipun hatimu sakit, tapi belajarlah untuk terus tersenyum karena dengan itu kau akan merasa bahagia.


PS: Kau itu sangat jelek saat sedang menangis, jadi ku sarankan jangan terlalu banyak menangis.






*******

Have you ever, even now believed

That love matures with just one person

Even just wishing for it

I can’t do it well,

but, still I know

Not Alone

Not Alone


Was there also such a powerless me here?
Reverting back to a child
I still can’t express my words
I can’t move forward if its only a fairytale
Not Alone
Hey, Not Alone
To think of somebody
Not Alone
The moment I found the truth
What should I call this feeling precious things in me?



segarnya udara musim semi menyeruak membaui hamparan tanah yang ditumbuhi hijaunya rumput. Begitu tenang dan nyaman bisa merasakan momen musim semi secara langsung. Rasanya hati yang gundah perlahan tentram.
Even if these feelings don’t have an “answer”

Not Alone

Even if all the love songs seem to disappear

I’m the flower that blooms for you

That’s right, I’m not alone

Why am I still so afraid?


Beberapa waktu belakangan ini terasa berat baginya, Gyuri, gadis yang masih terduduk di bangku panjang di tengah taman sekolah. Tapi untunglah dari sekian banyak kejadian, hatinya masih bisa merasa damai ketika melihat warna-warni tanaman yang menghiasi setiap jengkal taman itu.



“ DUARRR!!” tubuh gadis itu sedikit berjengit kala sebuah suara bersamaan dengan hentakan di bahunya. Ia ingin mengomel, tapi belum sempat ia membuka mulutnya, penyebab suara mengagetkan yang tak lain adalah teman-temannya langsung duduk di sebelahnya. Mengapitnya dengan sangat rapat, membuat niatnya untuk mengomel berganti dengan niatan untuk berteriak.



“ Kau sendirian? Ku kira kau sedang bersama Luhan sunbae.” Ujar Cheonsa yang duduk di sebelah Hara.


“ Hari ini dia tidak menyuruhku untuk menemuinya.” Sahut Gyuri dengan tenang.


“ Jadi..kau disini untuk menyendiri?” tebak Sora yang hanya dijawab dengan sebuah anggukan dari Gyuri.


  “ Kau masih memikirkan Jongdae?” tanya Hara yang terkesan ragu. Maklum gadis itu merasa tak enak hati untuk menanyakan pertanyaan yang begitu sensitif pada Gyuri.


Gyuri tak menjawab, ia mengangkat kepalanya yang tertunduk. Menilik reaksi temannya itu, Hara merasa bersalah karena sudah bertanya seperti itu.


“ Bohong kalau aku bilang tidak.”


Diam..tidak ada yang berucap. Mereka cukup paham dengan maksud Gyuri dan mereka juga mengerti jika tak semestinya mereka kembali berkata. Pastilah mereka tak ingin mengungkit luka itu. jadi diam adalah pilihan utama agar semua tak berkembang lebih jauh.

Thank you, you gave me this strength

I’ll be there for you

If I’m needed, I’ll always

Reach out with both hands

Life goes on…


“ Lagipula aku hanya memikirkannya saja, aku terus berpikir tentang keadaannya. Apa disana dia makan dengan baik, apa dia tidur dengan nyenyak  dan…apa dia merasa kesepian, itu saja.” lanjut Gyuri masih menatap lurus ke depan. sepanjang ucapan Gyuri, kelima gadis itu ingin sekali berbagi pemikiran mereka. Namun karena keadaan yang kurang memungkinkan tak ada seorangpun diantara mereka yang berani.

Suasana pun berkembang semakin kaku, sederhana saja sebenarnya gadis-gadis itu sedang menjaga sikapnya agar tak menyinggung hati Gyuri. Namun…karena merasa baik-baik saja, Gyuri tersenyum simpul.

“ Aku sudah lebih baik dari apa yang kalian pikirkan. Tolong jangan seperti ini, biasa saja.” ucap Gyuri memandang teman-temannya yang mulai meringis pelan.

Ya walau hatinya belum pulih benar, Gyuri tetap tersenyum. Nampaknya apa yang Jongdae pesankan untuknya, ia lakukan dengan baik. ia tetap tersenyum meski perih di lukanya belum sembuh betul.



*******





Melupakan seseorang bukan hal yang mudah bukan? Terlebih jika orang itu merupakan orang yang pernah singgah dalam hati. Hal seperti itu nampaknya pantas disematkan untuk kondisi Gyuri saat ini. ia memang tak bertingkah seperti tokoh gadis frustasi sampai tidak makan berhari-hari seperti yang ada di drama. Ia masih mampu mengurus dirinya dengan sangat baik. Mulai dari makan, belajar, mandi dan kegiatan sehari-hari lainnya ia lakukan dengan semestinya.


Lalu apa bedanya? Gadis itu kelihatan baik-baik saja. yah…dari luar. Namun siapa yang bisa menjamin jika dalam hatinya ia baik-baik saja?.


Meski semua aktivitasnya berjalan dengan sangat baik, Gyuri tak bisa menampik jika hatinya masih belum bisa melepas kepergian Jongdae yang notabene-nya sudah dua minggu berlalu.


Gurat kecewa masih terlihat jelas kala ingatan bersama pria itu terbayang kembali. Ia mendesah berat sambil menumpukan dagunya di atas tangan kanannya. Semenjak beberapa menit yang lalu, gadis bernama lengkap Park Gyuri itu terus membuang pandangannya ke samping, ke arah bangku yang diisi oleh beberapa orang.


Ia tak berniat untuk memperhatikan gerak-gerik orang yang duduk di bangku itu, hanya saja posisi seperti ini dirasa posisi paling nyaman untuknya sekarang. melamun di tengah diskusi berlangsung, menjadi hal mutlak yang dilakukan oleh gadis itu.


Decakan serta gelengan tak sabar lolos kala pemandangan sikap malas Gyuri tak kunjung berganti. Seorang pria yang berdiri di depan kelas bersama beberapa rekannya, -yang sedang memimpin jalannya diskusi-, terus memperhatikan sosok Gyuri yang nampak seperti jasad tak berjiwa.


Berbeda dengan rekan-rekannya, pria itu malah sibuk mengomeli Gyuri dalam hatinya. Sesekali ia memiringkan kepalanya guna mempertajam jangkauan matanya pada sosok Gyuri. kadang ia beralih menjadi peramal dadakan yang mencoba menebak isi pikiran gadis yang hingga kini tak bergeming.


“ Kita akan menganalisis beberapa novel minggu depan. jadi jangan sampai tidak datang. baiklah…sampai disini saja, terimakasih atas kehadiran kalian semua.” Ucap pria berkacamata, Ryu Hoon, yang menutup pertemuan kali ini.


Seiring dengan itu, seluruh peserta pun bangkit dari kursi masing-masing dan bergegas keluar dari tempat mereka berada. Tak ketinggalan Sora dan Ji Eun yang sudah berancang untuk segera pulang.


“ Gyuri-aa..kajja!” ajak Ji Eun sambil menarik lengan temannya itu.


Ketiga gadis itu pun beranjak bersamaan. Gyuri yang sedang tidak memungkinkan untuk diajak bicara dibiarkan di belakang, sedangkan Ji Eun terus mengajak bicara Sora yang terlihat begitu antusias dengan topik perbincangan.


“ Park Gyuri.”


Langkah gadis yang sudah berada di ambang pintu langsung terhenti saat sebuah suara memanggil namanya. Dengan setengah hati ia membalikkan tubuhnya. Berbeda dengan Gyuri yang merasa enggan, Sora maupun Ji Eun kelihatan lebih antusias. Apalagi saat mereka tahu jika yang memanggil Gyuri tadi adalah Luhan.


Gadis yang dari tadi menghabiskan waktunya untuk melamuni hal yang tidak akan terjadi, sekarang menatap lawan bicaranya dengan sorot mata yang tak bertenaga.



“ Apa kau datang kemari hanya untuk melamun, merenung? Setidaknya jika tak ingin berdiskusi, cukup dengarkan saja bisakan?” ujar Luhan dengan nada mendikte.


Tak peduli dengan tatapan beberapa orang di sekitarnya, termasuk teman-temannya serta Sora dan Ji Eun, Luhan mengarahkan tatapan determinasi pada Gyuri. tanpa ampun pria itu mendesak suasana menjadi serius.


“ Langsung pada intinya saja. jadi kau memanggilku ada keperluan apa? jika tidak ada yang penting, aku pamit pulang.”


Luhan dibuat tercengang, salah. Bukan hanya Luhan, namun orang-orang yang masih berada di ruangan itu termasuk Sora ataupun Ji Eun. Mereka tercengang dengan ucapan Gyuri yang terkesan menentang dan sarkatis. Namun sekali lagi, Gyuri hanya menatap setengah hati ke arah Luhan yang kehabisan kata.


Luhan mendengus kasar yang kemudian diikuti dengan langkah besarnya menuju gadis yang tengah menatapnya dengan jengah. “ Sepertinya otakmu sedang bermasalah nona Park.” Desis Luhan sambil mengamit lengan Gyuri.


Merasa tidak punya kepentingan dengan pria itu, Gyuri menahan lengannya. Luhan pun menatap baik-baik gadis di depannya dengan sisa kesabaran yang ia miliki. “ Jangan seenaknya. Apa karena kau senior, kau bisa berbuat sesuka hatimu?” sungut Gyuri kesal yang hanya ditanggapi dengan decakan.

“ Jika iya..berarti kau tidak bisa menolak.” seringai Luhan yang kembali menarik lengan Gyuri. menurutnya tak penting bagaimana pandangan orang lain yang mungkin sedang berpikir jika dirinya adalah senior tidak tahu diri, sok berkuasa, egois dan pemaksa. Ia juga tidak peduli dengan rontaan Gyuri yang terus memaksanya untuk berhenti. Tidak…sebelum ia melakukan apa yang harus ia lakukan.



*******



Langkah berat mengiringi setiap jengkal jarak yang Gyuri lalui. Sebenarnya ia berniat kabur dan pulang begitu saja, namun Luhan terus mengeratkan cengkraman pada lengannya. Jadi ia hanya bisa mengikuti kemanapun pria itu menuntunnya.


Semenjak turun dari motor seniornya itu, Gyuri tak kunjung mendapat petunjuk dimana dirinya berada. Yang jelas ia sedang menuju sebuah rumah yang entah rumah siapa. Mungkin rumah Luhan.


Pintu rumah yang tak tertutup membuat keduanya bebas masuk. Suara riuh langsung meramaikan telinga keduanya saat baru masuk ke dalam. Sejauh ini tak ada yang aneh, namun semakin jauh kaki melangkah menyusuri ruangan itu, beberapa fakta menyentuh rasa kemanusiaan terungkap.



Beberapa orang keterbelakangan tengah duduk berkelompok sambil tertawa riang, sepertinya sedang berbagi cerita. Di sisi lain ada beberapa anak kecil dengan kekurangan berbeda-beda sedang bermain dengan gembira. Sejauh mata memandang, semua terlihat mengiris hati, namun nyatanya tak satupun diantara orang-orang itu yang merasa sedih, bahkan terlihat sedih pun tak ada.


Jika kerasnya hati tak mengizinkan Gyuri untuk terus mengikuti kemana ia melangkah, kini Luhan memberi kesempatan pada gadis itu untuk menilik lebih jauh sesuatu yang ingin ia ketahui. Tanpa bicara apapun, cukup membiarkan gadis itu melangkah kemanapun.


“ Luhan?” suara terkejut yang baru terdengar mengambil seluruh fokus Luhan maupun Gyuri. kedua orang itu langsung berbalik ke arah wanita paruh baya yang tengah tersenyum ramah.


Tanpa diberi komando Gyuri mengikuti Luhan yang tengah mendekat pada wanita berusia sekitar limapuluh tahun itu. “ Ne ahjumma. Oh ya kenalkan ini Gyuri, adik kelasku.” Luhan menunjuk Gyuri yang sudah berada di sampingnya.



Wanita yang tadi dipanggil ahjumma itupun menatap gyuri kemudian tersenyum seolah menyambut kedatangan gadis itu. “ Park Gyuri imnida. Senang bertemu dengan anda.” Sapa Gyuri sambil membungkuk.


“ Panggil aku Jo Min ahjumma. Luhan juga memanggilku begitu.” Gyuri tersenyum, membalas senyum yang wanita itu berikan.


Pandangan wanita itu kembali terarah pada Luhan, “ Kali ini ada perlu apa?” tanya wanita itu dengan sedikit serius tanpa menghilangkan kesan ramah pada sikapnya.



“ Hanya berkunjung saja, kebetulan anak ini butuh penyegaran.” Luhan melirik Gyuri yang kemudian diangguki oleh Jo Min. nampaknya wanita itu sudah cukup mengerti dengan  maksud Luhan.


“ Baiklah kalau begitu. Sepertinya aku tak perlu menemanimu nona Gyuri, Luhan sudah cukup hafal tempat ini. maaf aku tak bisa mendampingimu, saat ini ada pertemuan dengan donatur. Tidak apa, kan?”


“ Gwenchana. Diperbolehkan masuk saja sudah bersyukur, jadi tidak masalah.” Jo Min mengangguk. “ Keurae… aku tinggal dulu.” Pamit wanita itu yang kemudian berjalan memasuki sebuah ruangan tempatnya berasal.


Sepeninggal Jo Min, Gyuri kembali memutar tubuhnya untuk mencapai tujuannya tadi. Seorang bocah kecil bergips di lengan kanannya. Bocah yang tengah bermain ditemani dengan seorang wanita muda yang nampak seperti perawat.


Ia merundukkan tubuhnya, dengan tatapan iba gadis itu terus memandangi bocah yang tengah mengemut dot-nya. Tak ada kerisauan yang tergambar pada wajah anak itu. ia terlihat biasa saja, bahkan tak peduli jika tangannya sedang terbungkus gips yang menandakan lukanya cukup parah.


Pandangan gadis itu beralih pada seorang perawat di samping bocah kecil yang menarik perhatiannya. “ Siapa namanya?” tanya gyuri.


Jemarinya tengah mencoba menyematkan jarinya dengan jari-jari kecil makhluk menggemaskan di depannya. Ia membagi fokusnya antara sang perawat dengan bocah kecil itu.

“ Han Jung Woo. Usianya sekitar sembilan bulan.”


Gyuri tersenyum memandangi tingkah lucu bocah yang ia ketahui bernama Jung Woo. Makhluk yang berbobot tak lebih dari sepuluh kilogram itu, tengah mencoba menggerakkan tangan kirinya yang terlihat seperti ingin menangkap sesuatu.


“ Lalu dimana orang tuanya?” Gyuri menatap sang perawat yang dengan sabar memasukkan kembali dot yang sebelumnya di buang oleh Jung Woo kecil.

“ Saat ditemukan Jung Woo hanya terbungkus baju seorang diri. Tangan kanannya patah dan tadinya ia mengalami keracunan gas. Entah apa yang sebelumnya terjadi pada bayi malang ini. sampai saat ini orang tuanya belum diketahui.” Terenyuh. Begitulah yang dirasakan Gyuri. anak sekecil ini telah mengalami hal buruk yang tak pernah terlintas dalam benaknya. Berpisah atau sengaja dibuang, kepastian seperti itu saja tak ada yang tahu. Mungkin jika dulu Jung Woo tidak cepat ditemukan, mungkin bocah ini akan menjadi nyawa yang mati sia-sia.


Gyuri memperdalam tatapannya, tangannya bergerak mengelus kepala bayi yang sedang menggumamkan kata-kata tak jelas. Matanya memanas namun ia malah tertawa kala senyum manis Jung Woo terukir jelas.


“ Semoga besar nanti kau akan menjadi orang hebat. Agahssi…tolong jaga dia baik-baik.” Gyuri melirik sang perawat yang mengangguk sambil tersenyum.


Di lain sisi, Luhan mengulas senyum. Dari tadi ia hanya menyenderkan tubuhnya ke dinding sembari memperhatikan Gyuri yang terlihat begitu simpati pada seorang bocah kecil.


“ Itu belum seberapa.”


Gyuri menatap bingung, ia tak mengerti dengan apa yang dikatakan Luhan. Hingga iapun mengikuti pergerakan Luhan yang tengah berjalan melewati banyak orang-orang tak beruntung. Semakin lama ia tilik, satu kesimpulan yang bisa ia tarik adalah tempat yang sedang ia datangi tak lain adalah sebuah panti yang menampung orang-orang yang kurang beruntung.


“ Lihat dia.” Luhan berhenti, ia menunjuk tepat pada seorang pria abnormal yang sedang bermain bersama anak-anak. “ Dia Jin Rak, sejak usia lima tahun ia dititipkan di sini.” Lanjut Luhan sambil terus menatap lurus pada sosok Jin Rak yang tengah bersenda gurau sambil mengeluarkan suara-suara aneh.


“ Kemudian dimana orang tuanya?” tanya Gyuri.


Luhan mendengus sambil tersenyum kecut. “ Menghilang begitu saja. Mereka dari kalangan keluarga berada, yah…mereka pikir Jin Rak adalah noda yang mesti dihilangkan jauh-jauh.”


Gyuri terpekur, jelas ia tak habis pikir dengan tindakan kedua orang tua Jin Rak yang tidak berkeprimanusiaan.


“ Perhatikan gadis kecil disana.” Gyuri langsung mengalihkan pandangannya pada objek yang dimaksud Luhan, tepat pada seorang gadis kecil yang tengah duduk di kursi roda sambil membaca buku cerita.

“ Kedua kakinya diamputasi karena membusuk. Ayahnya sudah tidak waras, ia terus dipukuli hingga akhirnya kedua kaki itu tak bisa dipertahankan.”

Nafasnya tercekat, sekali lagi Gyuri menemui fakta bahwa banyak cerita kelam yang tak pernah ia ketahui sebelumnya.


Luhan mengambil nafas panjang. “ Kau tahu apa impiannya?” tanyanya sambil menoleh ke arah Gyuri. gadis itu nampak berpikir, jelas ia bingung. Mana bisa ia tahu impian seseorang hanya dalam sekali lihat saja?.


“ Dokter?” tebak Gyuri asal. Yah…asal karena yang ingat saat ia seusia gadis itu ia bercita-cita menjadi seorang dokter.


“ Bukan….”


“ Dia ingin menjadi ballerina.” Lanjut Luhan dengan emosi tertahan.


Seperti diajak bermain pada sisi lain dari kehidupan, Gyuri merasa semuanya tak adil. Kenapa semua harus seperti ini. kenapa tuhan menciptakan seseorang jika akhirnya DIA tak membiarkan makhluk itu meraih impiannya? Kenapa tuhan membiarkan seseorang lahir dengan keterbatasan yang membuatnya menjadi bahan tertawaan atau momok memalukan bagi keluarganya? Kenapa tuhan harus memberikan seorang anak pada keluarga yang malah meninggalkan anaknya terlantar dengan kondisi mengenaskan?.


“ Di tempat ini banyak sekali orang-orang yang kehilangan hal penting dalam hidupnya. Keluarga, tangan, kaki, penglihatan, suara, pendengaran. Mungkin ini tidak adil, akupun merasa begitu. Namun jika tuhan sudah menggariskan seperti itu mau bagaimana lagi?”


“ Aku yakin diantara mereka pun tak ada yang menginginkan hal buruk itu terjadi, tapi apakah mereka menangis? Mungkin awalnya iya, tapi apa dengan menangis semua akan berubah menjadi lebih baik. apakah dengan menyiksa batin dan terus merenung mereka akan berubah menjadi manusia normal?” lanjut Luhan. Ia terus menatap ke depan, tepat pada anak-anak yang sedang bermain. Gyuripun begitu, meski sesekali ia menoleh ke arah Luhan.


“ Setiap manusia memang punya fase dimana mereka jatuh, namun jika terjatuh bukankah mereka harus kembali berdiri? Begitupun dengan mereka, tak peduli kekurangan macam apa yang ada pada dirinya, mereka harus terus menjalani hidup. Karena menangis pun percuma, hanya asa dan tekad yang mampu mengubah hidup lebih berguna.”


Luhan mengatur nafasnya, entah kenapa membicarakan hal seperti ini membuat emosinya tak terkendali. Ia sedikit melankolis jika sudah menyingung hal-hal semacam ini.


“ Kau hanya kehilangan seseorang yang bisa jadi akan kembali suatu saat nanti, tapi mereka? Apa kaki buntung itu bisa tumbuh kembali? Mungkin bisa jika salah satu diantara mereka keturunan cicak. Kau juga lebih beruntung, setidaknya saat orang itu hilang kau bisa mengenangnya dengan baik. kau berpisah dengannya secara baik-baik. lalu mereka? apa mereka pernah menyangka jika hari pertama lahir ke dunia ini adalah hari pertama mereka kehilangan cahaya?. Kau lebih beruntung berjuta kali lipat Gyuri.”


Tanpa disadari, pipi Gyuri telah basah. Air mata yang memang mendesak keluar semenjak bertemu bocah bernama Jung Woo seakan tak bisa ditahan dan rembes. Mengalir layaknya aliran air sungai yang tak mampu ditahan oleh tanggul.


Benar…apa yang dikatakan Luhan memang benar. Apa yang ia alami tak sepadan dengan apa yang dialami orang-orang di tempat itu.


“ Rencana Tuhan memang sulit untuk dimengerti, namun dibalik semua suratan, pasti ada alasan. Seperti kau yang menulis surat untuk seseorang pasti ada alasannya kan?.” Ucap Luhan sambil menoleh ke arah Gyuri yang sedang menundukkan kepalanya.


Cukup lama berpikir, akhirnya Luhan memutuskan untuk mengusap punggung Gyuri yang terlihat bergetar. “ Kadang kita memang terlalu egois sampai tak bisa menerima kehilangan.” Urai Luhan seolah ingin membuat gadis itu tenang.




******




Aku terus berpikir kenapa tuhan mempertemukan kita jika ujungnya akan dipisahkan.



Gyuri memainkan sedotan limunnya, dari tadi gadis itu tak kunjung menyesap minumnya, yang ia lakukan cuma memelintir sedotannya saja. Dalam diamnya, gadis itu terus berpikir. Kenapa banyak sisi kehidupan yang tak dapat ia mengerti? Hingga sebuah pertanyaan mengacu pada keluhan pun keluar. Mengapa tak semua manusia diciptakan sama? Sama-sama sempurna tanpa kekurangan apapun.


Melihat temannya yang terus melamun, Ji Eun melambaikan tangannya di depan wajah gadis itu. sampai akhirnya Gyuripun tersadar. “ Menurutku ada bagusnya juga Luhan sunbae mengajakmu ke tempat seperti itu. Sekarang pandanganku tentangnya sedikit berubah, setidaknya dia punya hati nurani.” Ucap Cheonsa.


“ Jadi…dia tahu kalau kau itu punya perasaan pada Jongdae?”


Gyuri terdiam, untuk pertanyaan yang satu itu ia malas berkata iya walau kenyataannya memang begitu. Ia memilih untuk menyesap milk tea pesanannya daripada menanggapi pertanyaan Sora. setidaknya berpura-pura sibuk jauh lebih membantu dari pada membatu.


Helaan frustasi kontras terdengar menyambut reaksi Gyuri yang sudah ketinggalan jaman. Menyibukkan diri guna menghindari pertanyaan yang tak ingin dijawab. Benar-benar hal yang sudah kuno.



“ Tapi kurasa dia punya perasaan padamu.” Ujar Nayoung mencondongkan tubuhnya, suasana pun berubah menjadi serius seiring dengan bahan obrolan yang terkesan masih abstrak. Semua yang ada di meja itu memasang wajah serius sambil sesekali menoleh pada Gyuri yang menjadi tersangka. 



“ Betul. Kalau tidak, untuk apa dia sampai repot-repot mengajakmu ke tempat seperti itu. jika alasannya sebagai bentuk kepedulian seorang senior pada juniornya, kenapa senior yang lain tak melakukan hal yang sama?.” Tambah Hara dengan nada meyakinkan. Entah karena setuju atau karena kata-kata Hara mengandung mantra ajaib, semua kepala mengangguk terkecuali kepala Gyuri.


Sebenarnya gadis itu ingin ikut mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Hara. Namun separuh akalnya menahan, ia tak ingin kecewa, ia tak ingin menyimpan harapan terlalu besar.



“ Bayangkan dari sekian banyak peserta SarangBook, bukan hanya gadis ini yang bermasalah. Aku yakin yang lain juga punya masalah, bahkan aku sempat murung karena bertengkar dengan Joo Won oppa. Tapi apa? hanya gadis ini yang diperhatikan!” entah disebut sanggahan atau keluhan yang jelas Ji Eun terlihat iri, bahkan untuk mengucapkan nama Gyuri saja ia menyebutnya dengan ‘gadis ini’.



Meski agak berlebihan, apa yang dikatakan Ji Eun tak ada salahnya. “ Benar juga” gumam yang lain sambil berpikir kemungkinan terbesar yaitu Luhan memang menyukai Gyuri.



“ Hei…” kejut seseorang bersuara berat yang sudah berdiri bersama dua orang di sampingnya.


Senyum ramah yang ditunjukkan orang itu tak lantas dibalas dengan respon yang sama oleh gadis-gadis yang masih sibuk memikirkan sesuatu yang jauh lebih penting daripada membalas senyum pria itu, Tao.


Walau tak disambut dengan baik, kedatangannya tak pula ditolak, jadi Tao bersama kedua orang yang bersamanya – Chanyeol dan Ki Hoon- langsung duduk di kursi kosong pada meja yang sama dengan gadis-gadis itu.


“ Kalian sedang membicarakan apa?” bisik Tao pada Sora yang berada di sampingnya.


“ Sssshhh…bukan urusanmu.” Jawab Sora cepat. Tangannya yang bebas langsung bergerak seperti sedang mengusir pria itu.

Sedangkan Ki Hoon, pria itu menatap dalam Ji Eun yang duduk di sebelahnya. Ia sampai menyenderkan kepalanya di atas meja. Seolah dengan cara seperti itu ia dapat mengetahui isi pikiran gadis yang tengah berkomat-kamit tidak jelas.

“ Hei..kalian sedang lomba diam ya?” celetuk Chanyeol, tak lama tatapan tajam yang memintanya untuk diam pun langsung menghujami pria bersuara super berat itu.

Tak terima mendapat perlakuan seperti itu, Chanyeol tak habis-habisnya menggerutu, mendecak, mengomel pelan seperti ibu-ibu tukang gosip.


“ Aisshh…Jung Cheonsa bicaralah! Kau tidak akan menang jika ikut lomba berdiam diri!” pekik Chanyeol dengan kesal yang tak pelak juga menyulut emosi gadis bernama Jung Cheonsa.


Baru saja ia ingin membalas ucapan Chanyeol, tapi bel masuk pun terdengar, tanda waktu istirahat telah usai. Lenguhan kecewa lolos mengiringi pergerakan gadis-gadis yang masih tak rela bangkit dari kursinya.


Mereka berjalan tanpa menghiraukan kehadiran ketiga namja yang tadi sempat merecoki waktu mereka. Tao, Chanyeol dan Ki Hoon merasa bingung, bahkan menganggap jika para gadis itu setengah gila.


“ Sepertinya mereka sedang datang bulan.” Gumam Ki Hoon pelan namun cukup besar untuk didengar oleh Tao maupun Chanyeol yang sedang menatap heran namja mungil itu. pasalnya mereka tak menemukan hubungan antara datang bulan dengan sikap gadis-gadis itu tadi.


“ Ya…mungkin karena datang bulan, mereka jadi sedikit aneh.” Ki Hoon meringis, ia tak bisa menutupi rasa gugupnya kala dua pria itu terus memperhatikannya.



******



Not Alone


Not Alone


Even if these feelings don’t have an “answer”


Even if all the love songs seem to disappear


I’m the flower that blooms for you


That’s right, I’m not alone


Why am I still so afraid?



Alunan sebuah lagu ciptaan Jongdae tengah berputar, menemani waktu senggangnya yang sepi. Sambil memutar pensil dalam genggamannya, fantasinya diajak berpetualang. Gadis itu, Gyuri, langsung menatap dalam lembaran kertas bukunya yang masih bersih tak bernoda.



Was there also such a powerless me here?

Reverting back to a child

I still can’t express my words

I can’t move forward if its only a fairytale

Not alone


ia menghela nafasnya kemudian memantapkan hati untuk menulis sesuatu di kertas putih tanpa titik itu. tangannya terus bergerak tanpa hambatan, bagai aliran air tanpa penghalang, inspirasinya terus mengalir. Rasanya ia benar-benar sedang kelimpahan inspirasi.



Kata demi kata tertoreh hingga tak terasa semuanya terangkai menjadi sebuah cerita dengan alur yang apik. Sudah hampir tiga lembar dipenuhi oleh tulisannya hingga akhirnya cerita pendek bergaya romantis telah selesai ia rangkai.




Jantungnya berdegup kencang, oksigen yang masuk ke dalam rongga paru-parunya terkesan jauh lebih menyegarkan daripada sebelumnya. Tidak bisa ia pungkiri, ia merasa senang dengan hasil karyanya.


Gadis itu lantas mengambil bukunya yang sudah dipenuhi karya tulisnya itu. Dengan bangga ia menatap baik-baik tulisannya yang tersusun rapih. Ia mendehem pelan kemudian membaca ulang tulisannya, dengan awas matanya menyorot setiap kata agar tak ada kata yang terlewat.



Dahinya berkerut seiring dengan rasa ragu yang entah kenapa datang setelah ia selesai membaca ceritanya. Gadis itu melenguh pelan kemudian meletakkan kembali bukunya.



“ Aisshh…kenapa ceritanya mirip sekali dengan ceritaku? Kenapa karakter gadisnya harus menyukai dua pria sekaligus? Aigoo…bagaimana ini?”


Gyuri menggaruk tengkuknya, ia bingung. Cerita yang ia buat untuk mading minggu ini sudah rampung, namun setelah membacanya lagi, entah kenapa ia jadi merasa enggan untuk menempelkannya di papan mading.



“ Baiklah…untuk minggu ini aku kirim saja bagian pertamanya, minggu selanjutnya baru ku kirim bagian terakhirnya. Ya…benar. Setidaknya aku masih mempunyai waktu untuk mengubah cerita akhirnya.” Putus Gyuri dengan mantap. 


TBC

Huah…dateng lgi nih? Yaph..aku bru inget ama ff ini. Sorry yah update-nya klmaan…okelah semoga terhibur…
That’s all.

Thanks,

GSB

Comments

Popular Posts